Trump Bakal Tarik AS dari Dewan HAM PBB dan Setop Pendanaaan UNRWA

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana menarik negaranya dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB dan memperpanjang larangan pendanaan pada badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA). Trump diperkirakan akan menandatangani perintah eksekutif untuk menarik Washington dari kedua badan tersebut pada Selasa (4/2/2025).
Sejak kembali menjabat, Trump juga telah menarik AS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan perjanjian iklim Paris. Penarikan Trump dari badan-badan PBB sebelumnya pernah dilakukan pada masa jabatan pertamanya. Penarikan Washington pada Selasa bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, ke Gedung Putih.
Dikutip The Economic Times, Dewan HAM PBB bertanggung jawab untuk memperkuat pemajuan dan perlindungan HAM di seluruh dunia, serta mengatasi situasi pelanggaran HAM dan membuat rekomendasi terkait. Dewan tersebut melakukan peninjauan berkala terhadap negara-negara anggota PBB, termasuk AS, yang akan menjalani peninjauan pada Agustus.
Sementara itu, penghentian pendanaan untuk UNRWA dilakukan menyusul laporan Israel bahwa staf badan PBB tersebut terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober lalu.
1. Dewan HAM PBB dituduh bias terhadap Israel
AS telah lama menuduh Dewan HAM PBB bias terhadap Israel dan memberikan perlindungan kepada pemerintah yang melakukan pelanggaran HAM. Terakhir kali Washington secara resmi menarik diri dari organisasi itu pada 2019, dengan alasan bias anti-Israel.
"UNHRC telah menunjukkan bias yang konsisten terhadap Israel, memusatkan perhatian pada Israel secara tidak adil dan tidak proporsional dalam proses di dewan. Organisasi tersebut mengeluarkan lebih banyak resolusi yang mengutuk Israel dibandingkan gabungan resolusi yang mengutuk Suriah, Iran, dan Korea Utara," bunyi pernyataan Gedung Putih, dilansir Politico.
Namun, organisasi HAM dan beberapa anggota parlemen berpendapat bahwa dewan tersebut merupakan entitas yang penting dalam mengawasi pelanggaran HAM di seluruh dunia. Meskipun tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum, dewan itu mempunyai bobot politik dan kritik yang dapat meningkatkan tekanan global terhadap pemerintah yang bersangkutan.
2. AS merupakan pendonor terbesar UNRWA

UNRWA memainkan peran penting dalam pemulihan Gaza seiring dengan berlanjutnya gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Pada Oktober lalu, parlemen Tel Aviv, Knesset, mengesahkan dua rancangan undang-undang yang melarang operasi badan PBB itu di dalam perbatasan Israel, termasuk Yerusalem Timur yang diduduki, yang berlaku pada minggu lalu.
Mengutip Al Jazeera, AS merupakan donor terbesar bagi UNRWA, yang memberikan 300 hingga 400 juta dolar AS (setara Rp4,9 hingga Rp6,5 triliun) per tahun. Pada Januari lalu, pemerintahan Biden sempat menghentikan pendanaan, setelah Israel melontarkan tuduhan tidak berdasar bahwa staf badan tersebut terlibat dalam serangan oleh Hamas pada 7 Oktober.
Menurut laporan UNRWA, pasukan Israel telah membunuh 272 anggota stafnya selama 15 bulan agresi dan berulang kali menyerang gedung-gedung badan PBB tersebut. Meski demikian, pihaknya menjunjung tinggi komitmen untuk mendukung jutaan orang di Wilayah Pendudukan Palestina (OPT), seiring perintah Tel Aviv untuk menghentikan operasinya.
3. Trump juga perintahkan peninjauan hubungan internasional Washington

Perintah eksekutif Trump juga akan mewajibkan Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, untuk meninjau dan melaporkan organisasi, konvensi, atau perjanjian internasional yang mendorong sentimen radikal atau anti-AS. Pihaknya memberikan fokus khusus pada Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).
Duta besar AS untuk PBB, Elise Stefanik, akan fokus pada reformasi sistem PBB. Dia juga memastikan pendanaan Washington disalurkan melalui organisasi internasional itu ke program-program yang berhasil, memiliki dasar supremasi hukum, transparansi dan akuntabilitas, serta memperkuat keamanan nasional dan kemitraan negaranya.
Secara khusus Stefanik menyerukan kepada UNRWA bahwa badan itu menutup mata terhadap hubungan pekerja lokal dengan Hamas. Namun, PBB telah memecat beberapa staf badan bantuan Palestina itu pada musim panas lalu, setelah penyelidikan internal menemukan bahwa mereka mungkin terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober.