Sanksi Perusahaan Langgar HAM di Bencana Sumatra, Pigai: Ngeri-Ngeri Sedap

- Menanti regulasi induk selesai Pigai menegaskan, sektor bisnis adalah bagian dari ekosistem ekonomi yang harus tunduk pada prinsip-prinsip HAM. Karena itu, kehadiran Perpres Bisnis dan HAM menjadi pintu masuk utama sebelum pemerintah menerapkan sistem reward and punishment secara wajib pada 2028.
- Ada aturan internasional yang menjadi rujukan banyak negara Dalam konteks bencana ekologis yang terus berulang, kehadiran regulasi dipandang sebagai langkah krusial agar dugaan pelanggaran HAM oleh korporasi tidak lagi berakhir tanpa kepastian hukum. Standar internasional dari PBB sudah ada pada 1996 dan Guidance Principle on Human Rights and Business tahun 2011 telah menjadi r
Jakarta, IDN Times - Penyebab bencana banjir dan longsor di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang tak hanya terkait dugaan suap perizinan kawasan hutan, kini jadi sorotan.
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menegaskan, penegakan HAM dalam sektor bisnis sebenarnya tak bisa dipisahkan. Ditemui usai forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan HAM (Musrenbang HAM) 2025 di Jakarta, Pigai menekankan bahwa standar internasional telah lama mengatur keterkaitan antara bisnis dan HAM, dan Indonesia kini berada di fase krusial untuk memperkuat kerangka hukumnya.
Hal tersebut disampaikan Pigai ketika dia ditanya mengenai kehadiran para pengusaha dalam Musrenbang. Dia menjelaskan, regulasi global sebenarnya sudah memiliki fondasi yang jelas.
Ketika ditanya apakah Kementerian HAM sudah menemukan indikasi pelanggaran HAM dari bencana di Sumatra, Pigai menjawab bahwa saat ini pemerintah masih fokus pada penanganan bencana. Evaluasi terhadap perusahaan yang diduga terlibat tetap menunggu aturan selesai.
“Ini kita baru pada penanganan bencana. Jadi kalaupun nanti evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan itu harus ada aturan," kata dia, dikutip Selasa (9/12/2025).
Namun Pigai tidak menutupi potensi sanksi terhadap perusahaan pelanggar HAM akan sangat berat.
“Jadi ya memang kalau punishment terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar HAM itu lebih ngeri-ngeri sedap, dibanding hukuman-hukuman dan sanksi-sanksi dari lain," kata dia.
1. Menanti regulasi induk selesai

Pigai menegaskan, sektor bisnis adalah bagian dari ekosistem ekonomi yang harus tunduk pada prinsip-prinsip HAM. Karena itu, kehadiran Perpres Bisnis dan HAM menjadi pintu masuk utama sebelum pemerintah menerapkan sistem reward and punishment secara wajib pada 2028.
“Oleh karena itu, kami lakukan punishment itu pun harus berdasarkan aturan induknya harus ada dulu. Sementara kan kami punya Perpres sudah ada. Mensesneg sudah baca," kata dia.
"Karena komunitas bisnis kan komunitas perekonomian, jadi Menko harus baca dulu teliti, supaya jangan sampai ada yang salah dalam penyusunan dan draf, begitu," ujar dia.
2. Ada aturan internasional yang menjadi rujukan banyak negara

Dalam konteks bencana ekologis yang terus berulang, kehadiran regulasi dipandang sebagai langkah krusial agar dugaan pelanggaran HAM oleh korporasi tidak lagi berakhir tanpa kepastian hukum.
Memang standar internasional dari PBB sudah ada pada 1996, kemudian tahun 2011 ada Guidance Principle on Human Rights and Business. Meskipun belum berbentuk konvensi internasional, prinsip tersebut telah menjadi rujukan banyak negara maju.
3. Pada 2028, setiap perusahaan wajib melaporkan pemenuhan indikator HAM

Pigai menjelaskan, Indonesia telah memiliki mekanisme pelaporan HAM dalam aktivitas usaha, meski saat ini masih bersifat sukarela. Kementerian HAM mengembangkan laporan PRISMA dengan 14 variabel, termasuk opini masyarakat dan pemeriksaan langsung ke lapangan.
“Nanti tahun depan, 2028 itu diharapkan kita mandatory," ujarnya.
Perubahan menuju mandatory berarti setiap perusahaan wajib melaporkan pemenuhan indikator HAM, dan KemenHAM akan melakukan pengecekan langsung. Pelanggaran bisa berdampak serius, dari indeks saham yang anjlok hingga pencabutan izin usaha.
4. Draf Perpres Bisnis dan HAM sudah di meja Airlangga

Guna memperkuat dasar hukum, Pigai mengungkapkan bahwa KemenHAM telah menyelesaikan draf Peraturan Presiden tentang Bisnis dan HAM.
“Sebulan lalu telah mengajukan draf Rancangan Peraturan Presiden tentang Bisnis dan HAM. Rancangan tersebut sekarang sudah sampai di Menteri Sekretaris Negara dan sekarang ada di meja Menko Perekonomian Airlangga," katanya.
Perpres ini menjadi syarat penting agar Indonesia bisa masuk ke OECD, organisasi negara-negara maju. Pigai menegaskan, aturan induk ini harus selesai sebelum pemerintah dapat memberikan sanksi dengan legitimasi penuh.


















