Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Belanda Minta Maaf atas Peran Perbudakan di Masa Lalu

ilustrasi bendera Belanda (Unsplash.com/João Guimarães)
ilustrasi bendera Belanda (Unsplash.com/João Guimarães)

Jakarta, IDN Times - Belanda adalah salah satu negara penjajah di era kolonial. Belanda juga memiliki peran dalam perbudakan dan perdagangan budak. Diperkirakan, lebih 600 ribu orang Asia dan Afrika diperdagangkan sebagai budak oleh Belanda pada abad ke-17 hingga abad ke-19.

Pada Senin (19/12/2022), Perdana Menteri (PM) Mark Rutte meminta maaf atas nama Belanda peran negaranya di masa lalu. Namun, para keturunan korban perbudakan Belanda mengatakan, permintaan maaf saja tidak cukup untuk noda kelam Amsterdam.

Berikut ini adalah lima fakta seputar permintaan maaf Belanda karena telah memiliki peran dalam perbudakan dan perdagangan budak.

1. Pidato permintaan maaf hanya berlangsung 20 menit

Mark Rutte, PM Belanda (Twitter.com/Mark Rutte)
Mark Rutte, PM Belanda (Twitter.com/Mark Rutte)

Melalui pidatonya pada Senin, PM Rutte meminta maaf atas peran pemerintahannya di masa lalu, dalam istilah yang sangat jelas tentang perbudakan dan perdagangan budak itu.

"Hari ini saya meminta maaf atas tindakan Belanda di masa lalu untuk memperbudak orang di masa lalu," kata Rutte dikutip Associated Press.

Pidato permintaan maaf itu berlangsung selama 20 menit dan disambut dengan hening oleh hadirin yang diundang di gedung Arsip Nasional di Den Haag.

2. Belanda tidak memberikan ganti rugi terhadap keturunan korban perbudakan

ilustrasi pekerja budak pada 1823 (Unsplash.com/British Library)
ilustrasi pekerja budak pada 1823 (Unsplash.com/British Library)

Selama abad ke-17, Belanda adalah salah satu negara paling makmur, tidak hanya di Eropa tapi juga di dunia. Periode itu disebut sebagai periode zaman keemasan bagi Belanda, yang mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan budaya.

Di bagian barat Belanda, sebuah studi menemukan 40 persen pertumbuhan ekonomi antara tahun 1738 dan 1780 dikatikan dengan bisnis perbudakan.

Tapi kekayaan itu dihasilkan dari eksploitasi penjajahan dan perbudakan yang diamanatkan oleh negara. Mereka yang diperbudak, dikirim ke tanah baru di Amerika dan Karibia, mengalami kekerasan fisik, mental serta seksual.

Bersamaan dengan permintaan maaf yang disampaikan Rutte, Belanda tidak akan mengalokasikan uang untuk ganti rugi atas perannya di masa lalu. Namun menurut BBC, Amsterdam diperkirakan akan mengalokasikan 200 juta euro atau Rp3,3 triliun untuk proyek kesadaran seperti bantuan pendidikan.

Belanda juga berjanji akan menghabiskan dana sekitar 27 juta euro atau sekitar Rp445 miliar untuk museum perbudakan.

3. Cara Belanda meminta maaf masih memiliki cita rasa kolonial

ilustrasi (Unsplash.com/Adrien Olichon)
ilustrasi (Unsplash.com/Adrien Olichon)

Beberapa aktivis menuntut bahwa permintaan maaf itu seharusnya datang dari Raja Belanda, yakni Raja Willem-Alexander. Mereka juga meminta agar permintaan maaf dilakukan pada 1 Juli 2023, sekaligus memperingati 160 tahun penghapusan perbudakan.

Roy Kaikusi Groenberg dari organisasi Belanda Afro-Suriname mengatakan, para aktivis telah berjuang selama bertahun-tahun dalam diskusi nasional tentang noda hitam perbudakan yang dilakukan Belanda. Namun mereka tidak diajak berkonsultasi secara memadai.

Dilansir Al Jazeera, Groenberg mengatakan bahwa cara pemerintah Belanda menangani masalah tersebut, tetap terlihat memiliki cita rasa kolonial yang masih bertahan.

4. Tidak akan menerima permintaan maaf Belanda

ilustrasi (Unsplash.com/Tasha Jolley)
ilustrasi (Unsplash.com/Tasha Jolley)

Setidaknya ada enam wilayah Seberang Laut Belanda yang jadi fokus utama karena wilayah itu menjadi wilayah tempat para budak dipekerjakan. Wilayah itu adalah Suriname, Bonaire, Sint Maarten, Curacao, Saba dan St. Eustatius.

Para Menteri Belanda juga melakukan kunjungan ke wilayah itu untuk meminta tanggapan para kabinet yang memerintah di sana.

Silveria Jacobs, PM Sint Maarten, pada Sabtu mengatakan bahwa pulau itu tidak akan menerima permintaan maaf Belanda.

"Biar saya perjelas bahwa kami tidak akan menerima permintaan maaf sampai komite penasihat kami membahasnya dan kami sebagai negara mendiskusikannya," kata Jacobs dikutip Deutsche Welle.

Rhoda Arrindell, aktivis di Sint Maarten, menilai bahwa permintaan maaf Amsterdam tidak memenuhi standar seperti apa seharusnya permintaan maaf resmi yang sah. Wilayah itu tidak dilibatkan dalam pembahasan, sehingga Arrindel menilai permintaan maaf itu tidak tulus.

"Ini pendekatan kolonial sepihak, dan kami menolaknya," ujar Arrindel.

5. Rekam jejak perbudakan dan perdagangan budak Belanda

ilustrasi (Unsplash.com/British Library)
ilustrasi (Unsplash.com/British Library)

Di masa lalu, Belanda memiliki peran signifikan sebagai negara penjajah. Mereka juga memiliki andil besar dalam bisnis perbudakan dan perdagangan budak.

Pertama kali perbudakan Belanda diupayakan terjadi pada 1634. Sekitar 1.000 orang dari Gold Coast yang saat ini Ghana, diculik dan dikirim ke Brasil oleh perusahaan VOC. Mereka dipaksa untuk bekerja di perkebunan.

Di Karibia, Belanda menguasai pulau Curacao pada tahun yang sama. Pulau itu kemudian dijadikan sebagai pusat perdagangan budak. Menurut The Guardian, pada 1667 Belanda merebut Suriname dan mengubah wilayah itu menjadi koloni perkebunan yang sangat bergantung pada tenaga budak dari Afrika.

Di Samudera Hindia dan Asia, perusahaan VOC memiliki kiprah sebagai penjajah dan berbisnis perbudakan. Ini khususnya membawa orang-orang dari Madagaskar ke Cape Town. Mereka juga membawa orang-orang dari anak benua India ke Indonesia, wilayah jajahan Belanda yang banyak memberi kekayaan kepada negeri Eropa itu.

Banyak kota besar Belanda saat ini yang megah dan mewah, dibangun dari hasil penjajahan dan perbudakan. Amsterdam, Rotterdam, Den Haag dan Utrecht telah meminta maaf atas peran mereka dalam perdagangan budak. Pemerintahan mereka pernah menyatakan penyesalan mendalam tapi belum meminta maaf secara resmi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us