Saat Kartun Dilarang Tayang Namun Sinetron Bebas Berkeliaran

Buat kamu yang lahir di tahun 1990-an pasti tidak asing dengan berbagai kartun yang sangat menghibur dari pagi hingga siang hari. Nggak jarang bahkan kita bela-belain bangun pagi di hari minggu demi menonton kartun agar tidak ketinggalan satu episode pun dari kartun favorit kita. Buat anak cowok, pasti nggak asing dengan serial kartun Dragon Ball, Ultraman, Beyblade, Power Rangers, Naruto, hingga One Piece. Para anak perempuan juga tidak akan ketinggalan dengan serial Barbie, Doraemon, Chibi Maruko Chan, Pokemon hingga Detective Conan. Atau kartun yang tidak jarang membuat kita tertawa terbahak seperti Sinchan juga tidak akan terlewatkan.

Kini, perlahan tapi pasti berbagai serial kartun yang menghibur kita dulu mulai menghilang. Semuanya digantikan oleh acara musik yang justru kebanyakan menampilkan kekonyolan para host yang kurang mendidik. Bahkan acara kartun kesukaan kita justru "kalah pamor" dan harus digantikan dengan FTV yang hanya menampilkan kisah drama percintaan yang dirasa kurang pantas untuk ditonton anak dibawah umur.
Lalu, apa sebenarnya alasan dari "dihapuskannya" beberapa kartun favorit kita? Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai salah satu badan utama yang bertugas untuk mengawasi berbagai tayangan di televisi nasional ternyata memiliki pandangan lain. Beberapa kartun seperti Dragon Ball, Crayon Shinchan, dan Tom & Jerry dianggap oleh KPI sebagai tayangan yang tidak layak ditonton karena mengandung unsur kekerasan.

Alasan tersebut kemudian mendapat banyak kritikan. Hal ini karena tidak adanya bukti pasti bahwa adanya unsur kekerasan di kartun tersebut yang kemudian membawa dampak psikologis buruk bagi anak-anak. Berbeda ketika adanya tayangan Smack Down yang kemudian memberi dampak benar-benar buruk terjadinya beberapa kasus tindak kekerasan oleh anak-anak di bawah umur.
Namun kita tentu memiliki pandangan bahwa KPI tidak memiliki bukti bahwa acara-acara kartun tersebut memiliki dampak buruk bagi anak-anak. Yang terjadi justru sebaliknya, dalam tayangan Dragon Ball yang dikatakan oleh KPI mengandung unsur kekerasan justru banyak menjadi idola karena sifatnya yang pantang menyerah dan selalu berjuang. Tidak sedikit banyak anak muda yang menjadikan tokoh-tokoh kartun tersebut untuk dijadikan model dalam menggambar anime yang kemudian memiliki nilai seni tinggi.

Tentu KPI juga tidak seharusnya menutup mata atas beberapa siaran lainnya yang masih buruk dimata masyarakat. Seperti sinetron yang hanya mengandalkan adegan percintaan atau acara musik yang hanya menjadi ajang gosip dan candaan yang sifatnya menghina orang lain. Kita memiliki pandangan dan KPI juga memiliki pandangan berdasarkan pertimbangannya sendiri.

Beberapa tayangan seperti Adit Sopo Jarwo dan Laptop Si Unyil juga di apresiasi oleh KPI karena memberikan tayangan edukasi yang bermanfaat bagi anak-anak Indonesia. Semoga saja ini benar-benar untuk kebaikan anak Indonesia secara keseluruhan, bukan karena bisnis semata. Karena di tangan anak-anak inilah masa depan bangsa ini berada.