Pelaku Teror Divonis 2 Tahun Bui, Novel: Saya Tidak Terkejut

Jakarta, IDN Times - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku tidak terkejut ketika mengetahui salah satu penyiram air keras yakni Rahmat Kadir hanya divonis dua tahun bui. Sedangkan, Ronny Bugis yang ikut serta aksi teror itu hanya dijatuhkan hukuman satu tahun dan enam bulan bui oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Melalui keterangan tertulisnya, Novel mengatakan sejak awal persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sekedar sandiwara. Bahkan, dari awal sudah disiapkan untuk gagal.
"Saya juga sudah mendapatkan informasi dari banyak sumber nantinya yang divonis tidak akan lebih dari dua tahun (penjara). Sekarang, semua itu sudah terkonfirmasi," kata Novel pada Kamis, 16 Juli 2020.
Pria yang pernah berkarier di institusi kepolisian itu juga mengaku tidak tertarik untuk mengikuti proses pembacaan tuntutan bagi pelaku yang notabene juga adalah perwira kepolisian. Begitu pula ketika putusan dibacakan, Novel mengaku tidak meluangkan waktu untuk menyaksikannya.
"Sejak awal sidang dibuat dengan berbagai kejanggalan dan seolah-olah dilegitimasi oleh para pihak di persidangan. Sehingga, memang saya tidak menggantungkan harapan dalam proses tersebut," kata dia lagi.
Apalagi ada beberapa orang yang menghubunginya dan menyampaikan pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis itu sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Perbedaannya hanya di lamanya masa hukuman.
Apakah setelah ini Novel menyerah atau menempuh jalan lainnya untuk mencari keadilan?
1. Novel tidak ingin menyebut vonis ringan bagi terdakwa menunjukkan koruptor sudah menang

Kendati dua terdakwa hanya divonis satu tahun dan dua tahun bui, namun Novel tidak ingin menyebut bahwa proses persidangan mencerminkan kemenangan para penjahat dan koruptor. Justru proses persidangan dalam kasus penyiraman air keras yang merenggut salah satu indera penglihatannya mencerminkan negara tidak berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi.
"Bila yang terjadi seperti ini, maka serangan terhadap pegawai KPK lainnya termasuk eks pimpinan semakin sulit diungkap. Hal ini membahayakan orang-orang yang tengah berjuang memberantas korupsi," tutur Novel.
Sebab, satu-satunya kasus penyerangan terhadap aparat penegak hukum dan bergulir di pengadilan, namun berakhir dengan sandiwara untuk menutupi aktor intelektual yang sesungguhnya.
"Tujuannya semata-mata untuk melindungi aktor lainnya dan pelaku di atasnya," kata dia lagi.
2. Dua terdakwa dijatuhkan vonis ringan karena telah meminta maaf kepada Novel

Di dalam pertimbangan majelis hakim, salah satu faktor yang meringankan yaitu Rahmat dan Ronny telah meminta maaf kepada Novel dan menyesali perbuatannya. Selain itu, mereka juga belum pernah dihukum sebelumnya. Majelis hakim juga mengakui motif penyerangan terhadap Novel juga disebabkan rasa benci keduanya terhadap penyidik senior di KPK itu.
Bagi Rahmat, vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim memang lebih berat dibandingkan tuntutan JPU yakni satu tahun bui. Tetapi, dari segi keadilan, vonis itu tetap tidak masuk akal bagi Novel. Apalagi waktu yang dibutuhkan hingga kasus ini bergulir di pengadilan mencapai tiga tahun lamanya.
Sedangkan, alasan yang memberatkan menurut hakim dua terdakwa sebagai bagian dari personel Polri justru berbuat tindak kriminal yang berat.
"Terdakwa dianggap telah menciderai Institusi Polri dan tak mencerminkan Bhayangkari Negara," kata dia lagi.
3. Dua pelaku penyiram air keras dinilai majelis hakim tak terbukti berniat sebabkan luka berat

Hal lain yang membuat publik heran yakni majelis hakim menyatakan dua terdakwa tidak terbukti berniat menyebabkan luka berat terhadap Novel, meskipun sebelumnya sudah ada perencanaan sekitar satu bulan. Cairan yang digunakan oleh dua terdakwa pun disebut oleh majelis hakim sebagai air aki dan bukan air keras.
"Perbuatan terdakwa telah menambahkan air aki ke mug yang telah terisi air aki sebenarnya tidak menghendaki luka berat pada diri saksi korban Novel Baswedan sebab jika batin terdakwa ingin menimbulkan luka berat tentu terdakwa tidak perlu menambahkan air ke dalam mug yang merupakan air keras tersebut. Apalagi terdakwa adalah anggota pasukan Brimob yang terlatih melakukan penyerangan secara fisik," kata Ketua Majelis Hakim Djuyamto di pengadilan pada Kamis kemarin.
Lantaran luka berat itu bukan kehendak atau menjadi niat dari dua terdakwa sejak awal, maka unsur penganiayaan berat dalam dakwaan primer, dianggap oleh majelis hakim tidak terpenuhi.