LSI: Pilpres Satu Putaran Tergantung Swing Voter dan Migrasi Pemilih

Jakarta, IDN Times - Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan peluang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 berlangsung satu putaran tergantung pada sejumlah faktor dinamis.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi pilpres berlangsung satu atau dua putaran. Fokus pertama adalah pada kelompok pemilih yang belum menentukan pilihan atau pemilih mengambang sebanyak 8 persen.
Analisis dilakukan dengan membandingkan karakteristik kelompok tersebut dengan karakteristik pemilih yang sudah memilih, seperti gender, usia, pendidikan, dan wilayah, untuk mencari indikasi arah ke mana kelompok pemilih tersebut mungkin akan memilih.
“Salah satu faktor yang mungkin berpengaruh menurut kami adalah ke mana kira-kira yang 8 persen belum menjawab itu akan berlabuh,” kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan.
1. Suara pemilih mengambang sulit dijadikan indikator

Berdasarkan gender, basis pemilih laki-laki mencapai 50,1 persen, 23,8 persen suara untuk pasangan capres-cawapres 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, 44,6 untuk capres-cawapres 02 Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan 24,9 persen untuk capres-cawapres 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sementara pemilih perempuan, 22,6 untuk Anies-Muhaimin, 49,5 untuk Prabowo-Gibran, dan 18,6 untuk Ganjar-Mahfud.
“Pemilih 02 kan laki-lakinya lebih sedikit proporsinya, perempuannya sedikit lebih banyak. Sementara yang belum menentukan itu sedikit lebih banyak perempuan. Itu satu ya. Jadi kalau hanya melihat gender, mungkin Prabowo-Gibran yang akan lebih diuntungkan,” ujarnya.
Menurut analisis LSI mengenai hubungan antara faktor usia dan karakteristik pemilih yang belum menentukan pilihan, cenderung lebih dekat atau memiliki kesamaan dengan karakteristik pemilih pendukung pasangan calon 01 atau 02.
Dia mengatakan, proporsi pemilih yang berpendidikan rendah yang belum mau menjawab survei cenderung lebih tinggi. Berdasarkan analisis pendidikan, terlihat bahwa pasangan Prabowo-Gibran memiliki keunggulan di kalangan pemilih berpendidikan rendah yang belum menentukan pilihan.
Terkait faktor wilayah desa dan kota, pemilih yang menganggap dirinya belum punya pilihan cenderung lebih banyak berasal dari pemilih perkotaan. Selanjutnya, karakteristik pemilih perkotaan lebih banyak mirip dengan karakteristik pemilih Anies dan pemilih Ganjar.
Djayadi melihat terdapat karakteristik pemilih mengambang yang lebih mirip dengan pemilih pasangan calon nomor 2, sementara karakteristik lainnya lebih dekat dengan pasangan calon nomor 1 dan nomor 3.
“Dengan demikian karena itu faktor itu kita belum bisa melihat secara cukup jelas dari 8 persen itu akan ke mana sehingga kita tidak tahu apakah akan terjadi satu putaran atau dua putaran,” ujarnya.
2. Kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi bisa untungkan Prabowo sekaligus Anies

Dia memaparkan hubungan antara tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan tingkat dukungan terhadap pasangan calon dalam pemilihan.
Dalam hal ini, pemilih yang puas dengan kinerja presiden cenderung lebih banyak mendukung pasangan Prabowo-Gibran, sementara dukungan terhadap pasangan Ganjar-Mahfud menunjukkan kecenderungan menurun.
Yang menarik adalah, meskipun terjadi penurunan dalam dukungan untuk Ganjar-Mahfud, pemilih yang puas dengan presiden di kalangan pemilih Anies menunjukkan kecenderungan meningkat.
“Kalau itu terus berlangsung, tingkat kepuasan itu bisa menguntungkan Prabowo, tapi juga bisa menguntungkan Anies,” tuturnya.
Sedangkan pemilih yang tidak puas dengan kinerja presiden cenderung lebih menguntungkan pasangan calon Anies Baswedan dan Ganjar-Mahfud. Di kalangan pemilih yang tidak puas dengan presiden, dukungan terhadap pasangan Prabowo-Gibran cenderung menurun.
3. Basis pemilih Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi ke Anies-Muhaimin bisa tutup peluang satu putaran

Pemilih Jokowi-Ma'ruf di 2019 yang juga merupakan pemilih PDI Perjuangan mengalami penurunan dukungan ke Ganjar-Mahfud meskipun mayoritas suara masih di pasangan tersebut, yakni turun dari 81 persen pada September 2023 menjadi 64 persen pada Januari 2024.
Meskipun terjadi penurunan dukungan dari pemilih Jokowi-Ma'ruf (PDIP) untuk Ganjar-Mahfud, tidak terjadi kenaikan dukungan untuk Prabowo-Gibran sejak Desember 2023.
“Justru yang tampak sedikit memperoleh tambahan suara dari para pemilih PDIP yang bermigrasi, pemilih Jokowi Ma'ruf yang bermigrasi itu adalah Anies. Jadi ada perpindahan juga itu dari pemilih PDIP ke Anies, walaupun sedikit karena ada penurunan di dukungan kepada Ganjar-Mahfud,” ujar Djayadi.
Sementara itu, pemilih Jokowi-Ma'ruf yang bukan berasal dari pemilih PDIP dan bermigrasi cenderung mendukung pasangan Prabowo-Gibran.
Ada juga yang migrasi ke Anies-Muhaimin.
“Jadi kalau perpindahan itu cukup banyak, diikuti dengan perpindahan di kalangan pemilih yang 8% yang belum menentukan pilihan, saya sebut tadi, maka jadinya kita belum tahu mana yang lebih banyak, itu pindahnya ke Anies atau pindahnya ke Prabowo. Kalau lebih banyak ke Prabowo, maka peluang satu putaran menjadi besar. Tapi kalau lebih banyak ke Anies, maka peluang dua putaran yang bisa lebih besar,” jelasnya.
Sementara pemilih basis Prabowo-Sandi di 2019 cenderung tidak banyak yang beralih ke Ganjar-Mahfud. Beberapa tetap mendukung Prabowo, sementara yang lain beralih ke Anies.
“Jadi, kalau Anies terus memperoleh dukungan suara dari basis pemilih Prabowo 2019, maka itu bisa menahan peluang Prabowo-Gibran untuk memenangkan satu putaran,” sambungnya.
4. Jika kedisiplinan pemilih partai koalisi Anies dan Ganjar stagnan ada peluang satu putaran

Saat ini pasangan calon 02 masih unggul. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat kedisiplinan yang tinggi di kalangan pemilih partai-partai koalisi yang mendukung pasangan calon tersebut. Contohnya, pada Desember, 72 persen pemilih partai-partai koalisi pendukung nomor 2 memilih pasangan calon tersebut.
Dibandingkan dengan koalisi 01 (58 persen) dan 03 (57,6 persen), tingkat kedisiplinan pemilih di koalisi 02 lebih tinggi. Itu diindikasikan oleh persentase pemilih dari partai-partai pendukung koalisi nomor 2 yang memilih pasangan calon tersebut.
Dia menyatakan, peluang untuk dua putaran tetap terbuka jika tingkat kedisiplinan pemilih dari koalisi 01 dan 03 meningkat seiring waktu menuju hari pencoblosan pada 14 Februari.
“Sebaliknya, kalau tingkat kedisiplinan ini tetap stagnan seperti ini, sedangkan tingkat kedisiplinan nomor dua misalnya bisa meningkat lagi, maka itu berarti peluang untuk satu putaran menjadi yang lebih terbuka,” tambahnya.