Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wacana DKPP Dibubarkan, Perludem Usul Ada Dewan Etik KPU dan Bawaslu

Lambang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang terpajang di Kantor DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Lambang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang terpajang di Kantor DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Dewan etik sebaiknya berada di internal lembaga KPU dan Bawaslu untuk mengawasi kode etik penyelenggara pemilu.
  • Kehadiran dewan etik di internal lembaga dianggap lebih efektif dalam pengawasan kode etik penyelenggara pemilu.
  • Ketua DKPP setuju dengan pembubaran lembaganya jika dianggap mengganggu ketentraman lembaga penyelenggara pemilu, namun menegaskan pentingnya pengawasan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menanggapi terkait munculnya wacana pembubaran lembaga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Ia menilai, dewan etik penyelenggara pemilu lebih baik berada langsung di masing-masing internal lembaga KPU dan Bawaslu.

"Terkait etik penyelenggara pemilu ini memang sebaiknya berada di internal lembaga itu sendiri. Misalnya seperti MKD DPR atau Dewas KPK," kata dia saat dihubungi IDN Times, Selasa (6/5/2025).

1. Dinilai lebih efektif

Tangakapan Layar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk PERLUDEM Khoirunnisa Nur Agustyati Diskusi Publik secara daring (21/4) bertema Masa Depan Demokrasi Indonesia di Masa Kepemimpinan Baru (IDN Times/Irsan Rufai)
Tangakapan Layar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk PERLUDEM Khoirunnisa Nur Agustyati Diskusi Publik secara daring (21/4) bertema Masa Depan Demokrasi Indonesia di Masa Kepemimpinan Baru (IDN Times/Irsan Rufai)

Khoirunnisa menyebut, keberadaan dewan etik di internal lembaga ini lebih efektif dalam mengawasi kode etik penyelenggara pemilu. 

"Hal ini supaya pengawasan internal juga berjalan, dan fungsi strukturalnya juga berjalan," ungkapnya.

"Selain itu, pemeriksaan etik juga dapat dibarengi oleh atasannya di internal lembaga. Hal ini supaya mendorong pemeriksaan yang lebih komprehensif, relevan, dan efektif dalam menanggapi dugaan pelanggaran etik. Mekanisme tersebut juga mampu mengkualifikasi laporan pelanggaran etik, baik objek maupun subjek laporan," sambung dia.

2. Ketua DKPP secara pribadi setuju DKPP dibubarkan

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito (dok. DKPP)
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito (dok. DKPP)

Sebelumnya, Ketua DKPP Heddy Lugito mengaku secara pribadi setuju lembaganya dibubarkan, jika dianggap menganggu ketentraman lembaga penyelenggara pemilu.

Hal tersebut disampaikan Heddy saat menanggapi berbagai usulan dari legislator Komisi II DPR dalam rapat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

"Kalau nanti memang keberadaan DKPP dianggap mengganggu ketentraman penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu, Bapak (anggota DPR) tadi mengusulkan bubarkan saja DKPP, saya kira juga saya setuju," kata dia.

Meski setuju, Heddy pun mengingatkan, lembaga yang punya kewenangan dan peran besar cenderung harus memiliki pengawasan. Ia pun menyontohkan DPR yang diawasi kode etiknya oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

"Saya secara pribadi setuju, secara pribadi ya, tapi mari kita berbicara hampir semua lembaga yang punya kekuatan besar harus ada pengawasan, itu saja. Dan pengawasan etik itu sekarang juga berkembang di DPR, di MPR, di semua lembaga," ungkapnya.

Heddy menyampaikan, sebenarnya penyelanggara pemilu tidak perlu diawasi secara kinerja maupun kode etik, jika kinerjanya sudah baik. Namun fakta di lapangan baik KPU dan Bawaslu masih banyak kekurangan, sehingga harus diawasi.

Ia pun menganalogikan, apabila KPU sudah bekerja dengan baik tanpa cacat apapun, sebenarnya tidak perlu diawasi Bawaslu.

