Capres Oposisi Zimbabwe Tuding Ada Kecurangan Besar dalam Pilpres

Jakarta, IDN Times - Calon presiden oposisi Zimbabwe, Nelson Chamisa, mengungkapkan terdapat kecurangan besar dalam pemilihan presiden di negaranya pada Minggu (27/8/2023). Pasalnya, hasil pemilu menunjukkan calon petahana Presiden Emmerson Mnangagwa kembali menang.
Tudingan ini juga datang dari banyaknya indikasi kecurangan saat berjalannya pemilu serentak di Zimbabwe pekan lalu. Bahkan, aparat kepolisian telah menangkap pengawas pemilu yang dianggap bersekongkol dengan kandidat oposisi untuk memanipulasi hasil pemilu.
1. Chamisa klaim Mnangagwa memanipulasi hasil pemilu
Chamisa menyatakan penolakannya terhadap hasil pemilu yang digelar pada Rabu (23/8/2023) yang memenangkan Presiden Mnangagwa. Ia pun secara sepihak mendeklarasikan kemenangannya dalam pemilu itu.
"Terdapat kecurangan besar dan nyata dalam pengumuman hasil pemilu tersebut. Kami mendekrasikan kemenangan kami dalam pemilu tahun ini. Kami menuntut diadakannya verifikasi ulang terkait hasil pemilu," tutur Chamisa dalam media sosialnya.
"Kami adalah pemimpin suara. Kami pun terkejut kenapa Mnangagwa dapat dideklarasikan sebagai pemenang dalam pemilu tahun ini," tambah pemimpin Partai Citizens Coalition for Change (CCC) itu, dilansir Deutsche Welle.
Pemerintah mengumumkan hasil pemilu Zimbabwe di mana Mnangagwa kembali terpilih sebagai presiden dengan perolehan 52,6 persen. Sedangkan Chamisa hanya mendapatkan suara sebesar 44 persen.
2. Mnangagwa sebut tidak ada kecurangan dalam pemilu
Menanggapi pernyataan Chamisa, Presiden Mnangagwa menyatakan bahwa hasil pemilu tahun ini sesuai dengan keinginan rakyat. Ia menolak adanya klaim kecurangan yang disebutkan oleh pesaingnya.
"Saya berani bersaing dengan mereka dan saya senang bahwa saya kembali memenangkan pemilu ini. Siapapun yang merasa bahwa pertarungan ini tidak berjalan sesuai dengan ketentuan harus tahu ke mana mereka akan pergi," tutur Mnangagwa, dikutip Reuters.
Mnangagwa memimpin untuk pertama kalinya di Zimbabwe setelah lengsernya Robert Mugabe dalam kudeta militer pada 2017 usai memimpin selama 37 tahun. Pada periode pertama, ia mengemban tugas berat dalam meredam inflasi, keterbatasan nilai mata uang, dan tingginya pengangguran.
Terpilihnya Mnangagwa dalam periode kedua ini, kemungkinan akan menjadi yang terakhir baginya setelah pembatasan masa kepemimpinan presiden yang hanya sampai dua periode.
3. Partai ZNU-PF sebut pemilu berjalan dengan baik
Juru bicara Partai ZANU-PF, Chris Mutsvangwa mengungkapkan bahwa pemilu serentak di Zimbabwe berjalan dengan lancar. Ia pun menyebut bahwa Zimbabwe adalah negara demokrasi yang dewasa.
"Kami menyebut tindakan dari Nelson Chamisa sebagai pertunjukkan yang bagus. Dia tidak akan berhasil, tetapi ia telah memperagakan pertunjukan yang baik. Ini menunjukkan bahwa rakyat Zimbabwe adalah demokratis," tutur Mutsvangwa, dikutip Africa News.
Pada 2018, Mnangagwa dan Chamisa telah bertarung sengit dalam pilpres. Namun, hasilnya menunjukkan Mnangagwa unggul dengan perolehan 50,8 persen suara berbanding 44,03 persen untuk Chamisa.
Di sisi lain, Chamisa pun menyerukan kepada negara tetangganya untuk menekan rezim Mnangagwa dalam menyelesaikan krisis politik di Zimbabwe usai pemilu tahun ini.