Marak Kekerasan Anak di Ranah Digital, Orangtua Perlu Literasi

- Orangtua perlu literasi digital untuk melindungi anak dari kekerasan seksual digital
- Peningkatan kasus kekerasan anak menuntut orangtua untuk lebih aktif dalam perlindungan anak
- Kemungkinan pelaku kejahatan adalah orang terdekat anak, termasuk orangtua sendiri
Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kawiyan, mengatakan, orangtua mempunyai peran penting melindungi anak di era digitalisasi. Hal ini perlu dilakukan karena semakin banyak kekerasan seksual yang menimpa anak berawal dari konten digital.
Dia mengatakan, ada urgensi bagi orangtua untuk membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan teknologi. Hal ini agar dapat menjadi pembimbing yang tepat bagi anak-anak dalam mengakses media digital.
"Tak jarang orangtua tertinggal dalam literasi digital dibandingkan anak-anak. Oleh karena itu, diperlukan solusi konkret seperti kelas edukasi literasi digital khusus orangtua," ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema 'Perlindungan Anak dalam Ruang Digital, dikutip Kamis (20/6/2024).
1. Pada 2022 ada 4.683 kasus kekerasan anak

Kawiyan menyampaikan, pada 2022 ada sebanyak 4.683 kasus kekerasan anak dengan kategori perlindungan khusus anak 2.133 kasus, sedangkan kategori pemenuhan hak 190 kasus.
Pada 2023 sebanyak 3.877 kasus, 1.886 perlindungan anak tertinggi kekerasan seksual, dan 2.011 kasus masuk kategori pemenuhan hak.
2. Pelaku kekerasan anak terbanyak adalah orangtua

Dari ribuan kasus yang ada selama dua tahun terakhir, tak sedikit pelaku kejahatan merupakan orang terdekat anak.
Kawiyan menjelaskan, pada 2023 ada 262 kasus kekerasan anak dengan pelaku orangtua dan 153 di antaranya adalah ibu kandung.
“Ini menuntut kita untuk introspeksi dan mengembalikan fungsi orangtua sebagai pelindung anak-anak," kata Kawiyan.
3. Orangtua luangkan waktu dampingi anak

Orangtua jadi gerbang terdepan dalam melindungi anak-anak. Oleh karena itu, orangtua wajib meluangkan waktu untuk mendampingi anak saat menggunakan gadget, mendiskusikan konten yang dikonsumsi, serta menanamkan nilai-nilai moral dan budi pekerti pemahaman konten digital.
Kawiyan juga menilai pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait perlindungan anak di era digital. Peraturan yang jelas dan tegas tentang konten berbahaya, klasifikasi game, dan jaminan keamanan anak di dunia digital harus ditegakkan.