Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tagar #KaburAjaDulu Meledak di 2025, Cerminkan Situsai Ekonomi-Politik

Tagar #KaburAjaDulu
Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi dalam Podcast Prof. Rhenald Kasali. (Dok/Screenshot Youtube Prof. Rhenald Kasali).
Intinya sih...
  • Pemerintah memberikan respons beragam terhadap tagar #KaburAjaDulu.
  • Diaspora dapat memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.
  • Anak muda khawatir terkait ketersediaan lapangan pekerjaan.

Jakarta, IDN Times – Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menjelaskan awal mula mencuatnya tagar #KaburAjaDulu, yang pertama kali muncul pada 2023 melalui media sosial Twitter yang kini telah berganti nama menjadi X. Ia menuturkan, tagar tersebut muncul dalam sebuah diskusi di Twitter Spaces yang diikuti oleh sejumlah diaspora Indonesia di luar negeri. Salah satunya adalah Ainul Najib yang berdomisili di Singapura. Dalam percakapan itu, para peserta membahas peluang kerja di luar negeri.

Salah satu dari mereka melontarkan celetukan "kabur aja dulu", yang kemudian berkembang menjadi tagar. Menurut Ismail, ungkapan itu awalnya digunakan secara ringan dalam konteks merantau, namun kemudian meluas menjadi tagar yang menyampaikan informasi seputar kesempatan kerja, studi, dan kehidupan di luar negeri.

Seiring waktu, penggunaan tagar #KaburAjaDulu semakin luas dan mengalami pergeseran makna. Jika pada awalnya bersifat positif dan informatif, memasuki tahun 2025 tagar ini mulai digunakan sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan terhadap kondisi sosial-politik dan ekonomi dalam negeri.

"Tahun 2025 ini jadi momentumnya. Tagar itu tepat sekali saat orang melihat kondisi Indonesia seperti sekarang. Lalu makin ramai dan terjadi amplifikasi di media sosial yang sudah cukup lama, kemudian diangkat oleh media online," tegas Ismail dikutip dari Podcast Youtube Prof Rhenald Kasali dengan tema benang kusut korupsi Pertamina, Danantara Aman,?


1. Pemerintah beri respon beragam atas keresahan terkait sulitnya mencari lapangan pekerjaan

Tagar #KaburAjaDulu
ilustrasi loker freelance scam (unsplash.com/glenncarstenspeters)

Ismail menyebutkan bahwa pemerintah merespons tagar ini dengan sikap yang beragam. Ada pihak yang menyambut baik semangat masyarakat untuk mencari peluang di luar negeri, bahkan menyatakan kesiapan pemerintah dalam memberikan dukungan dan fasilitas.

Namun, tidak sedikit pula pejabat yang merespons secara reaktif dan dinilai kurang empatik.

"Ada respons positif dari pemerintah, itu bagus. Ada menteri yang bilang, oke, untuk kabur kita perlu persiapan yang baik. Jadi, pemerintah akan menyiapkan itu. Tapi, di sisi lain, ada juga respons negatif. Jadi, campur aduk, dan tampak kementerian belum siap merespons tagar ini secara menyeluruh," jelasnya.

2. Diaspora bisa memberikan kontribusi signfikan bagi perekonomian

Tagar #KaburAjaDulu
Ilustrasi lowongan kerja (freepik.com/vector4stock)

Fahmi menilai keberadaan diaspora yang besar dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional, terutama melalui remitansi dan koneksi global yang mereka miliki. Hingga saat ini, tagar #KaburAjaDulu masih digunakan secara luas—baik sebagai bentuk kritik sosial, penyampaian informasi peluang di luar negeri, maupun seruan untuk mencari solusi alternatif atas kondisi dalam negeri.

Dengan tinggal dan bekerja di luar negeri pun dinilainya tidak akan mengurangi rasa nasionalisme, melainkan justru memberi kontribusi nyata bagi keluarga dan bangsa. Nasionalismenya tetap tinggi, meski tidak berada di tanah air.

Fenomena ini memunculkan diskusi lebih lanjut mengenai pentingnya peran diaspora Indonesia dan perlunya pemerintah menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di dalam negeri. Keberadaan diaspora yang besar dapat memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional melalui remitansi dan jaringan global.

Diskusi ini juga menyinggung hubungan antara publik dan pemerintah dalam menyikapi fenomena migrasi keluar negeri. Kondisi ini memunculkan sebagai bentuk dialektika yang kurang sehat jika tidak dikelola dengan empati dan pemahaman.

"Kalau pemerintah paham, kita ini butuh diaspora yang kuat dan luas," lanjutnya.

Ia mencontohkan India yang memiliki banyak warga negaranya menduduki posisi penting di perusahaan-perusahaan global sebagai CEO dan pimpinan teknis.

"Saya pernah ke Australia, New Zealand, banyak orang Cina di sana. Tapi orang Indonesia? Sedikit sekali. Bahkan sering disangka dari Malaysia. Ini menunjukkan kita masih kurang kabur aja dulu," tambahnya.

3. Anak muda khwatir terkait ketersediaan lapangan pekerjaan

Prof Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali. (Dok/Podcast Youtube Prof Rheiland Kasali. )

Sementara itu, Guru Besar Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali menjelaskan munculnya tagar kabur aja dulu mencerminkan keresahan sebagian anak muda Indonesia terhadap kondisi ekonomi dan sosial yang sedang tidak stabil. Alhasil, mereka merasa khawatir, terutama terkait pekerjaan dan masa depan mereka.

Namun, menurutnya, niat awal dari munculnya tagar tersebut bukan semata-mata untuk lari dari masalah, melainkan karena adanya peluang (opportunity) di luar negeri yang ingin mereka manfaatkan dan informasikan kepada publik.

"Jadi ada tagar kabur aja dulu situasinya memang sedang tidak oke-oke. Barangkali mereka juga khawatir dengan pekerjaan. Dan sebagainya, tapi awalnya karena ada opportunity di luar negeri dan ingin memberitahu. Tapi kan diaspora Indonesia di luar negeri belum besar," kata Rhen3ald Kasali.

Ia juga menyoroti bahwa jumlah diaspora Indonesia di luar negeri masih tergolong kecil. Padahal, jika diaspora Indonesia bisa tumbuh besar, hal itu akan sangat menguntungkan bagi bangsa.

“Sebenarnya banyak orang yang menunggu, kapan ya diaspora Indonesia bisa besar di luar negeri?. Jika di dalam negeri pekerjaan tidak (ada) maka fenomena (kabur aja dulu) seharusnya baik karena artinya tidak banyak pengangguran dan tidak banyak orang jadi beban negara karena mereka mencari jalan keluar sendiri, tapi justru direspon dengan cara yang sangat beragam oleh pemerintah, sehingga membuat masyarakat agak setengah frustrasi," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Aria Hamzah
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us