Mahfud MD di Antara Kontrak Politik dengan Mega dan Jokowi

Jakarta, IDN Times - Calon Wakil Presiden nomor urut 3 Mahfud MD telah memulai masa kampanye dengan berkeliling ke sejumlah daerah di Indonesia, untuk menyapa konstituennya. Selama kampanye, ia mendengar langsung aspirasi-aspirasi dan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Mahfud diketahui ditunjuk oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk mendampingi Ganjar Pranowo sebagai cawapres, pada Pemilu 2024. Mahfud terang-terangan mengaku tidak akan mampu mendatangkan logistik.
Namun, dia yakin dapat mendatangkan suara, khususnya dari kelompok Islam, sehingga pasangan Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP, PPP, Partai Hanura, dan Perindo bisa mendulang suara untuk memenangkan Pemilu 2024 yang akan datang.
Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis mewawancarai secara eksklusif Mahfud MD pada Senin (4/12/2023) mengenai berbagai isu, khususnya soal Pemilu 2024. Berikut wawancaranya:
Salah satu kriteria cawapres adalah mendatangkan suara. Pak Mahfud akan menambah suara di mana?
Banyak tempat yang beririsan dengan saya, misalnya kelompok muslim yang ada di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Nahdlatul Ulama (NU), Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), dan Muhammadiyah.
Itu irisan saya. Kelompok-kelompok itu sangat jauh dengan PDIP. Saya masuk ke sana menyiram hijaunya. Menurut saya tingkat keberhasilnya cukup baik bahwa harus ada wajah Islam ahlusunnah, Islam yang moderat.
Apa tiga hal yang paling banyak dikeluhkan masyarakat dan solusi dari pasangan calon nomor tiga?

Banyak hal, tapi kalau Anda minta tiga hal, maka yang paling banyak dikeluhkan adalah kesulitan lapangan kerja. Mereka (rakyat) butuh lapangan kerja dan peningkatan taraf hidup secara ekonomi.
Kedua masalah pendidikan, terutama pendidikan tradisional. Saya melihat di mana-mana, di daerah yang saya kunjungi banyak sekali guru mengaji, guru madrasah tidak SK tapi mengabdi selama puluhan tahun dengan tekun. Mereka tidak punya asuransi juga.
Nah masalah ini banyak ditemukan di Jawa Timur, Madura, di Aceh, tempat yang saya kunjungi perlu uluran tangan kita.
Pendidikan yang berbasis lembaga tradisional jasanya sudah banyak karena melahirkan orang-orang yang cukup berperan, mislanya Gus Dur, Alwi Shihab, saya lahir dari situ. Marbot masjid misalnya yang setiap jam sekian dia harus azan, masjid kotor dia bersihkan.
Saya sudah cek di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Di sana ada dana abadi pesantren yang dalam anggaran tahun ini mencapai Rp180 triliun. Anggaran itu nanti mau kita belah-belah untuk pesantren sekian, untuk guru sekian, untuk marbot sekian. Itu juga jadi keluhan.
Jadi masalah lapangan kerja, pendidikan terutama pendidikan tradisional kemudian kebutuhan pokok. Harga-harga sembako tidak terjangkau.
Apa yang membuat tiga hal itu masih menjadi masalah bagi rakyat, padahal itu sering dibanggakan oleh Presiden Jokowi?
Apa yang dilakukan oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah sangat bagus dengan membangun infrastruktur. Nah, infrastruktur di tahun-tahun yang akan datang itu harus dilanjutkan agar anggaran dan ekonomi turun ke bawah, karena sekarang infrastrukturnya memungkinkan dan anggaran untuk kesejahteraan masyarakat itu mulai diratakan.
Jadi sebenarnya yang dilakukan oleh Pak Jokowi itu sudah luar biasa dalam ukuran pertumbuhan ekonomi. Pemerataan juga kan kita tahu indeks gini rasio turun sejak Pak Jokowi memerintah kan turun.
Artinya apa? Tingkat kesenjangan antara yang kaya dan miskin itu semakin dekat meskipun harus terus diimplementasikan.
Menurut saya, implementasinya di bidang penegakan hukum, penggunaan anggaran agar keadilan lebih merata, kesempatan kerja. Kalau korupsi dan penegakan hukum dikerjakan lebih baik, maka akan dengan sendirinya ekonomi tumbuh.
Saya sudah punya identifikasi sendiri tentang itu. Karena saya belasan tahun bekerja di bidang penegakan hukum.Terutama yang terakhir bekal saya menjadi Menko Polhukam itu kaya sekali, dengan bahan-bahan untuk merumuskan langkah-langkah yang lebih konkret untuk menurunkan angka kemiskinan dan menaikan kesempatan kerja.
Apa tiga hal yang akan dikerjakan terkait pemberantasan korupsi?