"Jadi kalau Bapak menghendaki, nanti (DKPP) dibubarkan, saya secara pribadi sangat setuju, tapi dan nanti bahkan Bawaslu pun tidak diperlukan lagi kalau KPU-nya sudah bekerja dengan baik, ya cukup KPU saja. Tapi faktanya kan tidak begitu bapak, faktanya masih juga banyak kekurangan," tegasnya.

3. Ketua Komisi II DPR sempat analogikan DKPP seperti malaikat pencabut nyawa

Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda. (Dok. DPR RI)
Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda. (Dok. DPR RI)

Sebelumnya dalam RDP tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, banyak jajaran penyelanggara pemilu di daerah meminta bantuan perlindungannya karena takut dipanggil DKPP.

Ia pun secara khusus menyoroti keberadaan DKPP sebagai lembaga kode etik penyelenggara pemilu yang tidak bisa diprotes atau diadukan. Sebab, DKPP tidak punya Mahkamah Etik DKPP. Sementara, kinerja KPU diawasi Bawaslu, serta kode etik jajaran KPU dan Bawaslu diawasi DKPP.

Rifqinizamy pun menganalogikan DKPP sebagai malaikat pencabut nyawa. Menurutnya, ke depan harus ada hukum acara sengketa pemilu.

"Jadi di DKPP ini sudah kita duplikasi dari malaikat pencabut nyawa yang abstrak itu, menjadi malaikat pencabut nyawa yang konkret dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Jujur Pak, mungkin bapak-bapak ini dalam setiap sujud, penyelenggara pemilu kita masuk dalam doa mereka agar kami dihindarkan dari putusan-putusan DKPP," ucap dia.

"Ini kan harus kita susun hukum acaranya, Pak Ketua KPU ya. Pak Ketua KPU ketawa karena tidak pernah dihukum, hukumnya kecil-kecil, ringan-ringan," sambungnya sembari tertawa.

Rifqinizamy pun mengaku banyak lembaga penyelenggara pemilu daerah yang meminta perlindungannya karena takut dipanggil DKPP. Sementara DKPP sebagai lembaga tidak bisa diadukan ke pihak mana pun.

"Tapi yang di kampung-kampung pak, itu dapat surat panggilan dari bapak (DKPP), itu sudah pasti WA saya minta tolong untuk minta dilindungi. Karena kan saya bukan Allah ta'ala yang bisa melindungi mereka. Lawan tanding kita malaikat pencabut nyawa," ungkap dia.

Ia pun berharap, penanganan sengketa pemilu ke depan bisa terus diperbaiki. Rifqinizamy meyakini seluruh lembaga pemilu sudah berusaha semaksimal mungkin.

"Yang begini-gini mungkin perlu kita sempurnakan ke depan. Saya menyadari apa yang sudah bapak ibu lakukan adalah ikhtiar terbaik dan maksimal, yang bapak ibu lakukan," tuturnya.

Rifqinizamy mendorong agar dibuat hukum acara perdata yang jelas dalam menangani sengketa pemilu.

"Karena itu, bapak ibu sekalian kami merindukan betul, ke depan kita punya hukum acara sengketa pemilu. Agar, pertama kita semua punya kepastian, satu objek sengketa yang sama itu jangan dibawa ke mana-mana yang kemungkinan putusannya akan berbeda," jelasnya.

Ia lantas menyayangkan penanganan sengketa pemilu yang terjadi belakangan ini. Di mana, dugaan kecurangan ditangani oleh DKPP secara terbuka. Kemudian fakta dalam putusan penanganan pelanggaran kode etik itu dibawa ke ranah peradilan lainnya.  

"Saya misalnya ketahuan curang dalam pemilu legislatif. Dibawa ke Bawaslu mental. Tiba-tiba sudah saya dilantik, dibawa ke DKPP saya nggak dihukum tapi KPU-nya yang dihukum, karena putusan di DKPP dibacakan secara terbuka. Muncul lah berbagai macam fakta-fakta atas putusan itu dibawalah digoreng putusan ini nanti ke mana-mana ke makamah partai, dibawa ke peradilan umum lah, karena Bawaslu sudah nggak bisa lagi. Akhirnya apa saya yang duduk nih udah jadi Ketua Komisi II nggak tenang saya kerja. Karena tidak ada hukum acara yang membatasi kapan masa kedaluwarsa saya yang ada di DKPP," imbuh dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us