Tepis PDIP, Kubu Anies Sebut Selalu Safari Politik Bareng 3 Parpol

Jakarta, IDN Times - Kubu Anies Baswedan menanggapi pernyataan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto yang menyindir mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah safari politik seorang diri. Juru bicara Anies, Hendri Satrio, menepis mantan Rektor Universitas Paramadina itu berkeliling ke sejumlah tempat di Indonesia seorang diri. Ia menegaskan Anies kerap didampingi oleh perwakilan dari tiga parpol koalisi.
"Karena kalau dia jalan (untuk safari) bareng-bareng tuh sama NasDem. Sekarang, dukungan kan sudah komplit ya setelah itu jalannya bareng-bareng tiga partai karena setiap kali Mas Anies mengunjungi daerah pun bertemu dengan pengurus daerah dari tiga partai yang mengusung," ujar Hendri kepada IDN Times melalui pesan suara pada Jumat, (24/2/2023).
Meski begitu, Hendri menganggap pernyataan Hasto di Sekolah Partai DPP PDIP tujuannya baik. Sebab, Hasto mengingatkan agar Anies safari politik bersama-sama dengan anggota parpol koalisi.
"Mas Anies sudah melakukan itu. Yang kedua, kelihatannya (pernyataan Hasto) bukan ditujukan untuk Mas Anies karena Mas Anies sudah punya (dukungan) partai. Jadi, kalau jalan bareng-bareng partainya," tutur dia.
Hendri menambahkan selain menemui warga, Anies juga berkunjung untuk menemui perwakilan wilayah parpol yang mengusungnya. "Mungkin maksudnya Mas Hasto capres atau cawapres lain yang belum diusung partai dan mencoba untuk tebar pesona," ujarnya lagi.
Apa yang sebenarnya disampaikan oleh Hasto di Sekolah Partai DPP PDIP?
1. Hasto sindir Anies yang sudah keliling Indonesia untuk safari politik

Sebelumnya, Hasto menyindir sosok bakal capres yang sudah melakukan safari politik ke sejumlah daerah di Indonesia. Ia tak menyebut nama dari sosok bakal capres tersebut.
Namun, Hasto menyebut sebaiknya aktivitas politik tidak dilakukan seorang diri. Sebab, bila itu terjadi bisa menimbulkan utang.
"Jadi, pergerakannya kolektif, bukan orang per orang. Kalau orang per orang sendiri yang bergerak nanti dia akan banyak utang," ungkap Hasto pada Kamis, (23/2/2023).
Nama Anies belakangan ini erat dikaitkan dengan perjanjian utang piutang sejak diungkap oleh politisi Partai Golkar, Erwin Aksa. Dalam sebuah program siniar Akbar Faisal, Erwin menyebut Anies masih memiliki utang terkait penggunaan dana kampanye saat Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu. Nominal utang yang belum dilunasi mencapai Rp50 miliar.
2. Aktivitas yang dilakukan Anies bisa dikategorikan kampanye

Sementara, pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan, yang dilakukan oleh Anies ke sejumlah provinsi di Indonesia jelas kampanye. Sebab, sering kali terselip pesan ajakan untuk memilihnya di Pemilu 2024.
"Apakah itu salah? Tidak, bagus bagi saya. Makin cepat yang bersangkutan melakukan kampanye kepada masyarakat ya makin baik. Di saat yang bersamaan orang justru mengenal bukan figurnya tapi mengenal apa yang akan dibicarakannya, kalau dia memimpin di 2024 yang akan datang," ungkap Ray ketika berbicara dalam diskusi di Bawaslu dan dikutip dari YouTube, Jumat (24/2/2023).
Namun, ia menyebut, belum ada gagasan yang disampaikan oleh Anies mengenai Indonesia pasca 2024. Sehingga, Ray mempertanyakan tujuan Anies berkeliling ke sejumlah provinsi di Indonesia.
"Katanya menyosialisasikan Anies sebagai bakal capres. Bukan menyosialisasikan pikiran-pikiran Anies sebagai capres. Saat yang bersamaan NasDem juga mengkritik Anies lantaran tak memaparkan ide. Lalu, dijawab ide tidak bisa diungkapkan karena bila itu terjadi kami bisa disemprit oleh Bawaslu," katanya lagi.
Menurut Ray, hal tersebut lucu. Sebab, bakal capres meski secara terang-terangan sudah berkampanye namun tak bisa menyampaikan ide dan gagasannya sebagai calon pemimpin. Ray pun juga mengkritik durasi kampanye yang terlalu pendek yakni selama 75 hari.
3. Pembiayaan kampanye tak sepenuhnya bisa dilacak oleh Bawaslu

Di dalam diskusi itu, Ray juga menyentil kemampuan Badan Pengawas Pemilu yang lemah dalam melakukan pengawasan. Sebab, dana untuk kampanye tidak pernah dicatat sebagai apa dan siapa yang memberikannya.
"Apalagi utang. Itu dianggap sebagai kekayaan pribadi dari si calon. Dari mana si calon memiliki kekayaan yang begitu besar padahal kita tahu tak mungkin ia memiliki harta sedemikian besar, itu gak ada pertanyaan lagi," ujar Ray.
Maka, sebelum masa kampanye, kata Ray, saat ini politisi hanya bisa mengumpulkan massa saja dan tak boleh ada ajakan memilih. Hal tersebut, tutur dia, menghabiskan dana yang tidak sedikit.
"Tapi, dana yang dihabiskan untuk kegiatan kumpul-kumpul itu juga tak bisa dilacak oleh Bawaslu. Karena belum masuk yang namanya periode kampanye. Padahal, dalam praktiknya sudah melakukan sosialisasi ke mana-mana," tutur dia.