Minta Jatah Preman Rp7 Miliar, Gubernur Riau Baru Terima Duit Rp2 M

- Gubernur Riau meminta fee sebesar Rp7 miliar karena penambahan anggaran 2025 di Dinas PUPR PKPP.
- Penyerahan fee dilakukan dalam tiga kali periode Juni hingga November 2025, total mencapai Rp4,05 miliar.
- Abdul Wahid dan 10 orang lainnya terjaring OTT KPK, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari.
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap, Gubernur Riau Abdul Wahid meminta fee karena adanya penambahan anggaran 2025 di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP). Semula pegawai Dinas PUPR PKPP sudah menyanggupi untuk memberikan fee sebesar 2,5 persen dari nominal penambahan anggaran atau Rp3,5 miliar.
Tetapi, Kepala Dinas PUPR PKPP Riau yang mewakili kepentingan Abdul justru mengklaim politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu meminta jatah fee 5 persen dari nominal anggaran atau setara Rp7 miliar.
Berdasarkan penelusuran awal, anggaran 2025 yang dialokasikan untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP semula Rp71,6 miliar. Kemudian, anggaran itu mengalami kenaikan Rp106 miliar hingga menjadi Rp177,4 miliar.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, penyerahan fee dari kenaikan anggaran itu dilakukan dalam tiga kali pada periode Juni hingga November 2025. "Total penyerahan (uang) pada Juni hingga November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar," ujar Johanis ketika memberikan keterangan pers, Rabu (5/11/2025), di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.
Rinciannya, penyerahan duit kali pertama pada Juni mencapai Rp1,6 miliar. Lalu pada Agustus 2025 uang yang diserahkan mencapai Rp1,2 miliar. Sedangkan pada November 2025, fee yang diserahkan dari pegawai Dinas PUPR PKPP mencapai Rp1,25 miliar.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan, Brigjen Asep Guntur Rahayu menjelaskan, jatah fee yang ditujukan bagi Abdul Wahid dikumpulkan lewat tenaga ahlinya, Dani M. Nursalam (DAM).
"Semua fee dikumpulkan ke DAM karena yang bersangkutan adalah representasi dari gubernur. Jumlahnya 2,5 persen dari jumlah yang sudah dikumpulkan, artinya separuh dari Rp4,05 miliar. Artinya Rp2 miliaran," kata Asep.
Ia mengatakan, praktik penyerahan fee ini sudah dilakukan oleh Abdul sejak awal menjabat pada Februari 2025 lalu. "Di awal menjabat, yang bersangkutan (Abdul Wahid) sudah mengumpulkan seluruh pejabat dinas, termasuk kepala dan stafnya. Salah satu dinas yang dikumpulkan adalah dinas PUPR dengan kepala UPT I-VI yang mengurus khusus jalan dan jembatan," tutur dia.
Ketika dikumpulkan oleh Gubernur Abdul Wahid tersebut, ia menyampaikan pesan bahwa matahari hanya satu. "Semua harus tegak lurus kepada matahari, artinya kepada gubernur. Kepala dinas ini merupakan perpanjangan tangan dari gubernur. Sehingga, apapun yang disampaikan oleh kepala dinas adalah perintah gubernur," katanya memaparkan.
Selain itu, ada pula ancaman yang disampaikan ke pegawai dinas PUPR PKPP. Isinya, siapapun yang tidak menuruti instruksi gubernur akan dievaluasi.
"Kata evaluasi itu diartikan oleh para kepala UPT sebagai bila tidak nurut akan diganti atau dimutasi," tutur dia.
Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, kata Asep, permintaan fee itu dikenal istilah 'jatah preman'.
Abdul dan 10 orang lainnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin, 3 November 2025 di Riau. Usai dilakukan pemeriksaan, Abdul ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya. Keduanya adalah M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Provinsi Riau dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.
Ketiganya resmi mengenakan rompi oranye dan diborgol sejak hari ini. Abdul Wahid ditahan selama 20 hari pertama di rutan Gedung ACLC KPK. Sedangkan Arief dan Dani ditahan di rutan Gedung Merah Putih KPK.



















