Lukas Enembe Tuding Pelayanan Kesehatan Rutan KPK Tak Maksimal

Jakarta, IDN Times - Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe mengeluhkan pelayanan kesehatan yang ia terima selama ditahan di Rutan KPK. Hal itu ia ungkapkan ketika menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023).
Mulanya, majelis hakim bertanya bagaimamma pelayanan kesehatan yang diterima Lukas Enembe selama ditahan KPK. Lukas menilai pelayanan yang ia dapatkan tidak maksimal/
"Tidak maksimal," jawab Lukas Enembe.
1. Lukas Enembe mengaku stroke selama lima tahun terakhir

Lukas Enembe mengatakan bahwa ia sedang menderita sakit stroke. Hal ini membuatnya sulit bicara dan berjalan.
"Saya ini stroke sudah 5 tahun, tidak bisa bicara, saya stroke saya sakit," ujar Lukas Enembe.
2. Jaksa sebut Lukas Enembe rutin dikontrol dokter

Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan bahwa KPK selama ini selalu rutin mengontrol kesehatan Lukas Enembe dengan melibatkan dokter di RSPAD Gatot Soebroto. Bahkan, seluruh biaya pengobatannya ditanggung KPK.
"Kami siap hadirkan bukti-bukti pemeriksaan terdakwa di RSPAD,' ujar Jaksa.
3. Lukas Enembe didakwa korupsi Rp46,8 miliar

Lukas Enembe didakwa korupsi Rp46,8 miliar. Rinciannya sebanyak Rp45,8 miliar berupa suap dan gratifikasi senilai total Rp1 miliar.
Suap itu diduga diterima dari Direktur PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi sebanyak Rp10,4 miliar dan Rp35,4 miliar dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.
Suap itu diberikan kepada Lukas agar perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Lukas diduga tidak bermain sendiri. Ada sejumlah pihak yang diduga terlibat seperti Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua periode 2013-2017, Mikael Kambuaya serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua periode 2018-2022.
Akibat perbuatannya, Lukas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.