Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cegah Pandemi di Masa Depan, WWF Imbau Perlindungan Hutan

Ilustrasi deforestasi. Sumber: Pexels/Pok Rie.

Gland, IDN Times - Dalam laporan berjudul 'Deforestation Fronts: Drivers and Responses in a Changing World' yang dikeluarkan pada Rabu (13/01) ini, WWF menyebutkan bahwa tingkat deforestasi global sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Data dalam 13 tahun terakhir menunjukkan bahwa dunia telah kehilangan hutan tropis sebesar area California. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat setengah permukaan bumi ditutupi oleh hutan 8.000 tahun yang lalu dan saat ini hanya tersisa 30 persennya saja.

Secara alami, hutan berfungsi untuk menyerap karbon dioksida yang berlebih dan memerangkap panas dari atmosfer. Dengan fungsi yang dimilikinya, hutan membantu mengatur iklim melalui suhu dan curah hujan. Adanya deforestasi membuat upaya global dalam memerangi perubahan iklim menjadi terhambat.

1. Indonesia masuk ke dalam negara dengan tingkat deforestasi tercepat di dunia

Sektor pertambangan menjadi salah satu penyebab kerusakan hutan. Sumber: Pexels/Tom Fisk.

Data yang dikeluarkan oleh WWF menunjukkan bahwa deforestasi tercepat terjadi di Brazil, Argentina, Madagaskar, Indonesia, dan Malaysia. Penyebab deforestasi ini mencakup pembersihan hutan untuk pembuatan peternakan dalam skala besar, pertanian subsisten di Afrika, dan perluasan perkebunan di Asia. Selain itu, deforestasi di negara-negara tersebut juga dipicu oleh aktivitas pertambangan dan perluasan infrastruktur.

Beberapa daerah di negara di atas turut terdampak akibat fenomena deforestasi, salah satunya adalah Cerrado, Brazil. Daerah yang menjadi tempat tinggal bagi 5 persen flora dan fauna bumi telah kehilangan 33 persen daerah hutannya diantara tahun 2004 hingga 2017 untuk dijadikan daerah peternakan dan produksi kedelai. Kejadian ini mengakibatkan krisis lingkungan yang cukup parah di daerah yang merupakan salah satu savana terbesar di Amerika Selatan tersebut.

2. COVID-19 memberikan peluang untuk melindungi hutan

COVID-19 dapat menjadi peluang untuk menyelamatkan hutan-hutan di dunia. Sumber: Pexels/International Fund for Animal Welfare.

Para ilmuwan terkemuka telah mengaitkan COVID-19 dengan interaksi yang erat antara manusia dan hewan. Mereka juga mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan terjadinya pandemi lain di masa yang akan datang bila pemerintah tidak memperbaiki kebijakan lingkungan, termasuk perlindungan hutan dan penghentian penangkaran hewan liar. WWF percaya bahwa dengan melindungi hutan, pandemi yang bersumber dari hewan dapat dicegah di masa yang akan datang.

"Kita perlu mengubah hubungan kita dengan alam. Selagi pemerintah membuat kebijakan untuk mengatasi dampak ekonomi dan sosial dari pandemi global, kita juga harus mengatasi konsumsi berlebihan terhadap alam dan lebih menghargai alam", ucap Fran Raymond Price, pemimpin praktik kehutanan global di WWF Internasional.

3. Masyarakat dan politisi dapat berperan memberantas kerusakan hutan

Ilustrasi melihat label makanan. Sumber: Pexels/Jack Sparrow.

Dilansir dari South China Morning Post, masyarakat awam juga dapat berperan dalam melindungi hutan, diantaranya dengan cara menghindari makanan yang dalam pembuatannya melibatkan deforestasi dengan cara mengecek label makanan, mendesak pemimpin mereka untuk mengeluarkan kebijakan pemulihan hutan, dan mengurangi sampah makanan.

Dari segi produksi, Price menyarankan pihak-pihak terkait untuk memproduksi makanan di lahan yang telah terdegradasi, beralih ke praktik pertanian ekologis, dan melakukan upaya konservasi yang dipimpin oleh masyarakat setempat. Price turut menambahkan bahwa harus ada jaminan bahwa produk yang dihasilkan dari hutan diproduksi dan diperdagangkan secara legal, etis, dan berkelanjutan sehingga dapat mendorong investor untuk berkomitmen pada nol deforestasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aviliani Vini
EditorAviliani Vini
Follow Us