Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Data Militer Israel: 83 Persen Korban Tewas di Gaza Warga Sipil

pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)
pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)
Intinya sih...
  • Pejabat Israel mengklaim puluhan ribu yang tewas adalah militan Hamas.
  • Ketika dikonfirmasi media, militer Israel membantah terkait data tersebut.
  • Rasio korban sipil di Gaza luar biasa tinggi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Investigasi oleh The Guardian, +972 Magazine, dan Local Call mengungkap data intelijen militer Israel yang menunjukkan mayoritas korban tewas dalam serangan di Gaza adalah warga sipil. Data tersebut mengindikasikan bahwa lima dari setiap enam warga Palestina yang terbunuh merupakan non-kombatan.

Menurut data per Mei 2025, intelijen Israel mencatat sekitar 8.900 kombatan tewas atau kemungkinan tewas yang teridentifikasi. Pada periode yang sama, otoritas kesehatan Gaza melaporkan total korban jiwa telah mencapai 53 ribu orang akibat serangan Israel.

Perbandingan tersebut menunjukkan kombatan yang teridentifikasi hanya menyumbang 17 persen dari total kematian. Angka ini berarti 83 persen korban tewas adalah warga sipil, rasio yang dinilai para peneliti konflik hampir tidak ada bandingannya dalam peperangan modern.

1. Klaim pejabat Israel tidak sesuai data

Angka ini sangat kontras dengan pernyataan publik para pejabat Israel yang berulang kali mengklaim telah menewaskan hingga 20 ribu militan. Mereka juga sering mengklaim rasio korban sipil berbanding kombatan adalah satu banding satu, jauh dari angka temuan ini.

Pensiunan jenderal Israel, Itzhak Brik, menyebut narasi tersebut sebagai sebuah kebohongan besar yang sama sekali tidak mencerminkan situasi nyata di lapangan.

"Mereka berbohong tanpa henti, baik eselon militer maupun eselon politik. Semua orang yang menurut tentara telah mereka bunuh, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil. Titik," ujar Brik, dikutip dari +972 Magazine pada Jumat (22/8/2025).

Militer Israel (IDF) juga tidak konsisten dalam merespons temuan investigasi ini. Saat pertama kali diminta konfirmasi, IDF tidak membantah keberadaan database atau angka di dalamnya.

Namun, sikap IDF berubah ketika The Guardian meminta komentar atas data yang sama. Seorang juru bicara IDF mengubah responsnya, dan menyatakan angka tersebut tidak benar, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

2. Penyebab tingginya jumlah korban sipil

Tingginya jumlah korban sipil diduga berasal dari praktik di lapangan, di mana verifikasi terhadap status kombatan sangat longgar. Seorang narasumber intelijen mengungkapkan adanya praktik melabeli warga sipil yang tewas menjadi teroris tanpa bukti yang kuat.

"Orang-orang baru dicap sebagai teroris setelah mereka tewas. Kalau saya hanya mendengar laporan dari brigade, saya bisa berpikir kami sudah membunuh 200 persen anggota Hamas di wilayah ini," kata sumber intelijen itu, dilansir The Guardian.

Selain itu, Israel dilaporkan telah melonggarkan aturan pertempurannya secara signifikan setelah serangan 7 Oktober 2023. Aturan tersebut memberi wewenang untuk membunuh lebih dari 100 warga sipil demi menargetkan satu komandan senior Hamas.

Para pejabat Israel juga kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial yang mengarah pada genosida. Misalnya, mantan kepala intelijen militer Israel, Aharon Haliva, yang menjustifikasi besarnya korban tewas.

"Kematian 50 ribu orang di Gaza adalah sesuatu yang perlu terjadi demi generasi mendatang. Untuk setiap korban jiwa pada 7 Oktober, 50 warga Palestina harus mati. Tidak ada pilihan lain, mereka harus sesekali merasakan 'Nakba' agar tahu akibatnya," ujar Haliva dalam sebuah rekaman yang bocor ke publik.

3. Rasio korban sipil di Gaza luar biasa tinggi

Menurut Therése Pettersson dari Uppsala Conflict Data Program, proporsi korban sipil di Gaza luar biasa tinggi. Ia menyatakan bahwa rasio yang lebih tinggi sejak 1989 hanya tercatat pada genosida di Srebrenica dan Rwanda, serta pengepungan Mariupol oleh Rusia pada tahun 2022.

Profesor Mary Kaldor dari London School of Economics menyebut konflik ini bukan perang biasa antar pasukan. Menurutnya, kampanye Israel lebih merupakan pembunuhan bertarget yang dilakukan tanpa memedulikan warga sipil.

Besarnya jumlah korban sipil dan tuduhan penggunaan kelaparan sebagai senjata perang telah membawa konsekuensi hukum bagi para pemimpin Israel. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kemanusiaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us