Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perludem Desak DPR dan Pemerintah Rampungkan Revisi UU Pemilu di 2026

ilustrasi pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Proses revisi UU Pemilu kompleks dan butuh waktu panjang
  • RUU Pemilu harus rampung sebelum seleksi penyelenggara pemilu pada akhir 2026
  • Banyak pasal dalam RUU Pemilu yang harus diubah, termasuk ambang batas parlemen dan presiden
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) harus bisa diselesaikan pada 2026 mendatang.

Peneliti Perludem, Haykal menilai, meski Pemilu 2029 terhitung masih sekitar tiga tahun lagi, namun 2026 merupakan masa yang sangat krisis dalam proses RUU Pemilu.

"Kami melihat saat ini adalah waktu yang sangat kritis bagi proses revisi UU Pemilu," kata dia kepada IDN Times, Senin (15/12/2025).

1. RUU Pemilu proses yang sangat kompleks dan butuh waktu panjang

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU dan Bawaslu (10/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU dan Bawaslu (10/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Haykal mengatakan, sudah semestinya RUU Pemilu dibahas jauh-jauh hari karena sangat kompleks dan membutuhkan waktu panjang.

"Sebab, dengan substansi UU yang sangat kompleks, DPR dan pemerintah hanya punya waktu yang sedikit untuk melakukan penyusunan dan pembahasan UU," tuturnya.

2. RUU Pemilu harus rampung sebelum seleksi penyelenggara pemilu

Komisioner KPU menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (4/9/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Komisioner KPU menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (4/9/2024) (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Menurut Haykal, idealnya RUU Pemilu bisa selesai sebelum proses seleksi penyelenggara pemilu yang jatuh pada akhir 2026. Mengingat periodesasi jabatan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) saat ini akan purnatugas pada 2027.

"Salah satu agenda kepemiluan yang terdekat adalah seleksi penyelenggara pemilu (akhir 2026), maka seharusnya UU ini sudah selesai dan disahkan sebelum waktu tersebut," tuturnya.

"Tidak ada waktu lagi untuk terus menunggu dan bagi kami, pemerintah sudah harus bersiap-siap juga seandainya proses penyusunan di DPR belum juga bisa dimulai," sambung dia.

3. Banyak isu dalam pasal yang harus diubah

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU dan Bawaslu (10/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU dan Bawaslu (10/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, Haykal menerangkan, banyak pasal yang harus diperbarui dalam RUU Pemilu. Mahkamah Konstiusi (MK) sendiri beberapa kali mengeluarkan putusan tentang pemilu, di antaraya soal ambang batas parlemen (parliamentary threshold), ambang batas presiden (presidential threshold), serta pemisahan pemilu tingkat nasional dan daerah.

"Untuk pasal tentu ada banyak, tapi beberapa hal yang sudah ada putusan MK-nya maka itu harus dipatuhi oleh pembentuk undang-undang. Misalnya, pemisahan pemilu serentak nasional-serentak daerah, ambang batas parlemen, ambang batas pencalonan presiden, dan sebagainya. Lalu kami juga mendorong adanya perbaikan sistem seleksi penyelenggara dan penataan ulang tahapan pemilu," imbuh dia.

Sebelumnya, Komisi II DPR RI memastikan mulai mempersiapkan rangkaian awal pembahasan RUU Pemilu pada Januari 2026. Proses pembahasan ini akan melibatkan partisipasi publik.

"Nanti per Januari kami akan memanggil kelompok-kelompok dan masyarakat yang selama ini memiliki concern dan kepedulian terhadap pemilu, agar kami mendapatkan insight, masukan pikiran, dan seterusnya," kata Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda kepada awak media, Selasa (9/12/2025).

Pria yang akrab dipanggil Rifqi itu menegaskan, pembahasan RUU Pemilu akan terbuka dan transparan.

"Kami akan mendahuluinya dengan hearing dengan sebanyak mungkin masyarakat, agar apa yang disebut oleh Mahkamah Konstitusi sebagai meaningful participation atau partisipasi yang bermakna itu bisa kami lakukan," tutur dia.

"Kami tidak mau offside, kami tidak boleh mendahului dari apa keputusan politik yang tentu akan dirembukkan oleh delapan partai politik yang ada di DPR, dan itu nanti pada waktunya pasti kami jamin jika itu dilakukan di Komisi II akan dibahas dengan sangat terbuka, dengan transparan, dan tidak ada yang ditutup-tutupi," imbuhnya.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Buruh Portugal Mogok Kerja, Aktivitas Publik Lumpuh

15 Des 2025, 11:30 WIBNews