Pilkada Pandeglang Digugat, Ungkap Dugaan Bekingan Dewi-Iing

Jakarta, IDN Times - Kemenangan pasangan calon nomor urut dua, Raden Dewi Setiani dan Iing Andri Supriadi di Pilkada Pandeglang 2024 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilayangkan paslon nomor urut satu, Fitron Nur Ikhsan dan Diana Drimawati Jayabaya sebagai pemohon.
Gugatan tersebut teregister dengan perkara nomor 160/PHPU.BUP-XXIII/2025.
Kuasa hukum pemohon, Muhtar Latief, mengatakan, gugatan itu dilayangkan mengenai dugaan kecurangan berupa nepotisme, bekingan, kecurangan, praktik money politics, intimidasi, kekerasan, Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah, pengerahan Aparatur Sipil Negara (ASN), penggelembungan suara, serta penyalahgunaan jabatan, fasilitas, dan anggaran negara.
Pemohon lantas menyinggung korelasi antara Dewi-Iing dengan Bupati Pandeglang. Dewi diketahui merupakan adik ipar dari Bupati Pandeglang.
"Dalam proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pandeglang Tahun 2024, ternyata telah banyak terjadi pelanggaran baik yang dilakukan oleh penyelenggara maupun yang dilakukan oleh pasangan nomor urut dua, terlebih lagi Calon Bupati Nomor Urut 2, Dewi Setiani merupakan adik ipar dari Bupati Pandeglang yang saat ini
masih menjabat," kata Muhtar saat membacakan dalil permohonan di ruang sidang Panel II sengketa hasil Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2025).
Pelanggaran yang terjadi di antaranya terkait dengan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistemasis, dan masif (TSM), seperti mobilisasi ASN secara masif yang digunakan sebagai perangkat pemenangan. Diketahui, semua eselon II menjadi pembina wilayah (binwil) yang membina wilayah di setiap kecamatan dan selanjutnya berjenjang ke tingkat desa, baik kepala desa, RT, RW dan kader posyandu di seluruh wilayah Kabupaten Pandeglang.
Pengorganisasian tersebut dilakukan dengan mengerahkan sumber daya struktural, pendanaan, program dan intimidasi berjenjang sampai ke tingkat TPS. Dengan menggunakan perangkat ASN yang di bagi dalam jenjang di setiap pemenangan.
"Bahwa perangkat ASN di Kabupaten Pandeglang dalam menjalankan struktur pemenangan pasangan calon nomor urut 2 selalu menggunakan intimidasi dengan menyebutkan bahwa calon ini telah mendapat perintah tegak lurus sampai ke tingkat provinsi (Calon Gubernur Banten) dengan istilah tegak lurus," ucap Muhtar.
"Bahwa doktrin tegak lurus ini dikuatkan dengan adanya dugaan kuat kehadiran aparat penegak hukum dengan tujuan untuk mengintimidasi apabila struktur yang di konsolidasi tidak mentaati rencana dan program pemenangan," sambung dia.
Muhtar mengatakan, strategi pemenangan di tingkat TPS dilakukan dengan cara membedah DPT yang mereka sebut sebagai DPTL atau (Daftar Pemilih Tegak Lurus).
Selain itu, pemohon juga menyoroti hubungan Dewi dengan Calon Gubernur Banten terpilih, Achmad Dimyati Natakusumah.
"Istilah atau satu paket antara calon bupati dan wakil bupati nomor urut 2 serta calon gubernur dan wakil gubernur Banten nomor urut 2. Calon Bupati Nomor Urut 2, R. Dewi Setiani merupakan adik kandung dari Calon Wakil Gubemur Banten Nomor urut 2, Achmad Dimyati Natakusumah. Daftar pemilih tegak lurus tersebut dibedah dan dipetakan untuk selanjutnya dilakukan intimidasi bagi daftar pemilih yang tidak patuh dengan menggunakan kekuatan organisasi perangkat daerah di tingkat desa," kata dia.
Organisasi terstruktur inilah yang dianggap digunakan untuk melakukan serangkaian kegiatan sebelum pencoblosan dengan mempengaruhi pemilih, baik melalui program kampanye maupun pemberian sembako dan penekanan.
Organisasi ini juga disebut secara masif mempengaruhi pemilih menjelang pencoblosan dengan pemberian uang secara merata 60 persen dari DPT yang kemudian uang itu senilai Rp50 ribu hingga Rp70 ribu bagi setiap pemilih.
"(Politik uang) secara leluasa dibagikan karena merasa mendapat jaminan dari Bawaslu dan aparat penegak hukum, upaya intimidasi sepanjang masa kampanye tersebut menimbulkan rasa takut bagi masyarakat dan memberikan keleluasaan pasangan calon nomor urut dua untuk melakukan serangkaian pelanggaran," kata Muhtar.
"Hal ini dikuatkan dengan ketika serangkaian pelanggaran yang dilakukan kemudian tidak ditindaklanjuti secara adil oleh Bawaslu dan Gakumdu bahkan banyak dari masyarakat takut untuk melaporkan terkait pelanggaran-pelanggaran yang secara masif dilakukan oleh pasangan calon nomor urut dua," ucap dia.