Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[WANSUS] Di Balik Restu BPOM untuk Vaksin AstraZeneca

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Perjalanan vaksin AstraZeneca tidak semulus vaksin Sinovac. Setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin darurat penggunaan Emergency Use Authorization (EUA) pada 22 Februari 2021, muncul isu pembekuan darah akibat vaksin di sejumlah negara yang membuat BPOM menunda distribusi vaksin asal Inggris tersebut.

Selain isu efek samping, timbul polemik haram halal dalam penggunaan vaksin AstraZeneca karena Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram vaksin AstraZeneca meski boleh dipakai dalam keadaan darurat.

Di tengah polemik tersebut, Menkes Budi Gunadi Sadikin bahkan baru mengetahui bahwa vaksin AstraZeneca akan kedaluwarsa pada akhir Mei 2021.

Lalu, bagaimana BPOM menjamin keamanan, khasiat dan mutu vaksin ini AstraZeneca agar aman digunakan masyarakat?

Berikut wawancara khusus IDN Times bersama Jubir Vaksinasi COVID-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia dalam rubrik Ngobrol Seru by IDN Times, Selasa (23/3/2021).

 

Apa yang menjadi dasar BPOM mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca?

default-image.png
Default Image IDN

Vaksin AstraZeneca yang datang saat ini merupakan vaksin hasil skema kerja sama multilateral Aliansi Vaksin Dunia (Global Alliance for Vaccine and Immunization/GAVI) COVAX Facility dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehingga kita mendapatkan suplai tersebut.

Vaksin ini juga mendapatkan EUA dari WHO. Selain itu, BPOM telah melakukan proses evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu vaksin AstraZeneca bersama tim ahli komite nasional penilaian obat, dan ahli lainnya.

Kejadian efek samping yang dilaporkan dalam studi klinik AstraZeneca umumnya ringan dan sedang atau grade satu dan dua. Gejala paling sering dilaporkan berupa reaksi lokal seperti nyeri saat ditekan, panas kemerahan, dan gatal pada pembengkakan.

Hasil evaluasi khasiat menunjukkan vaksin AstraZeneca dapat merangsang pembentukan antibodi baik pada populasi dewasa maupun lansia. Selain itu, efikasi vaksin dua dosis standar sejak 15 hari pemberian dosis kedua sampai pemantauan sekitar 2 bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,1 persen sehingga sudah sesuai dengan standar vaksin penerima Emergency Use of Authorization yang ditetapkan oleh WHO yaitu minimal 50 persen.

BPOM melakukan secara menyeluruh mulai kontrol bahan awal proses pembuatan antigen dan produk vaksin, metode pengujian, hasil pengujian antigen, formula tambahan, bahan kemasan, serta stabilitas antigen dan produk vaksin. Adapun hasil secara umumnya memenuhi syarat.

Isu pembekuan darah di sejumlah negara membuat distribusi vaksin sempat tertunda. Badan POM RI telah melaksanakan pengkajian lebih lanjut bersama dengan tim pakar KOMNAS Penilai Obat, KOMNAS PP KIPI dan ITAGI bagaimana hasilnya?

Ya memang setelah datang kita sampaikan, sebelum didistribusikan kita menerapkan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu, ketika dari WHO dan beberapa negara memberikan rilis bahwa diduga ada pembekuan darah maka kita melakukan perhentian sementara. Kita lakukan sejumlah kajian dengan tim pakar Komnas Penilai Obat, Komnas PP KIPI, dan ITAGI untuk melakukan kajian lebih lanjut sejak diketahui isi keamanan tersebut, serta melakukan komunikasi dengan badan kesehatan dunia dan otoritas obat di negara-negara lain dengan melihat hasil investigasi.Kemudian dari situ baru dapat simpulkan bahwa kejadian pembekuan darah bukan karena efek samping. Bahkan tidak ada hubungannya dengan pemberian vaksin AstraZeneca.

Setelah mendengarkan sejumlah kajian serta pembahasan dengan WHO maka dapat disimpulkan bahwa vaksin AstraZeneca ini bisa dilanjutkan manfaat pemberian. Mengingat saat ini lebih besar manfaat daripada risikonya.

Dalam informasi produk vaksin COVID-19 AstraZeneca dicantumkan peringatan kehati-hatian penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca pada orang dengan trombositopenia dan gangguan pembekuan darah, seberapa besar risiko vaksin AstraZeneca?

default-image.png
Default Image IDN

Bukan tidak boleh tetapi perlu kehati-hatian, kewaspadaan harus ada pemeriksaan dari dokter untuk melihat seberapa keparahan penyakit bawaan tersebut. Makanya sebelum pemberian vaksin selalu ada pemeriksaan atau screening ini penting sekali.

Bagaimana BPOM memantau jika nanti ada efek vaksin AstraZeneca?

Baru kemarin digunakan, setiap pemberian vaksin apakah itu Sinovac atau AstraZeneca semua prosedurnya sama bahwa setiap penerima vaksin dipantau usai keamananan pasca pemberian vaksinasi.

