Mahar di Papua Tinggi, Banyak Perempuan Melahirkan Tanpa Pernikahan

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengaku sangat prihatin ketika mengetahui banyak perempuan Papua mempunyai anak tanpa ikatan perkawinan yang sah. Hal ini terjadi akibat persoalan adat, yaitu tingginya harga mas kawin (mahar) yang dianggap memberatkan keluarga laki-laki.
"Dampaknya tentu saja sangat fatal karena anak tidak bisa mendapatkan akta kelahiran. Hal ini jelas sudah melanggar hak anak," kata Yohana dalam keterangan tertulis, Selasa (26/2).
1. Tingginya mas kawin memberatkan masyarakat Papua

Yohana lantas memohon kepada ketua dewan adat untuk menindaklanjuti dan mencari solusi terkait mas kawin yang memberatkan masyarakat Papua tersebut. Dia juga meminta para laki-laki pegawai negeri sipil (PNS) diberikan sanksi tegas apabila terbukti berselingkuh serta menelantarkan istri dan anaknya.
"Sanksi berupa penurunan jabatan atau di-non job kan," jelas Yohana.
2. Adat harus bisa menyesuaikan perkembangan global

Yohana menekankan, adat harus bisa menyesuaikan perkembangan global dan kemajuan teknologi saat ini. Seluruh persoalan harus disesuaikan dengan peraturan hukum yang berlaku.
“Saya tidak mau mengubah adat. Namun, sebaiknya adat bisa bersifat lebih fleksibel, mengikuti perkembangan zaman. Kita juga harus membuka pola pikir bersama,” tuturnya.
3. Budaya patriarki masih mengakar kuat di tengah masyarakat

Yohana menambahkan, berbagai tindak kekerasan masih menghantui kaum perempuan dan anak di tanah Papua. Kualitas hidup perempuan di Papua pun tergolong rendah dibandingkan daerah lain di Indonesia. Menurut dia, budaya patriarki yang berlaku di tengah masyarakat menyebabkan perempuan mengalami diskriminasi, baik dalam struktur adat maupun agama.
"Padahal, adat dan agama merupakan elemen penting dalam kehidupan masyarakat untuk mendorong pembangunan di tanah Papua," tuturnya.
4. Seluruh komponen masyarakat diminta bergandengan tangan memutus rantai kekerasan

Yohana juga menerima berbagai masukan saat acara temu dengar pendapat tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan serta lembaga masyarakat di Kota Sorong, Papua Barat. Pada aspek pendidikan, biaya sekolah di beberapa wilayah Papua Barat masih tergolong mahal. Begitu pula masalah ekonomi terkait minimnya ketersediaan pasar dan modal usaha bagi mama-mama (ibu-ibu).
Masyarakat juga butuh pelatihan keterampilan bagi perempuan Papua, baik di bidang kuliner maupun kerajinan. Masalah dalam aspek agama terkait perkawinan campur antaragama juga ikut disoroti, serta tingginya angka kekerasan akibat laki-laki gemar mabuk karena minuman keras, serta kenakalan remaja seperti anak mengonsumsi lem aibon.
“Saya mengajak seluruh komponen masyarakat untuk saling bergandengan tangan. Mari kita lindungi perempuan dan anak di tanah Papua ini. Penuhi hak tumbuh kembang anak, putuskan mata rantai kekerasan pada perempuan dan anak. Mari kita bangun tanah Papua, khususnya Kota Sorong agar menjadi kota yang aman, bersih, nyaman, serta ramah perempuan dan anak,” kata Yohana.