Lindungi Anak Tunarungu, Risma Berikan Gelang Sensor Denyut Nadi

Jakarta, IDN Times - Maraknya kasus kekerasan pada anak disabilitas, baik tunarungu dan tunawicara, membuat Kementerian Sosial meluncurkan Gelang Disabilitas Grahita (GRITA).
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, pembuatan GRITA berasal dari pengalaman Risma yang menemukan banyak kejadian kekerasan seksual dan bahaya yang mengintai penyandang disabilitas.
"Dari beberapa kasus yang saya tangani selama saya jadi menteri, banyak anak tunarungu wicara, mohon maaf (alami) kekerasan seksual, namun mereka tidak bisa melawan, begitu ada kasus saya terjunkan staf untuk pemeriksaan sampai ke pengadilan," ujar Risma dalam peluncuran gelang di Gedung Kemensos pada Kamis (10/8/2023)
1. Grita menjadi early warning bagi difabel dari berbagai ancaman

Selain itu, Risma juga ingat saya jadi Wali Kota Surabaya, dia mendapatkan informasi ada anak tunarungu yang tertabrak kereta api, padahal semua orang sudah berteriak.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Risma ingin gelang ini melindungi anak-anak tuna rungu dan wicara agar aman. Menurutnya, Grita bisa menjadi penanda awal (early warning) bagi penyandang disabilitas dari berbagai ancaman, sebab Grita memanfaatkan artificial intelligence (kecerdasan buatan).
"Grita bisa mendeteksi denyut nadi melalui sensor. Apabila denyut nadi atau melonjak drastis, maka jam ini akan mengeluarkan suara keras yang bisa menarik perhatian orang-orang di sekitarnya," kata Mensos .
2. Gelang Grita dibuat anak disabilitas

Soal kualitas gelang, Risma menjamin gelang tunagrahita ini karena quality control alat bantu tersebut diuji langsung oleh para penyandang disabilitas. Begitulah yang selama ini diterapkan pada alat-alat bantu yang telah dikreasikan oleh Kementerian Sosial.
"Quality control di akhir proses itu yang buat anak disabilitas. Jadi dia tahu benar merasakan. Ini gak bisa. Dicek, dikembalikan. Dia tahu bagaimana (alat) itu harus bekerja," kata Risma.
3. Grita menggunakan sensor denyut nadi

Dia menambahkan, Grita merupakan inovasi lanjutan dari gelang rungu dan wicara (Gruwi) yang telah diluncurkan sebelumnya. Sedikit berbeda dengan pendahulunya yang aktif dengan cara menekan panic button, Grita menggunakan sensor denyut nadi yang membuatnya berbunyi saat denyut nadi melebihi batas wajar.
Baik Grita maupun Gruwi sama-sama memiliki desain yang fashionable, sehingga anak-anak tidak perlu malu memakainya.
“Anak-anak bisa tidak perlu malu karena gelangnya sangat fashionable. Jadi saya berharap anak-anak kita bisa gunakan dan mereka bisa lebih safe berada di mana pun,” tutur Risma.
4. Alat tidak diproduksi secara komersial

Terkait hak paten, menurut Risma saat ini masih dalam dalam proses, dan nantinya seluruh inovasi Kementerian Sosial akan dipatenkan secara internasional.
"Untuk saat ini, Kementerian Sosial akan memproduksi sendiri. Produksi komersial dikhawatirkan akan membuat harga alat-alat bantu melonjak dan tidak terjangkau para penyandang disabilitas," tegasnya.