Dokter dan Pekerja Kemanusiaan di Gaza Pingsan akibat Kelaparan

Jakarta, IDN Times - Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA) menyatakan bahwa staf mereka beserta para dokter dan pekerja kemanusiaan turut terdampak oleh bencana kemanusiaan di Gaza. Banyak dari mereka bahkan pingsan saat menjalankan tugas karena kelaparan dan kelelahan.
Lembaga tersebut mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima puluhan pesan darurat dari stafnya yang menggambarkan kondisi yang sangat memprihatinkan di wilayah tersebut.
“Para tenaga perawat di Gaza juga memerlukan pertolongan. Dokter, perawat, jurnalis, dan pekerja kemanusiaan pun merasakan kelaparan. Banyak dari mereka jatuh pingsan karena lapar dan kelelahan saat menjalankan tugas, baik itu melaporkan kekejaman maupun berupaya mengurangi penderitaan," kata Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, dalam sebuah pernyataan pada Selasa (22/7/2025), dikutip dari The New Arab.
1. Petugas medis merasa terlalu lemah untuk bekerja
Ziad Abo Hmidan, kepala departemen pemeliharaan Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza, mengakui bahwa rekan-rekannya pingsan saat bekerja. Ia menerangkan bahwa tenaga medis kini semakin sulit untuk bekerja karena merasa terlalu lemah atau keluar demi mencari makanan untuk keluarga mereka.
“Ada sekitar 50 staf yang bekerja tanpa henti untuk menjaga rumah sakit tetap berjalan. Kami terus berpindah dari satu departemen ke departemen lain untuk memastikan peralatan tetap berfungsi, tapi kami tidak punya makanan yang dapat memberi kami energi untuk melakukan pekerjaan ini. Kualitas layanan kami mulai menurun," katanya kepada The National.
Di bagian Unit Gawat Darurat, Ahmad Abed Al Wahed mengungkapkan bahwa beberapa hari terakhir merupakan masa tersulit sejak perang dimulai pada Oktober 2023.
"Kami sudah melewati 30 jam tanpa makan sama sekali. Dokter memerlukan energi untuk merawat korban luka, namun kami benar-benar kelelahan," keluh dokter tersebut.
2. Jurnalis juga berisiko meninggal akibat kelaparan
Dilansir dari Al Jazeera, serikat jurnalis AFP memperingatkan bahwa jurnalis mereka yang bekerja di Gaza berisiko meninggal akibat kelaparan.
“Saya tidak punya tenaga untuk bekerja di media. Tubuh saya kurus, dan saya tidak sanggup bekerja," tulis salah satu dari 10 pekerja lepasnya di media sosial pada Sabtu (19/7/2025).
Kantor berita AFP menyatakan bahwa sebagian besar staf mereka di Gaza sudah tidak lagi memiliki kemampuan fisik untuk menjalankan tugas mereka. Meskipun para jurnalis masih menerima gaji bulan, tidak ada makanan yang tersedia di pasar. Kalaupun ada, harganya sangat mahal.
“Sejak AFP didirikan pada Agustus 1944, kami telah kehilangan jurnalis dalam berbagai konflik. Kami pernah memiliki rekan yang terluka maupun ditawan, tetapi tak satu pun dari kami pernah menyaksikan seorang kolega meninggal karena kelaparan. Kami menolak untuk melihat mereka mati," kata kantor tersebut
3. Serangan mematikan Israel terus berlanjut
Sementara itu, serangan brutal Israel terus berlanjut di Gaza. Sumber-sumber medis melaporkan bahwa sedikitnya 81 warga Palestina tewas akibat serangan militer di seluruh wilayah tersebut pada Selasa, termasuk 31 orang yang sedang mencari bantuan.
Dengan angka terbaru ini, jumlah orang yang tewas saat mencari bantuan makanan sejak Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) mulai beroperasi di Gaza pada akhir Mei mencapai lebih dari 1.000 orang.
“Pada 21 Juli, kami mencatat 1.054 orang tewas di Gaza ketika mencoba mendapatkan makanan; 766 di antaranya terbunuh di sekitar lokasi GHF dan 288 di dekat konvoi bantuan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya,” kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB Thameen Al-Kheetan pada Selasa.
Kementerian Kesehatan Gaza juga melaporkan bahwa sedikitnya 101 orang, termasuk 80 anak-anak, telah meninggal akibat kelaparan dan kekurangan gizi sejak perang dimulai pada Oktober 2023. Sebagian besar kematian terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Hingga kini, serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan hampir 60 ribu warga Palestina. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.