Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fakta-fakta Perbatasan Rafah yang Penting bagi Warga Palestina  

perbatasan Rafah. (أشرف العناني from alshekh zwaed, egypt, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)
perbatasan Rafah. (أشرف العناني from alshekh zwaed, egypt, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Perbatasan Rafah kembali dibuka setelah ditutup selama sembilan bulan. Palang perbatasan antara Gaza dan Mesir ini menjadi harapan terakhir warga Palestina yang membutuhkan perawatan medis darurat sejak konflik Israel-Hamas meletus Oktober 2023.

Pembukaan kembali perbatasan ini memungkinkan 50 pasien Palestina bersama 61 pendamping mereka masuk ke Mesir untuk mendapatkan perawatan medis, dilansir Al Jazeera pada Sabtu (1/2/2025).

Total 400 warga Palestina akan diizinkan meninggalkan Gaza sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata terbaru antara Hamas dan Israel.

Direktur Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Gaza, Mohammed Zaqout, memaparkan situasi medis di Gaza sangat mendesak. Menurutnya, lebih dari 6 ribu pasien Palestina siap dievakuasi ke luar negeri dan setidaknya 12 ribu pasien lainnya membutuhkan perawatan mendesak. Zaqout berharap jumlah pasien yang dievakuasi bisa bertambah karena jumlah saat ini belum memenuhi kebutuhan.

Rafah menjadi satu-satunya pintu keluar bagi warga Gaza sejak Israel menutup semua perbatasan lainnya saat konflik berlangsung. Dua perbatasan lain, yaitu Erez di utara dan Kerem Shalom di selatan Gaza, berada di bawah kendali penuh Israel.

1. Kota Rafah sesak karena perang

Kota Rafah awalnya merupakan sebuah oasis yang berkembang menjadi kota penting selama 3 ribu tahun. Kota ini pernah berganti nama beberapa kali, dari "Robihwa" di era Mesir kuno, menjadi "Raphia" saat dikuasai Yunani-Romawi, kemudian "Rafiah" oleh bangsa Israel, hingga akhirnya dikenal sebagai "Rafah" oleh bangsa Arab, dilansir Middle East Eye.

Perubahan besar terjadi pada 1906 saat Kekaisaran Ottoman dan Inggris membagi kota ini menjadi dua bagian akibat ketegangan politik. Pembagian ini membelah jalan-jalan, pemukiman warga, bahkan lahan pertanian. Perubahan memaksa banyak keluarga terpisah hingga sekarang di kedua sisi Gaza dan Mesir.

Saat peristiwa Nakba 1948, 750 ribu warga Palestina terusir dari tanah mereka dan mengungsi ke Rafah. Kamp pengungsi Rafah didirikan tahun 1949 di lahan sempit seluas 1,2 kilometer persegi. Data UNRWA menunjukkan hingga Juli 2023, lebih dari 133 ribu pengungsi terdaftar resmi di kamp ini.

Kondisi kota semakin sesak sejak serangan 7 Oktober 2023. Serangan Israel mendorong warga Palestina dari Gaza utara dan tengah ke selatan. Hal ini mengakibatkan populasi Rafah meningkat drastis dari sekitar 375 ribu menjadi 1,5 juta jiwa. Padahal luas kota ini hanya sekitar 64 kilometer persegi.

2. Kontrol perbatasan Rafah kerap berpindah tangan

sudut kota Gaza. (unsplash.com/Emad El Byed)
sudut kota Gaza. (unsplash.com/Emad El Byed)

Perbatasan Rafah mulai beroperasi resmi sejak 1982. Awalnya Israel mengendalikan penuh perbatasan ini, namun pada 1994 kontrol dibagi antara Israel dan Otoritas Palestina melalui Perjanjian Gaza-Yerikho. Pada masa itu, Israel tetap memegang hak veto untuk menolak siapapun yang ingin melewati perbatasan.

Situasi berubah pada Januari 2001 saat Israel kembali mengambil kendali total selama Intifada Kedua. Pada Juni 2007, Hamas mengambil alih Gaza dan mengontrol perbatasan tersebut bersama Mesir. Di bawah gencatan senjata terbaru, perbatasan ini kini akan diolah oleh bekas petugas Otoritas Palestina dibawah pengawasan Uni Eropa.

