Rusaknya Etika Politik Jokowi Usai Nyatakan Presiden Boleh Kampanye

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah menyatakan presiden dan wakil presiden boleh kampanye, mendukung salah satu calon presiden-calon wakil presiden. Hal itu diungkapkan Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
"Semua itu pegangannya aturan, kalau aturan boleh silakan, kalau aturan boleh silakan, kalau aturan tidak boleh, tidak, sudah jelas itu. Jangan presiden tidak boleh (berkampanye), boleh berkampanye, boleh. Tapi kan dilakukan atau tidak dilakukan terserah individu masing-masing," ujar Jokowi.
Menurutnya, aturan yang melarang adalah presiden tak boleh berkampanye menggunakan fasilitas negara.
"Ya boleh saja saya kampanye, tapi yang penting tidak gunakan fasilitas negara," sambungnya.
1. Jokowi kembali tegaskan presiden boleh kampanye dua hari kemudian

Dua hari setelah pernyataan pertamanya, Jokowi kembali menyampaikan kalau presiden boleh berkampanye. Bahkan, Jokowi mencetak aturan kampanye itu menggunakan kertas besar.
Kertas yang dibawa Jokowi itu bertuliskan "UU Nomor 7 Tahun 2017 (tentang Pemilihan Umum) Pasal 299 Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye".
"Itu kan ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak? Saya sampaikan ketentuan dari aturan perundang-undangan. Ini saya tunjukin Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2017, jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye," ujar Jokowi dalam pernyataannya yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024).
2. Rusaknya etika Jokowi

Penyataan Jokowi tersebut sontak menimbulkan pro kontra. Pengamat politik, Airlangga Pribadi Kusman, mengatakan pernyataan Jokowi presiden boleh kampanye merupakan masalah etika serius.
“Pilpres 2024 diawali dengan persoalan etika, dengan kemunculan Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat cawapres, yang notabene adalah anak dari Presiden Jokowi sendiri. Maka apa yang disampaikan Jokowi ini menjadi masalah etika politik serius,” ujar Airlangga dalam keterangannya, Rabu (24/1/2024).
Meski demikian, Airlangga mengakui, endorsment dari presiden ke salah satu kandidat di masa pilpres boleh dilakukan. Namun, dalam politik modern, terutama di negara yang memiliki sistem republik, etika juga harus dijunjung tinggi.
Terlebih, pemerintahan Presiden Jokowi sedang disorot mengenai netralitas aparat di masa Pilpres 2024.
“Hal-hal seperti ini, alih-alih menyatukan bangsa, keberpihakan Jokowi justru mempertajam polarisasi masyarakat. Apalagi jika berpihak kepada paslon pelanggar etika,” kata dia.
Airlangga mengatakan, bila Jokowi sudah melakukan kampanye, polarisasi masyarakat dapat terbentuk.
Hal serupa disampaikan pakar hukum tata negara Feri Amsari. Dia menyatakan, pernyataan Jokowi bisa merusak etika.
"Problematikanya bukan problem normatif peraturan perundang-undangan, problemnya adalah kerusakan etika dan moral karena presiden, satu akan mendukung anaknya,” ujar Feri dalam keterangannya, Rabu (24/1/2024).
Feri menilai, tak ada etika dan moral yang bisa dipegang oleh Jokowi meski presiden merupakan jabatan politik.
“Inikan kerusakan etika berpolitik, berpartai, dan letak kesalahan pada panggilan etika dan moral,” ucap dia.
3. Jokowi dikritik karena bicara politik praktis di markas TNI

Sementara itu, analis militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, mengkritik Presiden Jokowi yang dikelilingi petinggi TNI saat menyatakan presiden boleh berkampanye, mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Pernyataan Jokowi disampaikan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Ketika itu, di belakang Jokowi ada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang juga menjadi calon wakil presiden. Kemudian, Jokowi juga dikelilingi elite TNI, mulai dari Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo, dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali.
"Itu nggak mungkin nggak sengaja, by design. Saya marah, apa kamu pernah ngomong sama perwira di belakang sana mereka boleh dijadikan pajangan seperti itu yang seolah menyatakan kepada rakyat bahwa TNI di belakang saya. Itu kan bahasa komunikasi," ujar Connie dalam diskusi 'Pemilu Curang Menyoal Netralitas Presiden hingga Laporan Kemhan ke Bawaslu', yang disiarkan di kanal YouTube PBH-Nasional, Kamis (25/1/2024).
4. Istana sebut belum ada agenda Jokowi kampanye

Kendati demikian, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, Presiden Jokowi hingga kini belum ada jadwal kampanye.
"Meskipun diperbolehkan Undang-Undang Pemilu, sampai saat ini Presiden Jokowi belum ada rencana berkampanye," ujar Ari kepada wartawan, Minggu (28/1/2024).
Ari mengatakan, Presiden Jokowi masih fokus melakukan kunjungan kerja ke daerah.
5. Jokowi ngaku sudah diajak Kaesang untuk kampanye

Jokowi sendiri mengaku sudah diajak oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, untuk ikut kampanye. Namun, Jokowi tak menegaskan kalau dirinya mau ikut kampanye atau tidak.
"Oh iya, saya sudah diajak bolak-balik (untuk kampanye), tapi sekali lagi, saya menyampaikan ketentuan undang-undang saja, Undang-Undang Pemilu saja, sudah ramai ya," ujar Jokowi di Magelang, Senin (29/1/2024).
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga ditanya terkait kapan akan ikut mengkampanyekan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Gibran dan Kaesang merupakan dua putra Jokowi.
"Wong ada pertanyaan, ya kan? Saya menyampaikan ketentuan undang-undang saja sudah ramai," kata dia.
6. Jokowi seharusnya kampanye di dalam hati saja

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, Jokowi tidak seharusnya menyatakan boleh berkampanye. Menurutnya, Jokowi seharusnya berkampanye di dalam hati saja.
"Jokowi tidak bisa bilang, dia berhak berkampanye. Dia berhak berpolitik, iya, silakan, tetapi ya dalam hati saja. Bukan dengan segala macam gestur-gestur," kata dia