Komnas Perempuan: Negara Harus Jamin Lansia Bebas Diskriminasi-Kekerasan

Rentannya lansia alami penelantaran hingga eksploitasi

Jakarta, IDN Times - Hari Lanjut Usia (Lansia) Internasional diperingati setiap 1 Oktober. Pada 2022, Komnas Perempuan merekomendasikan pentingnya negara dan masyarakat beri perhatian khusus utamanya pada perempuan lansia agar bebas dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.

Peringatan ini ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan Resolusi 46/106 pada 14 Desember 1990.

"Kerentanan perempuan lansia terhadap kekerasan berbasis gender pada rentang usia 61-80 direkam dalam Catatan Tahunan (CATAHU) 2022 Komnas Perempuan," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, dalam keterangannya, Kamis (6/10/2022).

1. Data menunjukkan banyak lansia yang tinggal sendiri

Komnas Perempuan: Negara Harus Jamin Lansia Bebas Diskriminasi-KekerasanSejumlah warga lanjut usia (lansia) mendaftarkan diri untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dumai, Dumai, Riau, Senin (29/3/2021). Sebanyak 159 orang lansia dari target 30.000 lansia di Dumai sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19. (ANTARA FOTO/Aswaddy HamId)

Tercatat pengaduan 127 perempuan lansia korban mengalami kekerasan, di ranah domestik 100 orang, ranah publik 24 orang dan ranah negara dua orang. Sedangkan pengaduan ke lembaga layanan tercatat ada 47 perempuan lansia korban kekerasan, di antaranya 42 orang di ranah domestik, lima orang di ranah publik. 

"Data ini menunjukkan bahwa bagi perempuan lansia, rumah tidak selalu menjadi ruang aman dalam  kehidupannya. Padahal menurut Kementerian Sosial RI, mayoritas lansia tinggal bersama keluarga atau bersama tiga generasi dalam satu rumah," ujar Siti.

Sebanyak 40,64 persen lansia tinggal bersama tiga generasi dalam satu rumah, 27,3 persen tinggal bersama keluarga, 20,03 persen tinggal bersama pasangan, kemudian 9,38 persen lainnya tinggal sendiri. 

Baca Juga: Komnas Perempuan: Prank KDRT Baim Wong Lukai Korban, Bisa Dipidana

2. Rentannya lansia alami kekerasan, penelantaran hingga eksploitasi finansial

Komnas Perempuan: Negara Harus Jamin Lansia Bebas Diskriminasi-KekerasanKeluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) lanjut usia (lansia) di Desa Gondangrawe, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali, memastikan kebutuhan pangan dan gizi terpenuhi dari hasil panen di Kebun PKH Lansia. (Dok. Kemensos)

Lansia juga kerap mendapatkan  kekerasan  fisik, psikis, seksual dan ekonomi baik penelantaran, eksploitasi finansial dan perampasan aset atau properti. Kemunduran kemampuan fisik dan psikis membuat lansia tergantung pada keluarga untuk merawatnya. Kondisi ini berkelindan dengan bentuk diskriminasi lainnya seperti diskriminasi gender dan kondisi disabilitas. Perempuan lansia penyandang disabilitas jadi kelompok paling rentan kekerasan. 

"Pemantauan media massa pada 2020 memberitakan 10 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan lansia, dengan usia tertinggi adalah 76 tahun," ujarnya.

Hal ini dianggap memutus bahwa menoupause tidak menjadikan seseorang bebas dari sasaran kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual adalah cucu, tetangga, orang asing dan suami dalam bentuk pemerkosaan dan penyebaran konten intim tanpa persetujuan

3. Digitalisasi administrasi belum ramah lansia

Komnas Perempuan: Negara Harus Jamin Lansia Bebas Diskriminasi-KekerasanIlustrasi lansia (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Pada ranah negara, lansia rentan alami diskriminasi pada akses layanan dan hambatan administrasi terutama dalam sistem digital, seperti pendataan lansia dalam sistem BPJS. 

Siti merasa, digitalisasi administrasi belum berperspektif lansia dan gender, di mana perempuan apalagi yang ada di kelas ekonomi bawah umumnya belum melek teknologi digital karena. Ada perempuan lansia pensiunan yang terhambat  akses hak keuangan dan kesehatan karena kebijakan pemblokiran bila dalam waktu tiga bulan berturut-turut tak lakukan transaksi pada rekening banknya atau tidak melakukan otentifikasi.

"Di sisi lain, BPJS juga perlu mengintegrasikan data pilah berperspektif lansia dan gender untuk mempermudah perempuan lansia mengakses layanan kesehatan. Komnas Perempuan mencatat, masih terdapat perempuan lansia peserta BPJS Kesehatan dengan penyakit kronis (hipertensi) yang datanya “sempat tidak ditemukan” padahal ia telah membayar rutin iuran BPJS," ujar Siti.  

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir, BPJS Kesehatan Layani Lansia hingga Gigi Palsu

4. UU Kesejahteraan Lansia perlu ditinjau ulang

Komnas Perempuan: Negara Harus Jamin Lansia Bebas Diskriminasi-KekerasanSenam dilakukan para lansia di barak pengungsian. IDN Times/ Siti Umaiyah

Komnas Perempuan memandang, ada tantangan berlanjut terkait perempuan lansia pada proses pemulihan paska pandemik COVID-19 di Indonesia, yakni perkuat daya lenting perempuan lansia serta hidup bebas dari diskriminasi dan kekerasan. 

Pemenuhan hak ini seharusnya sesuai dengan mandat Undang-Undang 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang diperbarui dari UU sebelumnya No 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo. Pada Bab II tentang Hak dan Kewajiban Pasal 5 dengan tegas dinyatakan:

(1) Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(2) Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi:

a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual;

b. pelayanan kesehatan;

c. pelayanan kesempatan kerja;

d. pelayanan pendidikan dan pelatihan;

e. kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum.

f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum

g. perlindungan sosial; h. bantuan sosial.

"Namun dalam pandangan Komnas Perempuan, UU Kesejahteraan Lansia perlu ditinjau-ulang dengan mengintegrasikan perspektif gender dan lansia dalam menyikapi tantangan-tantangan era digital dan kemiskinan," ujar Siti.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya