Kisah Nur Rohim, Guru Honorer yang Berjuang untuk Pendidikan Merauke

Punya banyak pilihan, Rohim pilih mengajar ke Merauke

Jakarta, IDN Times – Bumi Cendrawasih mungkin bukan tanah kelahirannya. Tapi di pulau paling timur Indonesia ini, Nur Rohim dibesarkan dan menghabiskan masa kecilnya. Sempat menginjakkan kaki ke Pulau Jawa hingga Aceh, Nur Rohim memilih kembali ke Merauke, tempatnya dibesarkan, untuk mengabdi pada negeri.

Menjaga Indonesia ada beragam caranya dan bagi Nur Rohim, ia ambil bagian di dalamnya dalam sektor pendidikan. Menjadi pengajar bagi putra-putri negeri di Kampung Toftof, Kabupaten Merauke, Distrik Elikobel, Rohim, begitu dia akrab disapa, menjadi tenaga guru honorer di SMK Negeri 1 Elikobel Merauke.

Puluhan kilometer ditempuhnya, demi mendidik anak bangsa. Tapi dari cerita Nur Rohim, menempuh puluhan kilometer untuk bersekolah itu hal biasa di tanah Papua, serta di beberapa wilayah pelosok di Indonesia.

“Jaraknya sekitar 300 kiloan dari Kabupaten Merauke,” kata Rohim menggambarkan lokasi tempat tinggalnya kepada IDN Times lewat sambungan telepon pada Selasa (11/8/2020).

Begini cerita Rohim, guru honorer dari tanah Papua yang punya caranya sendiri menjaga Indonesia.

1. Terinspirasi menjadi pengajar karena sosok guru biologi semasa sekolah

Kisah Nur Rohim, Guru Honorer yang Berjuang untuk Pendidikan MeraukeNur Rohim bersama anak didiknya di Merauke, Papua (Dok. Pribadi/Nur Rohim)

Rohim menamatkan pendidikannya di Universitas Cendrawasih Papua jurusan pendidikan Biologi. Tinggal di kabupaten Merauke, pria 27 tahun ini sempat tinggal di Jayapura semasa kuliahnya.

“Saya harus naik pesawat dari Merauke ke Jayapura untuk kuliah. Kalau naik pesawat cuman setengah jam saja,” kata Rohim. Setahun sekali Rohim mengusahakan pulang ke kampung halaman selama masa kuliah.

Menjadi seorang guru, Rohim punya sosok yang menjadi inspirasinya.

“Cita-cita sebagai guru sebenarnya ini seperti flashback ke masa SMA,” kata Rohim.

“Waktu SMA dulu, saya punya seorang pak guru yang sangat inspiratif dia itu mudah diterima sama anak-anak muda di kalangan saya waktu itu,” tambah Rohim lagi.

Sosok guru biologinya itu menurut Rohim kerap menjadi teladan bagi murid-murid, termasuk bagi Rohim. Bahkan kehidupan kesehariannya pun menjadi teladan bagi Rohim.

“Saya mulai meneladani beliau, mulai tanya beliau kuliahnya di mana dan saya terinspirasi dari beliau,” kata Rohim.

Ingin menjadi pendidik dan sosok yang menjadi teladan seperti gurunya, Rohim memilih jurusan Pendidikan Biologi.

“Memang dari awal niatnya saya ambil pendidikan biologi,” kata Rohim.

2. Lahir di Jawa, besar di Papua, Rohim pernah mengajar di Aceh

Kisah Nur Rohim, Guru Honorer yang Berjuang untuk Pendidikan MeraukeNur Rohim bersama anak didiknya (Dok.Pribadi/Nur Rohim)

Rohim lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 20 Februari 1993. Saat berusia tiga tahun, keluarganya pindah ke Papua.

“Keluarga saya trans di Merauke tahun 1996,” kata Rohim.

Sejak saat itu, Rohim kecil menempuh pendidikan dan besar di Papua.

Rohim menamatkan pendidikan di Universitas Cendrawasih pada akhir 2014. Pada 2015 Rohim pertama kali mengajar di SMP Satap Ngguti, Merauke. Selama lebih kurang satu tahun Rohim menjadi tenaga pengajar di sana.

Pada 2016, Rohim memutuskan untuk mengikuti program Sarjana Mengajar di daerah 3T (SM3T) yang kemudian menempatkannya ke bagian ujung barat Indonesia. Dari tanah Papua, Rohim ditempatkan di Aceh. Dia mengajar di SMP Satap Lesten Gayo Lues, Aceh.

“Di Aceh kami satu tahun. Dari tahun 2016 sampai 2017,” kata Rohim.  

“Kemudian kami ditarik kembali untuk Nanti ikut pendidikan profesi guru,” lanjut Rohim.

Pendidikan profesi guru kala itu diikuti Rohim di Yogyakarta. Setelahnya, sejak awal tahun 2019, Rohim mengabdikan diri di SMK Negeri 1 Elikobel, Merauke sebagai guru honorer.

Baca Juga: 5 Fakta Film Guru-guru Gokil, Sebagai Bentuk Apresiasi kepada Guru!

3. Diberi kebebasan menentukan nasib, Rohim pilih kembali ke Merauke

Kisah Nur Rohim, Guru Honorer yang Berjuang untuk Pendidikan MeraukeNur Rohim bersama anak didiknya di Merauke, Papua (Dok. Pribadi/Nur Rohim)

Setelah mengikuti pendidikan profesi guru selama satu tahun di Yogyakarta, menurut Rohim tiap peserta diberikan kebebasan untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Setelah selesai pendidikan profesi guru kami diberi kewenangan untuk menentukan arah kami masing-masing,” kata Rohim.

Banyak pilihan yang bisa diambil, namun Rohim memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Mengabdi sebagai guru di tanah Papua.

“Kebetulan di SMK sini ada pelajaran biologi kemudian guru aslinya biologi belum ada. Saya mencoba untuk melamar ke situ, Alhamdulillah diterima di situ,” kata Rohim bercerita.

Keputusannya untuk kembali ke Merauke, bukan tanpa alasan.

“Anak-anak yang di SMK itu istilahnya adik-adik saya sendiri. Karena anak kampung-kampung sekitar saya sendiri. Jadi nggak papa saya di situ, toh, itu adik-adik saya generasi di bawah saya,” kata Rohim menceritakan salah satu pertimbangannya kembali ke Merauke.

Alasan lainnya, Rohim mengatakan seluruh keluarganya berada di Merauke dan dia dibesarkan di Merauke. Ini menjadi pertimbangan lainnya bagi Rohim untuk kembali ke Merauke.

“Indonesia itu sangat luas. Bagi saya gak hanya Jawa, Sumatra, masih ada daerah-daerah yang perlu dijamah,” kata Rohim.

“Kalau semua berpikiran bahwa saya mau di daerah yang lebih maju, yang lebih ada peradaban, siapa yang mau menjamah daerah-daerah yang jauh dari perkotaan jauh dari perkembangan dan lain-lain?” lanjut dia.

Pemikiran itu yang menurut Rohim memantapkan hatinya untuk kembali dan mengabdi di Merauke.

4. Mengajar kala pandemik di timur Indonesia

Kisah Nur Rohim, Guru Honorer yang Berjuang untuk Pendidikan MeraukeNur Rohim bersama anak didiknya di Merauke, Papua (Dok. Pribadi/Nur Rohim)

Di tengah pandemik COVID-19, Rohim turut menjaga Indonesia, menjaga anak bangsa di timur Indonesia agar terpenuhi hak pendidiknya. Pengajaran secara daring juga dilakukan Rohim. Aplikasi WhatsApp menurut dia menjadi pilihan terbaik untuk tetap bisa mengadakan kegiatan belajar mengajar jarak jauh dengan murid-muridnya.