Jika ada kejadian pasca imunisasi maka penerima dapat melaporkan ke pos pelayanan terdekat atau nantia akan diteruska pelaporannya ke Badan POM dan Komnas KIPI. Nanti akan dilakukan pengkajian apakah ada hubungannya atau tidak dengan vaksin.

Apakah BPOM ikut memeriksa proses pembuatan dan ikut mengawal proses pembuatan vaksin AstraZeneca?

default-image.png
Default Image IDN

Pada dasarnya pengawalan Badan POM terhadap pembuatan vaksin itu tidak harus dilakukan secara langsung dengan pergi ke sarana produksi tersebut. Kita bisa melakukan pengawalan dengan memeriksa dokumen-dokumen proses produksinya, itu sangat banyak sekali, mulai dari pembuatan bahan baku apalagi kalau vaksin termasuk produk hightechnology jadi proses pembuatannya mulai dari awal, yakni bibit vaksin dari virus yang dilemahkan atau bagian dari virusnya itu semua harus dipastikan prosesnya aman, tidak ada pencemaran, kandungannya juga sesuai apa yang diharapkan, sampai digunakan sampai uji klinik dan berikan efek immunogenitas tentunya aman.

Selain itu khusus untuk vaksin, ada lot release jadi semua didistribusikan tiap bets dilakukan prngujian apakah dia mempunyai potensi, kualitas, mempunyai mutu yang sama untuk menjaga setiap vaksin mempunyai mutu dan aman untuk digunakan. Itu cara pengawasa BPOM jadi bukan berarti kita langsung melihat bagaimana proses produksinya, tetapi mereview dokumen proses produksinya yang harus dilakukan tiap bets harus ada pengujian juga.

 

Isu kandungan dalam pembuatan vaksin selalu jadi sorotan di tanah air, bagaimana pemerintah, dalam hal ini BPOM, membangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait termasuk MUI, untuk memastikan bahwa kandungan dalam vaksin ini aman untuk digunakan?

Ya tugasnya BPOM adalah memastikan khasiat keamanan dan mutu dari vaksinya, thoyibannya, bahwa vaksin tersebut sudah layak digunakan manusia Terkait kehalalan, adalah kewenangan dari MUI, apakah menentukan halal atau tidak, kalau dari BPOM kita tidak ada kewenangan untuk halal atau tidak, tetapi kita memastikan bahwa vaksin ini berkhasiat aman dan bermutu atau thoyibnya.

Vaksin AstraZeneca mulai didistribusikan ke enam provinsi. Bagaimana BPOM mengawal mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi mulai keluar dari industri farmasi hingga digunakan dalam pelayanan vaksinasi kepada masyarakat agar tetap aman?

default-image.png
Default Image IDN

Vaksin merupakan suatu produk mempunyai teknologi tinggi dalam proses produksinya, kedua rentan terhadap perubahan suhu kebetulan vaksin Sinovac dan vaksin AstraZeneca suhunya 2 derajat celcius, tapi nanti ada vaksin yang penyimpannya di bawah 0 derajat celcius atau minus. Bagaimana mengawalnya? BPOM memastikan semua tempat-tempat pendistribusian atau yang terlibat distrjbusi memenuhi cara distribusi obat yang baik, mulai penyimpanannya, cara membawa vaksin dengan mobil antara gudang ke gudang berikutnya, cara penyimpanan di gudang, pengawasannya jangan sampai suhu di atas atau di bawah yang dipersyaratkan, ini semua jadi penilaian BPOM dan 34 UPT di seluruh Indonesia serta 40 kantor BPOM itulah yang menjadi kepanjangan tangan di daerah-daerah yang terus dilakukan melakukan pengawalan.

Menkes Budi Gunadi Sadikin baru mengetahui bahwa vaksin AstraZeneca yang tiba pada 8 Maret akan kedaluwarsa akhir Mei, bagaimana strategi BPOM agar vaksin ini bisa digunakan?

Semua vaksin COVID-19 yang ada di seluruh Indonesia merupakan vaksin yang baru. Pada Oktober sampai November baru diumumkan hasil uji klinis kemudian memproduksi vaksin berjalan, maka kita baru mempunyai riwayat data stabilitas baru tiga bulan sehingga kita baru menetapkan batas kedaluwarsa adalah 6 bulan. Biasanya kita akan minta merevisi atau memperbaiki panjang batas masa kedaluwarsa, jika kita mempunyai data yang stabilitas yang baru.

Vaksin ini dimungkinkan diberikan batas kedaluwarsa yang pendek karena karena vaksin adalah produk fastmoving, sekarang saja kita punya 1,1 juta dosis kecepatan (vaksinasi) kecepatan kita bisa 900 ribu per hari jadi bisa langsung terserap habis.

