Polri: Gugatan Adelin Lis ke MK Bentuk Ketidakpuasan ke UU Tipikor

- Gugatan Adelin Lis merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap penerapan hukum oleh aparat penegak hukum dan putusan hukum dalam perkara konkret.
- Polri menilai MK tidak berwenang membuat UU baru, gugatan materiil UU Tipikor yang diajukan oleh Adelin Lis dinilai kurang tepat.
- KPK dan MA diminta menyerahkan keterangan mengenai pasal 14 UU Tipikor secara tertulis untuk mempercepat proses sidang di MK.
Jakarta, IDN Times - Gugatan materiil terhadap Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang diajukan oleh eks narapidana Adelin Lis kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin, 13 Oktober 2025. Di sidang kemarin seharusnya turut dihadiri Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun keduanya absen.
Sidang hanya dihadiri oleh Polri sebagai pihak terkait. Alhasil, sidang hanya mendengarkan keterangan dari pihak Polri yang dibacakan oleh Brigjen Pol Veris Septiansyah.
Di dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 123/PUU-XXIII/2025 itu, Adelin mempermasalahkan pasal 14 di dalam UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999, yang berbunyi: 'Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi, berlaku ketentuan di dalam undang-undang ini.'
Melalui gugatannya, Adelin meminta kepada hakim konstitusi agar menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UU NRI 1945. Namun, Veris mengatakan, pasal 14 justru merupakan upaya luar biasa dari pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai jembatan yang menjamin konsistensi dalam penegakan hukum, tindak pidana korupsi dan sektoral, dan penguatan asas remedium yang memastikan tidak ada pelaku tindak pidana korupsi terbebas dari perbuatannya dengan dalih perbuatan yang dilakukan adalah pelanggaran yang terdapat dalam undang-undang yang diatur di luar UU Tipikor tersebut.
Ia menambahkan, penerapan pasal 14 UU Tipikor menggunakan asas sistemik spesialis atau kekhususan sistematik. "Penerapan pasal ini mengindikasikan bahwa ketentuan hukum yang khusus dapat berlaku atas ketentuan umum meskipun ada peraturan lain yang juga bersifat khusus," kata Veris yang dikutip dari risalah persidangan pada Selasa (14/10/2025).
1. Gugatan Adelin Lis terhadap UU Tipikor merupakan bagian dari ekspresi ketidakpuasan

Brigjen Veris memandang gugatan Adelin terhadap UU Tipikor pasal 14 bukan menyangkut persoalan inkonstitusionalitas norma.
"Ini lebih merupakan ekspresi dari ketidakpuasan terhadap penerapan hukum oleh aparat penegak hukum dan putusan hukum dalam perkara konkret," ujar Veris.
Selain itu, kata jenderal bintang satu di Polri itu, pasal 14 pada dasarnya bersifat normatif atau regeling yang berlaku umum dan abstrak serta telah melalui pengujian konstitusional sebelumnya oleh MK melalui sejumlah putusan. Dua di antaranya yang ikut disebut adalah putusan MK nomor 003/PUU-IV/2006, dan putusan MK nomor 25/PUU-XIV/2006.
"Di dalam dua putusan itu (pasal 14) tetap dinyatakan konstitusional dengan batasan-batasan interpretatif tertentu. Adapun kerugian konstitusional yang didalilkan oleh pemohon (Adelin Lis) dalam perkara a quo sejatinya bukan merupakan persoalan konstitusional norma, melainkan persoalan implementasi norma," tuturnya.
2. Polri nilai MK tidak berwenang membuat UU baru

Brigjen Veris juga menjelaskan, gugatan materiil UU Tipikor yang diajukan oleh Adelin Lis dinilai kurang tepat, bahkan secara formil, pengajuan gugatan tersebut tidak sesuai. Pertama, kata Veris, hal itu lantaran tidak menyentuh aspek norma yang bersifat diskriminatif dan inkonstitusional.
"Kedua, lebih merupakan keluhan terhadap tindak lanjut yudisial yang bersifat kasuistik dan tidak berdampak langsung terhadap keberlakuan norma bagi seluruh warga negara," kata Veris.
Ketiga, menyasar norma bersifat umum, abstrak, dan preventif yang justru sangat penting bagi keberlangsungan sistem pemberantasan tindak pidana korupsi yang efektif dan konsisten. Keempat, hal ini bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai negatif legislator dalam pengujian undang-undang untuk membuat norma baru seperti yang tertulis di dalam petitum pemohon.
"Dengan demikian dan mempertimbangkan hal-hal tersebut, Polri berpendapat pasal 14 UU Tipikor masih sejalan dengan prinsip-prinsip konstitusi. Khususnya asas equlity before the law dan due process of law," tutur dia.
3. KPK dan MA diminta menyerahkan keterangan secara tertulis

Sementara, untuk pihak yang absen, yakni KPK dan MA diminta untuk menyerahkan keterangan mengenai pasal 14 UU Tipikor secara tertulis. Sebab, hakim konstitusi tidak ingin sidang menjadi berlarut-larut.
"Untuk penyerahan kesimpulan, sekalian untuk mahkamah akan memberitahukan ke MA dan KPK untuk penyerahan kesimpulan hingga tanggal 21 Oktober 2025. Jadi, 7 hari kerja sejak sidang terakhir ini," kata Ketua MK, Suhartoyo.
Gugatan eks narapidana Adelin Lis masuk ke MK sejak Juli 2025 lalu. Ia menggugat penggunaan pasal 14 UU Tipikor karena dinyatakan bersalah telah melakukan perbuatan rasuah. Dia mengatakan dirinya diputus bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor 68 K/PID.SUS/2008.
Adelin sebelumnya merupakan buronan kasus pembalakan liar hutan di Mandailing Natal. Tetapi, ia dibebaskan usai menjalani vonis 10 tahun bui dan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp105 miliar. Ia menghirup udara bebas pada 6 September 2025 lalu.