Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PDIP Ungkap Dugaan Pemilu Era SBY Curang, Banyak DPT dan TPS Fiktif

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan DI Yogyakarta Eko Suwanto membenarkan adanya dugaan kecurangan dalam pemilu yang berlangsung di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Benar bahwa terjadi skandal DPT fiktif. Bahkan di Ponorogo selain DPT fiktif itu, mereka yang meninggal kemudian masuk ke dalam daftar pemilih,” kata Eko Suwanto dalam konferensi pers, Senin (18/9/2022).

1. Anak di bawah umur hingga orang yang meninggal terdaftar sebagai pemilih

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Eko menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu pengurus ranting berhak mendapatkan daftar pemilih sementara (DPS) perbaikan, tapi faktanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak memberikan daftar pemilih.

“Anak-anak di bawah umur juga masuk dalam daftar pemilih. Kemudian, selain orang meninggal ada (data) ganda yang identik,” ungkap Eko.

Oleh sebab itu, dia menilai, daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2009 lalu tidak akurat, bahkan terindikasi manipulatif.

“Ini bisa kami buktikan. Bahwa laporan-laporan kami ke Panwaslu maupun ke Bawaslu pada masa itu juga banyak dan pada akhirnya di sidang Mahkamah Konstitusi pun saya juga diberi tugas menjadi saksi salah satunya tentang daftar pemilu yang bermasalah ini,” kata Eko.

Bahkan, menurutnya, DPR juga telah membentuk pansus saat itu dan menyimpulkan bahwa DPT Pemilu 2009 bermasalah. “Dan kesimpulannya benar, DPT-nya bermasalah,” tutur Eko.

2. Ditemukan TPS fiktif pada Pemilu 2009

Ilustrasi pemilih pemula. (IDN Times/Istimewa)
Ilustrasi pemilih pemula. (IDN Times/Istimewa)

Lebih lanjut, Eko menuturkan temuannya, di mana terdapat tempat pemungutan suara (TPS) fiktif di Jawa Timur, Yogyakarata, dan Jawa Tengah.

“Di Desa Tonatan di Kecamatan Ponorogo itu seharusnya ada 11 TPS. Tapi kemudian ada TPS ke-12 dengan jumlah pemilih 544 orang yang tercantum di dalamnya. Kemudian diakui oleh KPU bahwa TPS itu tidak ada. Dan berdasarkan kesepakatan itu, TPS-nya dicoret,” imbuh dia.

3. Hasto bongkar kecurangan pemilu di era SBY

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) (Twitter/@SBYudhoyono)
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) (Twitter/@SBYudhoyono)

Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto juga mengungkap adanya dugaan kecurangan pemilu di zaman SBY. Dia menuturkan, apabila ingin menemukan kecurangan pada Pemilu 2009, maka hanya perlu membongkar kasus Century, khususnya terkait aliran dana yang diduga dipakai untuk kemenangan SBY.

"Ingat bagaimana pembobolan Century, kalau ingin membongkar kecurangan pemilu, ungkap saja kasus Century, khususnya aliran dana talangan untuk kemenangan SBY," ujar Hasto.

Hasto lantas menjelaskan, program bantuan pemerintahan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin) di zaman SBY dimanfaatkan untuk mendongkrak elektoral. Salah satu buktinya, suara Demokrat bisa naik mencapai 300 persen pada pemilu kedua.

"Belanja iklan Demokrat itu juga sangat banyak, di daerah saya di dapil bahkan dulu kita hitung. Menurut AC Nielsen iklan Demokrat mencapai 15,5 miliar per bulan," tutur dia.

Menurut Hasto, strategi kemenangan Demokrat saat itu ialah dengan memadukan cara pemenangan politik model Amerika, Thailand, dan Afrika, yang dirasionalisasikan melalui berbagai politik citra dan bandwagon effect.

"Dalil tim SBY saat itu kan, kemenangan dapat diperoleh sejauh seluruh persyaratan terpenuhi, termasuk penggunaan instrumen negara untuk menang. Ini yang harus dilihat pada tahun 2009, saat itu kami bersama dengan Gerindra yang juga datang ke KPU mempersoalkan hal-hal tersebut," kata Hasto.

Kemudian dia membahas soal sistem pemilu tanpa nomor urut, yang disertai bandwagon effect melalui survei dan pencitraan. Ada pula penggunaan instrumen negara.

"Ini kan model Amerika. Penyusupan agen partai ke KPU, oknum aparatur negara, ini model Afrika. Buktinya kan seperti pak Anas Urbaningrum, ibu Andi Nurpati yang kemudian direkrut ke Partai Demokrat," kata Hasto.

"Kemudian, manipulasi daftar pemilih, itu luar biasa, ini juga zaman Pak SBY. Dimana, di zaman Pak Harto saja, tak pernah melakukan manipulasi DPT. Ini DPT dimanipulasi secara masif. Belanja iklan juga, ini duitnya dari mana?" tambah dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us