Satu, penataaan birokrasi karena sumber korupsi itu di bawah birokrasi, baik birokrasi di pemerintahan maupun birokrasi di penegak hukum. Kalau mau menyelesaikan hukum yang harus dibenahi, satu aturannya, dua aparatnya, dan ketiga budayanya. Kita mulai dari aparatnya. Kemudian pengawasannya.
Ada lagi sebetulnya masalah penindakan itu kan ke atas ke pejabat yang suka kolusi antara pengusaha dan penguasa. Ke bawah ini perlindungan, kalau ke atas penegakan, ketegasan, dan kepastian.
Ke bawah perlindungan bagi orang-orang kecil yang hak-haknya dirampas secara sewenang-wenang tanpa perlindungan hukum.
Apa jaminan Ganjar-Mahfud setelah nanti berkuasa agar semua yang akan dilakukan berjalan efektif?
Jaminan saya, ya rekam jejak saya. Anda tahu, saya nggak pernah gagal dalam melaksanakan tugas sesuai dengan target-target. Anda lihat saja, sesudah saya jadi apa yang saya kerjakan di situ.
Bagaimana bila yang terjadi Pak Mahfud berhadapan dengan Ketua Umum PDIP, yang punya kekuasaan absolute di PDIP?
Ibu Mega sejak awal sudah mengatakan, Pak Mahfud tugas Pak Mahfud satu penegakan hukum, pemberantasan korupsi, lalu pelanggaran HAM diselesaikan semua. Bahkan Ibu Mega spesifik mengeluhkan penegak hukum sudah rusak semua.
Ada dua yang menarik. Pertama saya minta akses. Ibu kalau Ibu menugaskan saya, saya minta akses dong yang besar, polhukam itu biar bisa saya koordinasikan kalau saya jadi cawapres. Karena saya tahu di sana tempat untuk otak-atiknya untuk memperbaiki. Itu bagus kata Ibu Mega. Kan Ibu Mega nggak pernah mengingkari apa yang dikatakan.
Kedua, saya bicara dengan Mas Ganjar. Mas Ganjar, saya sudah bicara dengan Ibu kalau nanti saya terpilih, saya minta diberi akses lebih luas di bidang polhukam. Itu nanti wapres ditugasi karena sekarang ini kesannya wapres hanya menjadi cadangan, protokoler, ban serep.
Padahal dulu zaman Bung Hatta jalan. Pak Jusuf Kalla juga jalan. Pak Harto juga pun wapresnya masih dikasih tugas di bidang pengawasan dan pembangunan. Saya minta begitu. Pak Ganjar senang. Malah kalau ada yang mengerjakan begitu Pak Ganjar senang. Bagus. Itu sudah jaminan.
Bagi saya, pencalonan ini tidak main-main. Saya nggak pernah minta disurvei apalagi bayar survei, nggak pernah main baliho. Paling datang ke forum diskusi-diskusi kalau diundang.
Sehingga ketika muncul wacana partai sedang mencari cawapres, saya nggak pernah mendekat ke siapapun. Karena saya tahu informasinya bahkan ada teman yang datang ke saya dan menyampaikan, 'Pak itu Bapak masuk di PDIP sebagai anu, tapi itu biayanya untuk saksi saja Rp1,6 triliun'.
Saya bilang, 'Rp1,6 triliun kalau satu miliar enam ratus mungkin saya bisa cari, tapi kalau Rp1,6 triliun dari mana. Karena itu, saya nggak pernah mendekat dan tidak pernah minta masukan nama saya.
Ketika dipanggil sama Ibu Mega, yang dikatakan, Pak Mahfud nggak usah cari uang, kaget saya. Katanya kalau ke PDIP harus bayar triliunan atau ratusan miliar. Kok ke saya, Pak Mahfud nggak usah cari uang biar diurus, sudah ada tim kampanye yang tugasnya secara legal.
Pak Mahfud nggak usah berurusan dengan soal-soal uang, dan itu dikatakan oleh ketua partai lain, Pak Oso, Pak Mardiono, dan Pak Haritanu.
Survei paslon nomor tiga selalu turun, dianalisa kalau PDIP dan Ganjar terlalu menyerang?

Mungkin itu ya, tapi saya dengan Pak Ganjar nggak pernah nyerang Pak Jokowi. Kalau saya selalu bilang apa yang dilakukan Pak Jokowi sudah bagus. Infrastruktur, kesenjangan ekonomi, dan tax ratio membaik.
Semua itu sudah bagus bahwa ada yang menyerang Pak Jokowi atau (mungkin) ada oknum di PDIP dan sebagainya, kalau saya dengan Pak Ganjar kan nggak pernah.
Bagaimana hubungan Pak Mahfud dengan Pak Jokowi?
Saya merasa baik-baik saja dengan Pak Jokowi. Bahkan saya cerita ketika saya diminta Ibu Mega menjadi cawapres, Pak Jokowi sedang di Beijing.
Seandainya kalau saat itu Pak Jokowi di Indonesia, saya minta izin ke Ibu Mega untuk bertemu Pak Jokowi untuk memberi tahu. Tapi Pak Jokowi nggak ada, jadi saya tanda-tangan.
Begitu langsung diproses syarat-syaratnya lewat Pak Mensesneg lalu diselesaikan sore itu juga. Lalu berhubungan telepon dengan Pak Jokowi.
Jadi saya deklarasi jam 10 pagi, sorenya saya ketemu Pak Pratikno dan suratnya keluar atas arahan Pak Jokowi dari Beijing. Sesudah Pak Jokowi pulang saya langsung menghadap dan Pak Jokowi menyampaikan selamat.
Pak Jokowi bilang, nanti Pak Mahfud cuti saja seminggu sekali seperti yang lain, jadi tidak usah mengundurkan diri. Artinya baik, sampai sekarang hubungannya baik.
Kapan terakhir Pak Mahfud mengikuti sidang kabinet dan bagaimana suasana kebatinannya?

Sidang kabinet terakhir yang saya hadiri kira-kira seminggu lalu. Kalau saya biasa-biasa saja bergurau. Memang yang lain itu, ada menteri yang agak kaku, kalau dulu ketemu bergurau, sekarang rapat jam satu siang, datang jam satu lalu masuk dan serius semua.
Tidak ada kemarahan, tapi lebih serius karena politiknya sudah beda-beda, tapi tidak ada kemarahan kalau saya biasa saja.
Ketemu Pak Airlangga saya tepuk, "Anda ini kok sejak pemilu kok jauh sekali”. Dia bilang, “takut Pak Menko kan sudah cawapres kan”. Jadi akhirnya bergurau juga.