40 Persen Lebih Pasien Cuci Darah di Gaza Telah Meninggal sejak Perang

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa lebih dari 40 pasien dialisis atau cuci darah di Gaza telah meninggal sejak Oktober 2023, baik akibat hancurnya infrastruktur ataupun kurangnya akses terhadap perawatan dialisis.
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengungkapkan bahwa serangan Israel yang terus berlanjut terhadap infrastruktur kesehatan sangat memprihatinkan. Pada Minggu (1/6/2025), Pusat Dialisis Noura Al-Kaabi di Gaza Utara juga dibom.
“Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa lebih dari 40 persen pasien dialisis di Gaza telah meninggal sejak meningkatnya permusuhan pada Oktober 2023. Hal ini karena pusat-pusat tersebut terkena serangan atau tidak dapat dijangkau,” kata Dujarric pada Senin (2/6/2025), dilansir dari Anadolu.
1. Serangan terhadap Pusat Dialisis Noura Al-Kaabi merupakan ancaman besar bagi pasien gagal ginjal
Pusat Dialisis Noura Al-Kaabi merupakan satu-satunya penyedia layanan dialisis bagi pasien gagal ginjal di Gaza utara. Dalam video yang beredar di internet, tampak ekskavator militer Israel menghancurkan sisa-sisa bangunan tersebut yang masih berdiri.
“Penghancuran pusat ini merupakan pukulan besar terhadap sistem kesehatan. Ini adalah bencana dengan konsekuensi yang belum dapat kita pahami sepenuhnya,” kata sumber medis Palestina kepada Wafa.
Fasilitas tersebut sebelumnya telah menjadi sasaran serangan Israel, sehingga menyisakan delapan mesin dialisis yang berfungsi, sebelum akhirnya dihancurkan total pada Minggu.
2. Operasi kemanusiaan di Gaza terhambat
Pekan lalu, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Jens Laerke, menyatakan 100 bahwa persen populasi Jalur Gaza yang berjumlah lebih dari 2,2 juta orang berada di ambang bencana kelaparan. Ia menyebutkan bahwa jumlah truk bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza masih sangat terbatas.
"Operasi bantuan yang sudah kami siapkan sepenuhnya kini terbelenggu oleh pembatasan operasional, menjadikannya salah satu operasi kemanusiaan yang paling terhambat, tidak hanya di dunia saat ini, tetapi juga dalam sejarah baru-baru ini," ungkapnya, dikutip dari Middle East Eye.
Pembatasan bantuan telah membuat warga Palestina harus berjuang untuk bertahan hidup, termasuk pasien ginjal yang membutuhkan obat-obatan khusus, asupan gizi, dan layanan kesehatan.
3. Sekitar 80 persen wilayah Gaza kini berada di bawah kendali militer Israel
Menurut laporan Al Jazeera pada Senin, serangan udara Israel masih terus menghantam kawasan pemukiman. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 51 warga Palestina tewas dan 503 lainnya terluka dalam 24 jam terakhir. Sejak perang meletus pada Oktober 2023, korban tewas akibat serangan Israel telah mencapai lebih dari 54.470 orang.
Berdasarkan data terbaru dari Financial Times, sekitar 80 persen wilayah Gaza kini berada di bawah kendali militer Israel atau telah ditetapkan sebagai zona evakuasi paksa. Sebanyak 2,3 juta penduduk Gaza kini terdesak ke area yang semakin menyempit di bagian selatan, dekat perbatasan Mesir.
Sementara itu, citra satelit menunjukkan bahwa pasukan Israel sedang membersihkan lahan dan membangun infrastruktur militer di area-area yang telah dikosongkan.
“Pemerintah Israel sudah sangat jelas mengenai rencana mereka di Gaza. Ini tentang pembersihan etnis," kata analis politik, Xavier Abu Eid.