Ditinggal Prancis, Pasukan Rusia Bergerak ke Timbuktu

Jakarta, IDN Times – Juru bicara militer Mali mengatakan bahwa pasukan Rusia telah dikerahkan ke Mali untuk melatih tentara sekaligus mengisi kekosongan pangkalan militer di Timbuktu. Pangkalan tersebut sebelumnya dihuni oleh pasukan Prancis, namun mereka keluar pada pertengahan Desember lalu.
Pengumuman terkait pengerahan pasukan tersebut sudah dilakukan sejak akhir Desember 2021. Namun, Bamako dan Moskow masih belum merinci secara jelas terkait pengerahan tersebut, termasuk berapa jumlah pasukan yang dikerahkan dan berapa lama waktu operasinya, seperti yang dilaporkan Al Jazeera, Jumat (7/1/2022).
1. Memicu kecurigaan penggunaan tentara bayaran

Dilansir France24, kehadiran pasukan Rusia di Mali akan memicu kecurigaan negara Barat terkait penggunaan tentara bayaran Wagner dari Rusia. Sebelumnya, pada akhir Desember, negara-negara Barat menuduh dan mengutuk tindakan Mali karena menggunakan jasa tentara bayaran dari Rusia tersebut.
Namun, militer Mali telah membantah tuduhan itu dan mengatakan bahwa Rusia hadir untuk meningkatkan kapasitas operasional pasukan keamanan.
“Kami mendapat akuisisi baru pesawat dan peralatan dari mereka (Rusia). Biayanya jauh lebih murah untuk melatih kami di lokasi daripada kami pergi ke sana… Apa salahnya?” kata juru bicara militer Mali kepada Reuters, Kamis (6/1/2022).
Mali merupakan salah satu negara di Afrika yang masih diporak-porandakan oleh akivitas pemberontak yang terkait dengan Al Qaeda dan ISIS. Untuk menangani hal tersebut, Prancis melakukan intervensi pada tahun 2013.
Saat ini, Prancis memiliki sekitar 5.000 tentara di wilayah tersebut. Namun, mereka berencana untuk menurunkan jumlah itu menjadi 2.500-3.000 pada tahun 2023.
Baru-baru ini, militer Prancis menyerahkan kembali tiga pangkalan militer di Mali utara kepada pasukan negara sebagai bagian dari penarikan pasukan, termasuk yang terbaru di kota gurun Timbuktu.
2. Penggunaan tentara bayaran di bawah kepemimpinan Assimi Goita

Sejak Kolonel Assimi Goita melakukan kudeta militer pada Agustus 2020, muncul kekhawatiran dunia internasional terkait stabilitas politik Mali.
Dengan tekanan dari Prancis dan beberapa negara Afrika, Goita berjanji akan membawa Mali kembali ke pemerintahan sipil pada pemilihan presiden dan legislatif yang rencananya dilaksanakan pada Februari mendatang.
Selain itu, di bawah tampuk kekuasaan Goita, Mali menggunakan jasa tentara bayaran Wagner dari Rusia sebagai imbas pengurangan pasukan yang dilakukan Prancis. Penggunaan tentara bayaran itu menimbulkan ketegangan di negara Barat.
Beberapa pejabat Mali yang menolak disebutkan namanya mengatakan kepada AFP bahwa tentara bayaran Rusia tengah berada di Mali saat ini. Namun, salah satu perwira militer Mali membantah dan mengatakan bahwa hanya penasihat militer Rusia yang dikerahkan ke Mali.
"Anda berbicara tentang tentara bayaran, itu urusan Anda. Bagi kami, mereka adalah penasihat Rusia," kata perwira militer itu.
3. Pengerahan tentara bayaran ditakutkan akan memperburuk situasi Mali

Dilansir Radio Free Europe, pengerahan tentara bayaran Wagner ke Mali disebut beberapa negara Eropa akan semakin memperburuk situasi keamanan. Hal yang sama juga dikatakan oleh Amerika Serikat pada bulan lalu bahwa pengerahan Wagner tidak akan membawa perdamaian namun justru semakin mengacaukan negara.
Sementara itu, presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, kelompok Wagner tidak mewakili Rusia dan tidak dibiayai oleh negara. Dia menambahkan bahwa kontraktor militer swasta memiliki hak untuk bekerja dan mengejar kepentingan mereka di mana pun di dunia selama mereka tidak melanggar hukum Rusia.