Georgia Siap Gelar Referendum Pembukaan Front Melawan Rusia

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Georgia pada Selasa (13/9/2022), merencanakan referendum untuk menentukan persetujuan masyarakat terkait pembukaan perang melawan Rusia. Hal itu dilakukan untuk mengambil kembali wilayah Abkhazia dan Ossetia Selatan yang direbut 14 tahun lalu.
Pada Mei lalu, Presiden Ossetia Selatan, Alan Gagloev resmi menunda proses referendum untuk gabung dengan Rusia. Keputusan itu dilatarbelakangi kemungkinan tidak diakuinya referendum di tengah berkecamuknya perang Rusia-Ukraina.
Keinginan Ossetia Selatan bergabung dengan Rusia mendapat penolakan keras dari Georgia. Alhasil, negara Kaukasus itu berupaya mempercepat proses penggabungan dengan Uni Eropa, meski akhirnya belum masuk sebagai calon kandidat.
1. Partai Georgian Dream siap menggelar referendum persetujuan perang melawan Rusia
Keterangan soal referendum pembukaan front peperangan dengan Rusia itu disampaikan oleh Kepala Partai Georgian Dream, Giorgi Kobakhidze dalam sebuah rapat internal anggota partai penguasa di Georgia tersebut.
"Biar rakyat yang menentukan apakah mereka ingin membuka kembali front peperangan kedua Georgia melawan Rusia. Kami akan melakukan apa yang masyarakat inginkan sesuai hasil referendum," paparnya, dikutip The Odessa Journal.
Kobakhidze menambahkan bahwa ia berharap rakyat Georgia memberikan kejelasan terkait persetujuan dari pernyataan politikus Ukraina tersebut atau tidak. Pasalnya, mereka menginginkan Georgia ikut serta dalam perang melawan Rusia.
Salah satu pimpinan Partai Georgian Dream, Irakli Kobakhidze juga menanggapi hal yang sama bahwa jajarannya akan mendiskusikan masalah ini bersama jika masyarakat memang menghendakinya.
2. Parlemen Ukraina ajak Georgia rebut kembali Abkhazia dan Ossetia Selatan
Pernyataan soal referendum itu datang setelah anggota parlemen Ukraina, Fedor Venislavsky mengatakan dalam saluran televisi Channel 1 pada Senin (12/9/2022). Ia mengatakan bahwa Georgia punya kesempatan yang sama untuk merebut teritori Abkhazia dan Ossetia Selatan.
Keterangan itu disampaikan Venislavsky setelah pasukan bersenjata Ukraina sukses merebut kembali teritori Kharkiv yang dikuasai Rusia. Bahkan, mundurnya Rusia disebut sebagai kekalahan terbesar selama berlangsungnya invasi ke Ukraina.
Sebelum itu, Sekretaris Keamanan Nasional Ukraina, Oleksiy Danilov dan dua Penasehat Kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak dan Oleksiy Arestovich memberikan pernyataan ajakan yang sama kepada Tbilisi, dilaporkan RT.
3. Garibashvili ingin mengambil jalur damai soal Abkhazia dan Ossetia Selatan
Perdana Menteri Georgia, Irakli Garibashvili pada Agustus lalu pernah menyampaikan bahwa pemerintahannya mengajak Abkhazia dan Ossetia Selatan untuk bekerja sama dalam membangun sebuah negara lewat cara yang damai.
Pernyataan itu diungkapkan dalam perayaan 30 tahun dimulainya Perang Abkhazia. Sesuai keterangannya, Garibashvili menegaskan bahwa pemerintahannya akan mengambil jalan damai dalam memecahkan masalah integritas teritorial ini.
"Saya percaya bahwa kebijakan damai kita berorientasi pada persamaan hak dan dialog akan membawa kita bersama saudara Abkhaz dan Ossetian. Kami akan melanjutkan pembangunan satu negara kuat, damai, dan demokratis yang melanjutkan penguatan keamanan, keseajahteraan, dan mengakui identitas dari setiap warganya," ungkap Garibashvili, dikutip Anadolu Agency.
"Peristiwa paling dramatis dalam sejarah kami adalah konfrontasi antar saudara yang menyebabkan kerusakan dan mengakibatkan ratusan ribu orang menjadi pengungsi dari tempat asalnya dan yang paling menyedihkan adalah konflik itu merenggut banyak warga sipil dari kedua belah pihak," sambungnya.