Skandal Korupsi Pertamina, Bermula dari Kualitas BBM Jelek

- Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengungkapkan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang di PT Pertamina bermula dari laporan masyarakat terkait kualitas minyak yang buruk.
- Laporan soal minyak berkualitas jelek menjadi salah satu pintu masuk dalam penyelidikan kasus ini, dan informasi diperoleh dari berbagai sumber termasuk laporan media dan masyarakat di daerah.
Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar membeberkan, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang di PT Pertamina bermula dari laporan masyarakat terkait kualitas minyak yang buruk.
Dia menjelaskan bahwa informasi tersebut dikumpulkan dan dikaji lebih lanjut sebelum akhirnya dilakukan penyelidikan.
“Nah, jadi gini, kan kemarin juga aku udah terangkan, kita kan selalu melakukan pengamatan, penggambaran, bahkan surveillance ya, terhadap isu-isu yang ada di masyarakat. Termasuk kenaikan-kenaikan harga BBM, sama seperti kasus-kasus lain. Nah, itu dikaji tuh,” ujar Harli, Rabu (26/2/2025) malam.
1. Minyak berkualitas jelek

Ia menjelaskan, laporan soal minyak berkualitas jelek menjadi salah satu pintu masuk dalam penyelidikan kasus ini.
“Nah, lalu dihubungkan dengan, katakan misalnya, soal yang itu tadi, yang informasi terkait soal di masyarakat ada, apa namanya itu? Kualitas jelek, misalnya. Nah, itu kita kumpulin. Nah, kenapa sih? Kenapa harus jelek? Di mana ini? Nah, itu yang kita trace,” bebernya.
2. Laporan dari media

Terkait wilayah yang terindikasi dalam kasus ini, Harli menyebut bahwa informasi diperoleh dari berbagai sumber, termasuk laporan media dan masyarakat di daerah.
“Nah, kalau wilayah-wilayah kan kita kan bisa dari berbagai sumber. Ada dari media, ada dari laporan, apa namanya, dari di daerah,” jelasnya.
3. Jadi bahan penyelidikan

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa laporan soal kualitas minyak yang buruk bukan hanya sekadar isu, tetapi juga menjadi bahan kajian mendalam bagi penyidik.
“Kan jadi ini kan awal nih. Ya kan? Kan tadi pertanyaannya kan awal. Nah, awalnya itu kita masuknya dari situ, lalu dibuat telaahannya, kemudian dilakukan penyelidikan,” ujar Harli.
5. Kerugian negara Rp193,7 triliun selama satu tahun

Harli mengungkapkan, kerugian dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang PT Pertamina (Persero) mencapai Rp193,7 triliun selama satu tahun atau selama 2023.
Dia mengatakan angka tersebut masih bersifat sementara dan kemungkinan bisa lebih besar, tergantung pada perhitungan akhir dari para ahli keuangan.
“Nah, di beberapa media kita sampaikan bahwa yang dihitung sementara, kemarin yang sudah disampaikan di rilis, itu Rp193,7 triliun. Itu tahun 2023,” ujar Harli.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kerugian ini dihitung berdasarkan lima komponen utama yang sebelumnya telah dipaparkan. Namun, perlu dilakukan pengecekan lebih lanjut untuk memastikan apakah modus yang sama juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, seperti 2018, 2019, dan seterusnya.
“Misalnya, apakah setiap komponen itu di 2023 juga berlangsung di 2018, 2019, 2020, dan seterusnya? Kan ini juga harus dilakukan pengecekan. Misalnya, apakah kompensasi itu berlaku setiap tahun? Apakah subsidi misalnya tetap nilainya setiap tahun? Nah, itu barangkali pertimbangannya. Nah, apakah ahli nanti bisa men-trace ke 2018? Nah, itu,” kata Harli.