Data PBB menunjukkan sepanjang 2022, perbatasan Rafah dibuka 245 hari. Lebih dari 133 ribu orang masuk dan 144 ribu orang keluar Gaza melalui perbatasan ini. Setiap orang harus mendaftar 2-4 minggu sebelumnya dan bisa ditolak sewaktu-waktu tanpa penjelasan.

Melansir NYT, sistem penyeberangan di Rafah sangat ketat. Kendaraan pribadi dilarang melintas. Setelah melalui pemeriksaan di gerbang Palestina, penumpang harus berpindah ke bus khusus untuk menempuh jarak beberapa ratus meter ke pos pemeriksaan Mesir.

3. Perbatasan Rafah penting bagi evakuasi pasien Palestina yang kritis

Perbatasan Rafah. (Gigi  Ibrahim, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)
Perbatasan Rafah. (Gigi Ibrahim, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Perbatasan Rafah memainkan peran krusial bagi kelangsungan hidup warga Gaza. Sebelum konflik, warga Gaza rutin mengajukan izin melalui perbatasan ini untuk mendapatkan perawatan yang tidak tersedia di wilayahnya, terutama kemoterapi dan operasi khusus.

Proses evakuasi medis melalui Rafah melibatkan prosedur berlapis yang rumit. Pendiri INARA (International Network for Aid, Relief and Assistance), Arwa Damon, menjelaskan evakuasi medis melalui Rafah melibatkan empat tahap.

Pasien mendaftar ke Kementerian Kesehatan Gaza yang akan menilai tingkat kegawatan kasus. Israel lalu memeriksa setiap nama pemohon sebelum WHO mengatur transportasi ke negara pemberi perawatan.

Tidak hanya untuk manusia, gerbang Salah a-Din di Rafah juga menjadi jalur masuk barang-barang vital sejak 2018. Gerbang ini mengangkut bahan bakar, gas memasak, material konstruksi, dan kebutuhan pokok lainnya yang sangat dibutuhkan warga Gaza. Sebelumnya, barang-barang kebutuhan rumah tangga masuk melalui terowongan bawah tanah, dilansir NPR.

Rafah juga berperan vital dalam distribusi bantuan kemanusiaan. Sebelum konflik, rata-rata 100 truk bantuan masuk Gaza setiap hari melalui berbagai perbatasan. Namun selama konflik, jumlah ini menurun drastis menjadi rata-rata 30 truk per hari, jauh dari kebutuhan jutaan warga Gaza.

4. Terowongan di Rafah diduga digunakan untuk penyelundupan senjata

Perbatasan Rafah. (Gigi  Ibrahim from Cairo, Egypt, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)
Perbatasan Rafah. (Gigi Ibrahim from Cairo, Egypt, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Salah satu alasan pembatasan ketat di perbatasan Rafah adalah masalah keamanan, terutama terkait adanya tuduhan penyelundupan senjata melalui terowongan di bawahnya. Pemerintah Mesir kemudian mengambil tindakan dengan mengalirkan air laut dan limbah ke terowongan, serta membangun penghalang bawah tanah.

Pada 2014, Mesir menghancurkan 685 hektare lahan pertanian dan 800 rumah untuk membuat zona penyangga antara Sinai dan Gaza. Tindakan ini mengakibatkan 78 ribu warga harus pindah. Hanya satu desa yang masih bertahan, yaitu el-Barth, karena penduduknya bekerja sama dengan militer Mesir.

Rafah telah mengalami serangan dalam beberapa perang, termasuk 2009, 2012, 2014, dan konflik saat ini. Serangan Israel tahun 2014 menewaskan 75 warga sipil termasuk 24 anak dalam sehari. Bombardir Israel dalam konflik terkini juga merusak infrastruktur perbatasan.

Pemerintah Mesir kini membangun "Rafah Baru" senilai 1,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp18 triliun di sisi wilayah mereka. Proyek ini mencakup pembangunan 10 ribu apartemen dan kawasan industri. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us