Demo Pro-Palestina di London Inggris, Tuntut Perdamaian Abadi

- Rencana Trump dianggap lanjutan pendudukan dan apartheid
- Rencana Trump dinilai gagal membahas isu hak rakyat Palestina
- Lautan massa bawa bendera Palestina dan plakat menentang genosida
Jakarta, IDN Times- Ratusan ribu demonstran pro-Palestina kembali membanjiri London pada Sabtu (11/10/2025), dalam salah satu pawai nasional terbesar yang pernah tercatat di Inggris. Aksi yang diorganisir oleh Palestine Solidarity Campaign (PSC) ini berawal di Victoria Embankment, lalu berakhir dengan rapat umum besar di luar kantor Perdana Menteri di Whitehall.
Unjuk rasa terjadi hanya sehari setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku sebagai fase pertama dari rencana perdamaian Gaza. Massa menuntut diakhirinya pendudukan Israel dan menolak rencana gencatan senjata yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump. Mereka berpendapat bahwa jeda pertempuran tidak berarti konflik selesai jika akar masalahnya diabaikan.
"Rencana yang diajukan oleh Donald Trump bukanlah rencana untuk perdamaian abadi,” ujar Direktur PSC Ben Jamal, dilansir The New Arab.
1. Rencana Trump dianggap lanjutan pendudukan dan apartheid
Meskipun ada gencatan senjata, demonstran berjanji untuk tidak menghentikan aksinya. Jamal menyampaikan bahwa ada perasaan lega bercampur kecemasan di tengah rakyat Palestina dan para pendukungnya. Kecemasan ini beralasan kuat, mengingat Israel dituduh telah melanggar setiap perjanjian gencatan senjata yang pernah mereka tandatangani di masa lalu.
Para demonstran menilai rencana damai Trump ini sama sekali tidak menyentuh akar permasalahan konflik yang sebenarnya. Jamal menganggap skema 20 poin itu hanyalah wajah baru dari sistem apartheid dan pendudukan Israel akan terus berlanjut. Rencana ini dinilai gagal membahas isu hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri.
Massa juga juga mengkritik keterlibatan AS dan Inggris dalam rencana pasca-perang Gaza. Apalagi, Trump sempat melontarkan rencana kontroversial mengenai pembangunan "Riviera" di Gaza tahun ini. Mantan PM Inggris Tony Blair dilaporkan mungkin bergabung dengan Dewan Rekonstruksi Gaza yang diusulkan dalam rencana Trump.
“Mereka menyerahkan Gaza kepada Trump dan Tony Blair, penjahat perang yang bertanggung jawab atas sejuta kematian di Irak,” tutur Lindsey German dari Stop the War Coalition.
2. Yel-yel bela Palestina menggema di London
Diperkirakan lebih dari setengah juta orang menghadiri protes ini, menjadikannya salah satu aksi paling besar di Inggris. Para demonstran, didukung aktivis serikat pekerja dan tokoh politik, memenuhi jalanan utama ibu kota selama berjam-jam. Aksi ini tercatat sebagai unjuk rasa nasional ke-32 yang diselenggarakan oleh PSC sejak perang Gaza meletus pada Oktober 2023.
Lautan massa terlihat melambaikan bendera Palestina dan mengenakan kefiyeh hitam-putih. Mereka membawa plakat yang berisi pesan menentang genosida dan menuduh politisi Inggris bersekongkol. Teriakan keras seperti "Berhenti mempersenjatai Israel" juga berulang kali menggema untuk mengkritik penjualan senjata dari Inggris.
Slogan ikonik yang diteriakkan termasuk "From the river to the sea, Palestine will be free". Sementara, beberapa pengunjuk rasa lain menuduh PM Inggris terlibat dalam genosida di Gaza. Jeremy Corbyn, co-founder Your Party, juga dilaporkan bergabung di barisan depan sambil membawa spanduk besar.
Para peserta menegaskan bahwa jeda pertempuran ini bukanlah kemenangan akhir. Gencatan senjata dinilai tidak cukup karena warga Gaza masih harus menghadapi kenyataan hancurnya rumah mereka dan kehilangan orang-orang tersayang. Aksi ini berupaya untuk memastikan mata dunia tetap fokus terhadap krisis kemanusiaan di Gaza, dilansir Al Jazeera.
3. Sempat terjadi gesekan dengan kelompok pro-Israel
Aksi ini sempat diwarnai gesekan dengan kelompok pro-Israel, seperti "Stop the Hate" dan "Our Fight". Polisi Metropolitan London menggunakan Undang-Undang Ketertiban Umum (Public Order Act) untuk menetapkan rute pawai dan memisahkan kedua kelompok yang bersaing.
Terjadi perkelahian kecil ketika sekelompok kontra-demonstran melanggar batas yang ditetapkan polisi, yang berakhir dengan sejumlah penangkapan. Kepolisian juga mencatat bahwa pada protes pekan sebelumnya, hampir 500 orang ditangkap di London. Mayoritas penangkapan itu terkait dengan dugaan dukungan terhadap organisasi terlarang Palestine Action.
Menteri Dalam Negeri Shabana Mahmood sempat mendesak agar pawai dibatalkan menyusul serangan teror di sinagoge Manchester pekan sebelumnya. Namun, PSC dan kelompok Yahudi anti-Zionis menolak seruan itu. Mereka menyebut desakan itu sebagai upaya tidak bertanggung jawab yang menghubungkan perjuangan Palestina dengan antisemitisme.
PM Keir Starmer mengonfirmasi bahwa pemerintah sedang meninjau ulang Undang-Undang protes untuk diberikan kekuasaan pembatasan yang lebih luas. Starmer secara spesifik ingin menargetkan slogan dan yel-yel tertentu yang digunakan demonstran, dilansir BBC.