Banjir Bandang Menyapu Kongo, 62 Orang Tewas

- 62 orang tewas dan 50 hilang dalam banjir bandang di Republik Demokratik Kongo.
- Banjir terjadi di sejumlah desa di Provinsi Kivu Selatan akibat hujan deras.
- Pencarian korban terkendala oleh kerusakan infrastruktur dan konflik bersenjata di wilayah tersebut.
Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 62 orang dilaporkan tewas dan 50 lainnya dinyatakan hilang setelah banjir bandang di Republik Demokratik Kongo, menurut keterangan pejabat setempat pada Sabtu (10/5/2025).
Banjir melanda sejumlah desa di sepanjang Danau Tanganyika, Provinsi Kivu Selatan, Kongo bagian timur, pada Jumat (9/5/2025). Dilansir ANTARA dari Anadolu, banjir dahsyat tersebut terjadi sekitar pukul 05.00 waktu setempat (03.00 GMT atau 10:00 WIB).
1. Menghanyutkan rumah dan memutus jaringan komunikasi

Air bah tiba-tiba menerjang Desa Kasaba di sektor Ngandja. Para saksi mata melaporkan bahwa hujan deras menjadi pemicu bencana banjir ini.
Banjir tersebut menghanyutkan rumah-rumah warga dan memutus jaringan komunikasi.
2. Upaya pencarian terkendala

Menteri Kesehatan Provinsi Kivu Selatan, Theophile Walulika Muzaliwa, menyatakan bahwa upaya pencarian dan penyelamatan terkendala berbagai hambatan.
"Para kepala sektor, kepala desa, dan kepala lokalitas yang juga merupakan bagian dari pemerintah setempat kini berada di lokasi. Satu-satunya organisasi kemanusiaan yang saat ini hadir adalah Palang Merah. Belum memungkinkan untuk memberikan data pasti karena proses pencarian jenazah masih berlangsung," kata Muzaliwa kepada Arab News melalui sambungan telepon.
3. Infrastruktur di Kongo rusak beberapa bulan terakhir

Peristiwa ini terjadi hanya beberapa pekan setelah hujan deras serupa menewaskan 33 orang di ibu kota, Kinshasa. Infrastruktur di berbagai wilayah Kongo mengalami kerusakan parah dalam beberapa bulan terakhir, sementara kapasitas tanggap darurat terus tertekan akibat konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.
Sejak Februari, pertempuran antara pasukan pemerintah dan kelompok bersenjata kembali meningkat, memperburuk salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).