Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Polemik Orang Tua Culik Anak Kandung, Pemerintah Diminta Revisi UU

Ahli Hukum Pidana, Ahmad Sofian (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Ahli hukum pidana menilai UU Perlindungan Anak perlu direvisi setelah Putusan MK Nomor 140 Tahun 2023 terkait Pasal 330 UU Perlindungan Anak yang menyatakan parental abduction adalah tindak pidana.
  • Ketentuan penculikan anak oleh orang tua kandung berpotensi tidak berlaku lagi di awal tahun 2026 karena KUHP baru. Pemerintah diminta segera merevisi UU Perlindungan Anak untuk memasukkan ketentuan itu.

Jakarta, IDN Times - Ahli hukum pidana, Ahmad Sofian menilai pemerintah perlu merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hal itu menyusul adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 140 Tahun 2023 terkait Pasal 330 UU Perlindungan Anak yang menyatakan penculikan anak oleh orang tua kandung (parental abduction) adalah tindak pidana.

Sofian menyoroti bahwa putusan MK itu hingga saat ini, belum diakomodasi.

"Karena harusnya setelah Putusan MK itu menurut pandangan saya pemerintah segera melakukan revisi terhadap UU Perlindungan Anak, UU Nomor 23 Tahun 2002 juncto Nomor 35 Tahun 2014 yang memasukkan pasal yang menyatakan bahwa membawa lari anak yang dilakukan oleh salah satu orang tua kandung di mana dia bukan pemegang hak asuk anak berdasarkan keputusan pengadilan adalah kejahatan atau tindak pidana," kata dia dalam acara diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).

1. Putusan MK berpotensi tidak berlaku karena ada KUHP baru

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Di sisi lain, kata Sofian, ketentuan penculikan anak oleh orang tua kandung adalah tindak pidana berpotensi tidak akan berlaku lagi di awal tahun 2026.

"Jadi KUHP kita yang pasal 330 itu akan tidak berlaku lagi tahun depan karena kita punya KUHP baru Per tanggal 2 Januari 2026. Artinya keputusan MK itu jadi dia tidak berlaku lagi kenapa? Karena yang di-review adalah pasal 330 KUHP yang berlaku saat ini. Tahun depan kan sudah tidak berlaku lagi," ucapnya.

"Karena itu kami, saya sebagai ahli hukum pidana menyatakan bahwa pemerintah Prabowo yang sekarang ini harus segera melakukan revisi terhadap UU Perlindungan Anak untuk memasukkan ketentuan itu," sambung dia.

2. Ibu-ibu lapor ke wapres soal orang tua kandung culik Anak

(IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam acara diskusi itu, dilanjut dengan sejumlah ibu yang merupakan korban dari parental abduction membuat laporan ke Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka. Aduan itu dilayangkan melalui kanal Lapor Mas Wapres di Istana Wapres, Jalan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat.

Ibu sekaligus korban dari penculikan anak oleh orang tua kandung, Angelia Susanto mengisahkan kejadian yang dialaminya sekitar lima tahun yang lalu. Anaknya bernama Enrico Johannes Susanto Carluen atau yang akrab disapa EJ diculik secara paksa oleh mantan suaminya yang merupakan warga negara asing (WNA) Filipina. Saat ini Angelia tidak tahu di mana posisi anak dan mantan suaminya.

Angelia selama anaknya hilang berupaya mencari keadilan dengan menempuh berbagai jalur hukum. Namun usahanya tak juga menemukan hasil. Bahkan ia mengaku pernah mengadukan masalah ini secara langsung kepada Presiden Ketujuh RI, Joko "Jokowi" Widodo.

"Saya tidak tahu, bahkan mereka dibawa ke mana, data di imigrasi tidak ketemu. cuma saya curiga mantan suami saya, karena sejak anak saya hilang, dia juga menghilang bersama. Suami saya WNA Filipina," kata dia kepada awak media sembari membawa spanduk di lokasi.

3. Minta pemerintah serius tangani masalah parental abduction

(IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Angelia bersama ibu lainnya, meminta kepada pemerintah melalui Gibran agar menganggap serius masalah penculikan anak oleh orang tua kandung. Ia mengatakan, anak-anak yang diculik itu seharusnya mendapatkan hak kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun yang terjadi justru anak dan ibu menjadi korban.

Terlebih, mayoritas orang tua yang memutuskan berpisah dilatarbelakangi dengan adanya kekerasan dari suami terhadap istrinya. Meski secara hukum hak asuh anak telah diputuskan, namun justru dilanggar dengan menculik secara paksa.

"Supaya Mas Wapres menganggap serius masalah parental abduction, terutama ibu-ibu yang dipisahkan secara paksa dari anaknya yang masih di bawah umur. Anak di bawah umur harusnya bersama dengan ibu dengan tidak dibatasi akses oleh ayah," ucap dia.

"Yang terjadi adalah ayah setelah perceraian memaksa menculik atau merebut anak dan tidak kasih akses sama sekali ke ibunya. Jadi anak tidak bisa dapat kasih sayang kedua orang tua. korbannya anak dan ibu," sambung Angelia.

Lebih lanjut, Angelia mengungkap, sebenarnya ada banyak korban dari parental abduction yang tidak berani buka suara ke publik. Mereka khawatir jika bersuara justru semakin dipersulit untuk bertemu dengan anaknya.

"Jadi memang ada ibu-ibu yang kemudian memang kalau mereka tampil ke publik. Kemudian diancam bahwa makin dipersulit untuk ketemu anak. Ini terutama untuk ibu-ibu yang masih di Indonesia, yang mereka bisa ketemu anak tapi terbatas banget, masih bisa video call, telpon tapi begitu mereka bersuara akses itu ditutup. Atau diancam kalau ke media nanti anaknya gak disekolahin, misalnya. Itu yang akhirnya membuat ibu-ibu tidak berani muncul," imbuh dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us