Pedagang Warteg: Uang Rp7.500 Dapat Makan Nasi Lauk Orek

Jakarta, IDN Times - Salah satu pedagang warteg di kawasan Jakarta Selatan, Siti Kapsah, menyebut mustahil pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bisa menjalankan program makan siang gratis bergizi, hanya dengan bermodal Rp7.500 per porsi.
Sebab, menurut perempuan 58 tahun itu, uang sebesar itu tidak cukup untuk membeli makanan bergizi.
1. Makanan Rp7.500 cuma dapat nasi dan tempe orek

Siti yang sudah berjualan puluhan tahun itu mengaku bingung saat ditanya, apakah bisa uang Rp7.500 untuk mendapat makanan, berupa nasi dan lauk.
Ia menjelaskan, sebenarnya uang Rp7.500 hanya cukup untuk membeli seporsi nasi, tetapi tidak mendapat lauk bergizi.
Siti pun berpikir, bagaimana cara mengakalinya uang sebesar itu bisa digunakan untuk mendapat lauk bergizi dan sepiring nasi.
"Ya bisa, tapi nasi dan orek tempe saja, paling bisa dikasih kuah. Bingung saya," ucap Siti, sambil geleng-geleng kepala.
2. Idealnya makanan bergizi minimal Rp13 ribu

Siti menyebut, idealnya makanan bergizi bisa didapatkan di wartegnya dengan harga Rp13 ribu. Dengan uang sebesar itu masih memungkinkan mendapat nasi dan beragam jenis ikan.
Sementara, jika ingin makan nasi dengan lauk ayam, harus mengocek uang Rp15 ribu.
"Ya, minimal itulah kalau mau bergizi. Gak mungkinlah kalau Rp7.500," tutur Siti.
3. Prabowo-Gibran bantah isu makan bergizi Rp7.500 per porsi

Sementara, anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Bidang Komunikasi, Hasan Nasbi, membantah mengenai anggaran makan siang gratis menjadi Rp7.500. Dia mengaku heran tiba-tiba muncul angka Rp7.500 untuk anggaran makan bergizi gratis.
"Menurut saya sudah mulai jauh dari kebenaran tentang makan bergizi gratis itu dipatok harganya Rp7.500, tiba-tiba sudah ada angka begitu," ujar Hasan di Media Center Prabowo-Gibran, Jakarta, Jumat, 19 Juli 2024.
Hasan menjelaskan, anggaran Rp71 triliun disiapkan untuk program makan siang bergizi gratis pada 2025. Menurutnya, hal itu juga sudah dibahas bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Jadi ini satu-satunya yang sudah sampai di level kesimpulan, yang lainnya masih dalam proses, nah terkait dengan ketersediaan anggaran 2025 nanti Rp71 triliun, pesan Pak Prabowo itu ada dua, pesannya bahwa harus memenuhi standar ketercukupan gizi. Nah, ini syarat pertama, jadi syarat gizinya harus terpenuhi," ucap dia.
"Dan yang kedua harus dioptimalkan jumlah penerima manfaatnya, karena kan anggaran yang tersedia itu Rp71 triliun. Jadi, nanti dioptimalkan jumlah penerima manfaatnya," sambung Hasan.
4. Menko Airlangga sebut budget makan siang gratis fleksibel, ada opsi Rp7.500

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan hingga saat ini anggaran makan siang gratis masih sesuai dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu Rp71 triliun.
Namun, menurut Airlangga, implementasi program itu bersifat fleksibel atau bisa berubah. Hal ini disampaikan setelah adanya pembahasan tentang pemangkasan anggaran makan siang gratis dari Rp15 ribu menjadi Rp7.500 per anak.
"Nanti implementasi kan punya fleksibilitas. (Tapi) dalam RPABN masih sama (Rp15 ribu)," kata Ketua Umum Partai Golkar itu, ketika ditemui di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa, 16 Juli 2024.
Potensi berubahnya alokasi anggaran makan bergizi gratis atau MBG itu sebelumnya diungkapkan Ekonom Verdhana Sekuritas Heriyanto Irawan, dalam acara Mandiri Market Outlook 2024.
Dalam pembahasan diskusinya dengan tim Prabowo, sempat dibuka opsi untuk memangkas budget makan siang gratis per anak, dari rencana semula dipatok Rp15 ribu per hari. Ini dilakukan untuk menghemat biaya di tengah keterbatasan anggaran negara.
"Setelah dikomunikasikan angka itu Rp71 triliun dan kemudian tugasnya presiden election (terpilih) ke tim ekonominya itu memikirkan, apakah biaya makanan per hari itu bisa gak diturunin lebih hemat dari Rp15 ribu mungkin ke Rp9 ribu, atau ke Rp7.500 kah? Kira-kira begitu," kata Hery dalam acara Market Outlook 2024, Selasa, 16 Juli 2024.
Pemangkasan budget makan siang gratis tersebut juga bertujuan agar program tersebut bisa menyentuh ke seluruh anak yang ada di berbagai daerah.
"Yang saya ambil sebagai hal yang penting adalah pemikiran beliau itu adalah mendorong programnya didalam keterbatasan itu, keterbatasan didalam Rp71 triliun, tidak kemudian mendorong Rp71 triliun ke Rp200 triliun atau Rp300 triliun," ucapnya.