Bagaimana supaya tidak kedaluwarsa? Jadi ada sistem penyimpannya secara First Expired Fix Out jadi yang akan expired dulu yang akan digunakan biar tidak menumpuk dalam gudang. Kami yakin vaksin ini baru selesai produksi bisa langsung terserap. Jadi tidak masalah dengan expired dan khawatirkan produk. Bukan berarti produk ini jelek baru dikasih ke Indonesia bukan itu, karena memang data stabilitasnya masih tiga bulan maka berikan 6 bulan.

Untuk 3 juta dosis kedua yang tiba bulan depan, masa kedaluwarsanya sampai berapa lama?

default-image.png
Default Image IDN

Sama, 6 bulan setelah proses produksi. Jadi kita lihat dulu proses produksinya, kalau yang kemarin (vaksin AstraZeneca) turun itu produksi Desember, maka jika bulan depan yang kita terima produksi di Februari ya kedaluwarsanya 6 bulan ke depan.

 

Apakah ada vaksin yang segera masuk lagi atau proses izin darurat sedang di proses?

Yang diterbitkan belum ada, tapi yang berproses ada, kemarin sudah ada keputusan Menteri Kesehatan ada 7 jenis vaksin yang digunakan yakni Sinopharm, Novavax, Sinovac, Pfizer-BioNTech, Oxford-AstraZeneca, Moderna, dan produksi Bio Farma.

Sinopharm ini masih diproses untuk mendapatkan EUA. Selain Sinopharm juga ada vaksin lain yang sedang mendapatkan proses penggunaannya Sputnik dari Rusia, ini juga masih kami proses untuk mendapatkan EUA.

Selain Vaksin AstraZeneca, yang sedang hangat dibicarakan sejak kemarin ini adalah vaksin Nusantara yang dihentikan penelitiannya. Apakah BPOM punya catatan tersendiri saat mengkaji vaknus?

default-image.png
Default Image IDN

Setiap vaksin atau pengembangan vaksin ada tahapannya. Masing-masing tahapan harus memenuhi persyaratan yang sesuai dengan ketentuan sebelum masuk ke tahapan berikutnya, inilah yang namanya pengkajian atau review.

Untuk vaksin Nusantara, sebelum masuk ke tahapan berikutnya, harus melalui suatu kajian dulu apakah sudah cukup memenuhi syarat untuk layak masuk ke tahapan berikutnya, karena masih ada data-data yang harus dilengkapi atau diperbaiki untuk masuk tahap berikutnya.

BPOM bisa menghentikan bila ada pelanggaran, selama masih ada pembinaan dan masukan selama itu bisa dilakukan perbaikan.

Apa yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam pembuatan vaksin? Karena selain vaknus, publik tanah air juga sedang menunggu vaksin merah putih sebagai karya anak bangsa.

Tentunya yang dinamakan vaksin karya anak bangsa atau vaksin merah putih bersumber dari virus pasien Indonesia yang ada di Indonesia, ini penting jika dikatakan vaksin karya anak bangsa.

Kedua, harus dikembangkan dan diteliti oleh peneliti-peneliti Indonesia, kita punya banyak peneliti yang pandai di Eijkman, UI, ITB dan lain sebagainya. Untuk pemenuhan khasiat keamanan, mutu vaksin, bahwa vaksin sebelum dilakukan uji klinik untuk menunjukkan khasiat dan keamanan harus dilakukan dulu uji pre klinik baik di laboratorium dan hewan. Di situlah kita melakukan eksperimental. Di tahap itu kita bisa mengubah dosis, menambahkan zat tambahan yang fungsinya untuk melihat apakah semua formulasi pengujian itu secara saintifik terbukti di tahap pra klinis. Selain itu, satu harus aman.

Jadi dalam coba-coba dilakukan di tahap uji klinis dengan subyek penelitiannya adalah manusia sampai dinyatakan firm ada beberapa kandidat dosis dan dinyatakan aman. Harus memenuhi melalui cara pembuatan obat atau standar yang baik (GMP) artinya, semua produk yang akan digunakan sudah bermutu dan aman.

Penelitiannya harus memenuhi standar Good Laboratory Practice (GLP) bahwa semua standar kriteria ditetapkan sesuai ketentuan, sehingga masing-masing pengukuran bisa dipertanggungjawabkan validitas dan integritas datanya.

Kemudian saat melalukan uji klinik harus melakukan kaidah GCP (Good Clinical Practice) atau Cara Uji Klinik yang baik (CUKB) untuk memberikan perlindungan kepada subjek penelitian yaitu manusia. Selain itu, menjaga kualitas dan integritas data karena nanti akan digunakan untuk pendaftaran vaksin, kalau validitas tidak dibisa dipertanggungjawabkan nanati bagaimana jika vaksin dipakai apalagi dalam jumlah yang besar.

Tahapannya memang panjang prosesnya karena vaksin dan obat adalah produk yang sangat berisiko kalau tidak berkhasiat, aman dan bermutu.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dini Suciatiningrum
EditorDini Suciatiningrum
Follow Us