Bea Cukai China Sita 60 Ribu Peta soal Taiwan

- Bea Cukai di Qingdao, Shandong, menyita 60 ribu peta yang tidak sesuai dengan standar pemerintah China.
- Peta tersebut salah menandai Taiwan dan tidak mencantumkan pulau-pulau yang menjadi sengketa.
- Peta bermasalah itu juga menghilangkan pulau-pulau penting di Laut China Selatan yang diklaim China.
Jakarta, IDN Times - Bea Cukai China di Provinsi Shandong pada Selasa (14/10/2025), menyita 60 ribu peta yang dianggap bermasalah karena penandaan Taiwan serta penghilangan wilayah yang diklaim Beijing di Laut China Selatan. Penindakan ini dilakukan sebagai bagian dari pengawasan ketat terhadap produk ekspor yang tidak sesuai dengan peraturan resmi pemerintah China.
Peristiwa penyitaan ini menjadi sorotan mengingat konflik wilayah antara China dengan Taiwan dan negara-negara tetangga lain di kawasan Laut China Selatan yang semakin memanas.
1. Peta tidak memenuhi standar pemerintah China
Pihak Bea Cukai di Qingdao, Shandong, melakukan inspeksi terhadap sejumlah barang ekspor dan menemukan 60 ribu peta yang tidak memenuhi standar pemerintah China. Peta tersebut dianggap bermasalah karena salah menandai Taiwan dan tidak mencantumkan beberapa pulau yang menjadi sengketa.
Dalam pernyataannya, Bea Cukai China menegaskan bahwa peta-peta tersebut membahayakan kesatuan nasional, kedaulatan, dan integritas wilayah negara, sehingga dilarang untuk diimpor maupun diekspor. Penyitaan ini merupakan langkah tegas untuk memastikan kesesuaian peta dengan garis kebijakan Beijing.
“Peta-peta ini tidak hanya menghilangkan garis sembilan putus yang menjadi klaim maritim China di Laut China Selatan, tetapi juga tidak menunjukkan batas wilayah antara China dan Jepang,” kata pejabat Bea Cukai dalam keterangannya yang dirilis melalui WeChat, dilansir BBC.
2. Peta yang disita menunjukkan Taiwan adalah bukan wilayah China
Peta-peta yang disita menunjukkan Taiwan tidak menjadi bagian dari wilayah China, padahal pemerintah Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang tidak terpisahkan dan bahkan tidak menolak penggunaan kekerasan untuk menguasainya. Taiwan sendiri memiliki pemerintahan demokratis yang mandiri dan menolak klaim tersebut.
Selain itu, peta bermasalah itu juga menghilangkan pulau-pulau penting di Laut China Selatan yang diklaim China, termasuk garis sembilan putus, tanda batas klaim maritim yang disengketakan dengan negara-negara seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.
“China secara tegas menolak putusan tribunal internasional pada 2016 yang menolak klaim luasnya di kawasan tersebut,” jelas seorang analis geopolitik dari zona tersebut, dilansir Channel News Asia.
Penghilangan detail ini bukan hal baru. Pada 2022 dan 2019, China juga pernah menyita ribuan peta ekspor karena permasalahan serupa yang dinilai bisa mengancam kedaulatan negara.
3. China klaim penyitaan peta untuk memperkuat posisi kedaulatan wilayahnya
Insiden penyitaan peta ini terjadi di tengah ketegangan yang terus meningkat di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. China sering terlibat bentrokan dengan kapal-kapal di perairan yang disengketakan, termasuk insiden terbaru saat kapal China diduga menabrak dan menyemprotkan meriam air ke kapal pemerintah Filipina.
Kebijakan Bea Cukai terhadap peta yang dianggap salah mencerminkan ketegasan Beijing dalam mempertegas klaim wilayahnya serta menekan ekspresi wilayah negara lain di peta. Menurut pengamat hubungan internasional, langkah ini memperkuat posisi China secara politik dan diplomatik, tetapi juga memperbesar risiko konfrontasi dengan negara-negara tetangga.
“Ini adalah bagian dari strategi Beijing untuk menunjukkan kekuatan dalam isu kedaulatan wilayah,” kata pakar keamanan Asia Timur.