Belanda Minta Maaf atas Perannya dalam Perbudakan Dunia

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Belanda merencanakan untuk melakukan permintaan maaf atas perannya dalam perdagangan budak. Belanda telah menyiapkan pendanaan bagi proyek-proyek yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang warisan perbudakan.
Dana tersebut akan diumumkan setelah negara meminta maaf secara resmi atas perannya dalam perbudakan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Dilansir oleh Bloomberg, berdasarkan informasi dari pihak terkait, besaran dana tersebut mencapai 200 juta euro atau hampir Rp3 triliun rupiah.
1. Pernah menolak meminta Maaf, PM Belanda kini Berubah Pikiran
Pada 2020, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte sempat menyatakan penolakan permintaan maaf atas sejarah kelam negaranya ini. Saat itu, ia berpendapat bahwa hal tersebut malah akan akan mempertajam polarisasi di masyarakat Belanda.
Pemikiran Rutte ini kemudian berubah ketika melakukan kunjungan ke salah satu negara bekas koloni Belanda, Suriname. Melalui pidatonya pada Senin (12/9/2022) malam waktu setempat, ia merasa perlu adanya pembicaraan mendalam tentang topik ini.
“Sebagian karena seluruh diskusi yang muncul seputar gerakan Black Lives Matter. Itu benar-benar membuat saya berpikir berbeda tentang topik ini,” ucap Rutte dalam pidatonya yang dikutip dari The Times.
Pada pernyataan resminya, Rutte berpendapat bahwa meskipun sudah tidak ada lagi orang yang hidup di masa tersebut, hal ini masih menjadi bab sejarah yang belum terselesaikan. Oleh karena itu, pada peringatan 150 tahun penghapusan perbudakan di Belanda yang jatuh pada tahun depan, ia berharap topik besar ini dapat terus dibicarakan dan didiskusikan.
2. Pemerintah daerah dan perusahaan Belanda sempat meminta maaf terlebih dahulu

Sebelumnya beberapa pemerintah daerah dan perusahaan Belanda sudah melakukan permintaan maaf terhadap perbudakan terlebih dahulu. Pada Juli 2021, Walikota Amsterdam, Femke Halsema menyatakan permintaan maafnya atas peran kotanya dalam perdagangan perbudakan.
"Saya minta maaf atas keterlibatan aktif dewan kota Amsterdam dalam sistem komersial perbudakan kolonial dan perdagangan orang-orang yang diperbudak di seluruh dunia," ucapnya saat itu dikutip dari BBC.
Permintaan maaf ini juga dilakukan oleh pemerintah kota Rotterdam di tahun yang sama, kemudian pemerintah kota Utrecht di tahun berikutnya.
Selain itu, bank sentral dari Belanda, De Nederlandsche Bank (DNB) juga melakukan permintaan maaf yang sama pada Juli 2022. DNB mengakui bahwa mereka telah berpartisipasi dalam perbudakan sejak 1814 hingga 1863.
Bank asal Belanda lainnya yang meminta maaf adalah ABN AMRO Bank NV. Mereka mengatakan perusahaan pendahulunya Hope & Co. secara aktif terlibat dalam bisnis perkebunan yang mempekerjakan budak.
Perusahaan pendahulu lainnya, Mees en Zoonen, menjadi perantara asuransi untuk kapal-kapal budak dan pengiriman barang-barang yang dipanen oleh orang-orang yang diperbudak.
3. Belanda menjadi salah satu pemerintah terakhir yang menghapuskan perbudakan

Pada abad ke-16 hingga ke-19, Belanda sangat terlibat aktif dalam perdagangan budak trans-Atlantik. Sebuah sejarah kelam di mana banyak penduduk asal Benua Afrika yang dipindahkan secara paksa untuk bekerja di Benua Amerika.
Pada masa ini Belanda memiliki wilayah koloni yang sangat luas mulai dari Suriname, Afrika Selatan, Curaçao, hingga Indonesia. Perusahaan seperti Dutch West India Company (GWC) dan Dutch East India Company (VOC) menjadi pemeran utama dalam perdagangan budak ini. Faktor yang membantu Belanda memasuki masa keemasan dan menjadi kekuatan ekonomi global saat itu.
Museum Nasional Belanda, Rijksmuseum mengungkapkan bahwa Belanda menjadi salah satu negara terakhir yang menghapuskan sistem perbudakan. Hal ini terjadi pada tahun 1863 dan baru benar-benar efektif sepuluh tahun kemudian.
Peristiwa ini akhirnya diperingati setiap tanggal 1 Juli dan dikenal dengan nama Keti Koti yang memiliki arti "rantai putus".
Sumber:
https://www.bbc.com/news/world-europe-57680209
https://www.rijksmuseum.nl/en/stories/exhibitions/slavery