Kepada IDN Times, Rohim bercerita, dia biasanya akan mengirimkan materi yang sudah dipersiapkan dengan format PDF ke WhatsApp murid-muridnya. Setelah itu, Rohim akan mengirimkan pesan suara yang berisikan penjelasan dari dia terkait dengan materi yang dibagikan.

Sinyal dan jaringan internet yang tak optimal menjadi penghambat kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tempat Rohim mengajar.

“Pembelajaran di sini jadi kurang optimal, dibilang kurang optimal,” kata Rohim.

“Kemudian untuk masalah smartphone, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua siswa memiliki smartphone,” kata Rohim.

Tidak sedikit murid-murid Rohim diminta Rohim untuk mencetak materi yang diberikan agar siswa yang tidak memiliki gawai dapat tetap menerima materi.

“Pasti saya tanyakan lagi bagaimana teman-temannya sudah terima atau belum,” kata Rohim. Saat ini, Rohim memiliki sedikitnya 150 siswa.

5. Suka-duka Rohim menjadi guru dan harapannya untuk tenaga pendidik di seluruh Indonesia

Kisah Nur Rohim, Guru Honorer yang Berjuang untuk Pendidikan MeraukeNur Rohim bersama anak didiknya di Merauke, Papua (Dok. Pribadi/Nur Rohim)

“Kalau berhadapan dengan siswa sebagai seorang guru, kalau dipikir-pikir lebih banyak sukanya kayaknya lebih banyak dukanya,” cerita Rohim kepada IDN Times diiringi tawa.

Dia mengaku senang dapat sering berdiskusi dan berinteraksi dengan siswa-siswanya.

“Cuman sebagai seorang guru, itu rasanya kalau kita menjelaskan sesuatu kepada seseorang kepada anak kemudian anak itu belum paham, itu sering timbul rasa greget. Kira-kira apa sih yang mengganjal dalam pemikiran anak ini sehingga apa yang saya sampaikan dia belum paham. Ingin rasanya ganjalan itu saya ambil biar bisa lebih mengerti,” ujar dia lagi.

Meski demikian, Rohim selalu dengan sabar mengulangi penjelasannya hingga siswanya paham. Rohim mengaku menikmati hal itu.

Kepada seluruh siswanya, dia berharap para siswa tak lelah untuk terus membaca apapun materi yang dibagikan.

“Karena dengan membaca itu akan mengisi kepala kita. Kalau kita jarang membaca materi atau pun pelajaran lain yang diberikan oleh guru, lantas apa yang mau diisi ke dalam kepala kita?,” kata Rohim.

Selain itu, untuk rekan-rekan sesama guru honorer di seluruh Indonesia, Rohim juga memiliki harapan. Tak muluk-muluk, harapan Rohim sederhana.

“Harapannya tentu kita melakukan yang terbaik sebisanya. Banyak banyak bersyukur, banyak-banyak ikhlas,” kata Rohim.

Sebagai guru honorer, Rohim merasakan betul finansial kerap menjadi masalah. Namun, alih-alih mengeluh, dia memilih untuk mensyukuri apa pun dan berapa pun nominal yang didapatkannya sebagai tenaga pengajar honorer.

Dari pulau paling timur Indonesia, Rohim mengutarakan harapannya kepada Pemerintah. Dia berharap, Pemerintah dapat lebih memperhatikan lagi kebutuhan dan permasalahan di daerah yang menurut Rohim berbeda-beda dan tak bisa diselesaikan dengan satu cara yang sama.

“Harus bisa melihat detail masalahnya itu di mana. Kendalanya di mana. Kebutuhan daerah di mana. Beda-beda,” kata Rohim lagi.

Dari timur Indonesia, Rohim menjaga anak bangsa. Menjaga calon-calon pemimpin bangsa. Menjaga asa agar siswanya percaya kemajuan bisa dirasakan di seluruh Indonesia. Dari tanah Papua, Rohim turut menjaga Indonesia.

Baca Juga: Usung Keberagaman, 5 Fakta Film Guru-Guru Gokil yang Tayang di Netflix

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya