Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perjuangan Linda Gumelar Lawan Kanker Payudara, Kini Jadi Pelita YKPI

Linda Agum Gumelar / IDN Times Dini Suciatiningrum

Jakarta, IDN Times - Hidup ibarat perjalanan di atas laut, kadang airnya tenang, kadang badai datang tanpa aba-aba. Begitu juga kehidupan yang dialami Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2009-2014, Linda Agum Gumelar.

Saat itu senyum hangat seorang perempuan berusia lansia itu menyambut saya saat menyesap teh hangat di sebuah ruang tamu di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan.

Linda muncul dengan aura yang kuat namun lembut. Dengan gaya bicara penuh perhatian, ia mempersilakan saya duduk lebih nyaman, membuat pertemuan ini terasa seperti berbincang dengan seorang sahabat lama.

Siapa yang sangka di balik sosok yang tampak selalu berenergi dan ceria ini, Linda pernah melewati babak hidup yang begitu berat. Ya, 28 tahun yang lalu, istri Menteri Perhubungan Kabinet Gotong Royong (2001-2004) Jenderal (Purn) Agum Gumelar ini divonis kanker payudara.

Kabar tersebut membuat waktu Linda seakan berhenti. Sementara, sang suami saat itu tengah menikmati kesuksesan dalam karier. Begitu juga karier Linda yang sedang moncer dan duduk sebagai anggota DPR dan memimpin organisasi Kowani.

"Waktu itu saya anggota DPR RI, masih aktif di Kowani, Pak Agung masih aktif juga di Mabes TNI, ya. Jadi saya juga aktif di organisasi itu. Zaman itu kan masih agak gimana gitu loh ya. Hati-hati, tabu, orang udah bisik-bisik. Saya anggota DPR kebayang enggak sih? Jadi orang pada bisik-bisik semua, Bu Linda kena angker payudara gitu ya," ungkap Linda pada IDN Times di rumahnya di kawasan Kebayoran belum lama ini.

1. Saat vonis itu datang

Linda Agum Gumelar/Dok YKPI

Sebagai anggota DPR RI dan istri dari seorang perwira tinggi militer, ia menjalani hari-harinya dengan penuh aktivitas dan kebahagiaan. Hingga suatu hari, sebuah benjolan kecil di payudaranya mengubah segalanya.

"Saya ingat waktu itu 1996 hidup saya terasa sempurna,” ucap Linda memulai ceritanya. 

“Benjolan itu tidak sakit, jadi awalnya saya abaikan. Tapi menjelang keberangkatan haji saya yang kedua, saya merasa harus memeriksakannya. Saya khawatir jika ada sesuatu terjadi, suami saya akan kerepotan di Tanah Suci,” kenangnya dengan suara tenang.

Keputusan sederhana untuk memeriksakan diri itu ternyata membawa kabar yang mengejutkan. Hari itu, Linda menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit tanpa didampingi keluarga. Ia pergi dari satu ruang pemeriksaan ke ruang lainnya, hanya ditemani seorang dokter keluarga.

 “Waktu itu saya tidak bilang ke siapa-siapa. Suami saya mengira saya pergi ke pameran seni, anak-anak juga tidak tahu,” ujarnya.

Saat pulang ke rumah menjelang maghrib, ia menyampaikan kabar itu kepada suaminya.

"Suami shock dan kaget. Ya semuanya (keluarga) gak ada yang nyangka, orang saya sehat-sehat ya," katanya.

2. Kanker payudara dianggap tabu dan perjuangan pengobatan

Linda Agum Gumelar/dok YKPI

Malam itu menjadi awal perjalanan panjang Linda melawan kanker. Di tengah stigma kuat terhadap kanker payudara saat itu.

"Di sini saat itu, ngomong kanker payudara, sesuatu yang kayaknya, aduh, itu dianggap tabu dibicarakan, dianggap memalukan, karena payudara, ya," katanya.

Dunia seakan runtuh. Linda mengakui sempat berdiam diri selama kurang lebih 10 hari, karena larut dalam kesedihan. Namun berkat dukungan keluarga, ia pun bangkit dan memacu diri untuk sembuh dengan melakukan pengobatan medis.

"Jadi penting banget sih dukungan dari keluarga. Emang penting banget ternyata untuk breast cancer, atau kanker apapun ya. Itu family support itu penting banget ya," katanya.

Linda memilih menjalani pengobatan di Belanda, mengikuti jejak aktris senior, Rima Melati, yang sembuh setelah berobat di Belanda. 

"Karena memang kalau kanker payudara itu kan berkejaran dengan waktu, ya. Nah, saya pada saat itu masih di ruangan ini, tetap kursinya juga yang itu, udah berpuluh-puluh tahun. Saya teringat Almarhumah Rima Melati yang sembuh karena berobat di Belanda," katanya.

"Jadi saya pikir, kalau memang saya nggak bisa kembali dalam keadaan hidup, ya sudah saya sudah sudah maksimal berjuang untuk saya bisa hidu. Akhirnya kita pergi ke Belanda itu," imbuh Linda.

3. Linda janji mengabdi untuk kanker

Infografis pemeriksaan payudara sendiri atau SADARI (IDN Times/Aditya Pratama)

Namun, proses itu tidak mudah. Linda harus menunggu berhari-hari untuk menjalani pengobatan karena libur Paskah di Eropa. Ia tinggal di sebuah rumah kecil, dikelilingi salju dan pohon tanpa daun, merasakan kehampaan yang sulit digambarkan.

“Di saat-saat seperti itu, saya hanya bisa berdoa. Saya memohon pada Allah, kalau saya diberi kesembuhan, saya akan bekerja untuk kanker payudara. Jadi terus, tapi kan perlu waktu lima tahun, janji saya itu kan saya belum bisa tepati ya. Jadi setelah lima tahun, saya minta izin Pak Agung, apakah boleh saya bikin yayasan? Karena saya janjinya sama Allah, ini bukan main-main ya," katanya.

4. Perhatian pemerintah pada penderita kanker

ilustrasi sel kanker (freepik.com/DesignUni)

Terkait kebijakan pemerintah, Linda menilai ada perhatian dari mulai pembiayaan serta infrastruktur. Puskesmas sudah disediakan WSG dan rumah sakit juga disediakan Mammografi radiologi untuk mendeteksi kanker.

Bahkan, baru-baru ini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meluncurkan buku Rencana Kanker Nasional 2024-2034 sebagai pedoman strategi komprehensif untuk memerangi kanker.

"Tapi paling gak bagi kami itu suatu kebahagiaan tersendiri bahwa ada perhatian. Jadi dari sisi pemerintah sih perhatiannya sekarang cukup besar ya. Perlu ada rencana aksi nasional khusus untuk kanker payudara. Ini yang kita coba karena salah satu strateginya kan ada tentang kemitraan dan ada promotif preventif," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Dini Suciatiningrum
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us