Sambangi KPU, Nasaruddin Umar Yakin Politik Identitas Reda pada 2024

Jakarta, IDN Times - Majelis Tinggi Agama (MTA) yang diwakili oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar menyambangi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat (19/5/2023). Ia berharap emosi keagamaan tidak dilibatkan terlalu jauh di dalam memperjuangkan kepentingan jangka pendek. Kepentingan yang dirujuk oleh Nasaruddin tak lain agar kandidat yang didukung bisa menang Pemilu 2024.
"Ini sebuah tradisi baru yang akan kami lakukan yakni membangun kerja sama Majelis Tinggi Agama (MTA) dengan KPU. Saya kira ini belum pernah dilakukan sebelumnya," ungkap Nasarudin di kantor KPU, Jakarta Pusat.
Ia menambahkan pesta demokrasi tiap lima tahun itu jangan sampai mengganggu harmoni antar umat beragama. Baik itu di internal agama tersebut atau antar agama tersebut.
"Jadi, para pimpunan umat beragama akan memberikan semacam direction kepada anggota-anggota majelis kami sampai di tingkat daerah supaya ikut memberikan kematangan beragama dan dalam menghadapi pesta politik ini jangan sampai melibatkan emosi terlalu jauh," tutur dia.
Meski begitu, Nasaruddin mengakui tidak bisa sepenuhnya melarang penggunaan bahasa agama dalam kegiatan kampanye. Namun, hal tersebut tetap perlu diatur.
"Ada prinsip dasar yang harus kita pegang bersama bahwa kita ini seperti yang disampaikan oleh Ketua KPU, harus diingat bahwa kita satu bangsa, sehingga tak boleh mencabik-cabik persaudaraan kita sebagai satu anak bangsa," ujarnya lagi.
1. Kiai dan ulama siap imbau peserta pemilu dan masyarakat agar tak berkampanye di rumah ibadah

Lebih lanjut, Nasaruddin mengatakan terkait kampanye politik di rumah ibadah sudah jelas dilarang. Hal tersebut diatur di dalam undang-undang pemilu. Ia pun bersedia mendukung keputusan KPU terkait larangan kampanye politik di rumah ibadah.
"Jadi, kami ini mem-back up apa yang telah diputuskan oleh KPU. Kami besedia dipinjam mulutnya oleh KPU dalam rangka menciptakan kualitas bangsa dan umat yang lebih baik," kata Nasaruddin.
2. Nasaruddin Umar melihat politik identitas akan mereda dalam Pemilu 2024

Di sisi lain, Nasaruddin meyakini penggunaan politik identitas pada Pemilu 2024 tidak akan semassif pada 2014 dan 2019. Ia memprediksi penggunaan politik identitas akan mereda.
"Kan kematangan beragama, kematangan berpolitik masyarakat Indonesia semakin bagus. Jadi, coba kita lihat ya, teman-teman kita berbeda parpol tapi bisa makan bareng. Bisa saling membayari," kata dia.
Rasa optimistis itu terlihat tinggi karena berdasarkan data dari Harian Kompas, anak muda di bawah usia 30 tahun memiliki tingkat toleransi lebih baik. "Jadi, kita harus merawat demokrasi ini. Selain itu, kita sebagai bangsa harus berpikir maju ke depan, bagaimana meningkatkan tingkat kebahagiaan," ujarnya.
Ia mengatakan dibandingkan sejumlah negara lain di dunia, tingkat kebahagiaan di Tanah Air masih tergolong rendah.
3. Tokoh agama tak dilarang untuk ikut pemilu presiden
.jpg)
Sementara, ketika ditanyakan apakah tokoh agama dapat menjadi peserta pilpres, Nasaruddin menilai itu adalah Hak Asasi Manusia (HAM) seseorang. Namun, ia mewanti-wanti agar tidak menggunakan bahasa agama.
"Seperti misalnya mengeksploitasi ayat-ayat untuk kepentingan sesaat dan kepentingan subyektif," ujar Nasaruddin mengingatkan kembali peristiwa yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan kepada para elite politik agar hati-hati dalam melibatkan kitab suci. Karena kitab suci elegan sampai akhir zaman.
"KItab suci bukan digunakan untuk kepentingan sesaat belaka," katanya lagi.