HRW Desak Embargo Senjata Ketat Terhadap Sudan

- Pemerintah Sudan menolak embargo senjata di seluruh Sudan untuk menghentikan pelanggaran HAM yang terus berlanjut
- HRW menemukan senjata yang digunakan dalam konflik dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk melakukan pemungutan suara terkait embargo senjata
- Perang di Sudan memicu salah satu krisis pengungsi internal terbesar di dunia, dengan lebih dari 20 ribu orang tewas dan wilayah Darfur menjadi episentrum pertempuran
Jakarta, IDN Times - Organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan embargo senjata di seluruh Sudan. Hal ini untuk menghentikan pelanggaran HAM yang terus berlanjut di negara yang didera perang saudara itu.
Dalam penyelidikan HRW yang dirilis pada Senin (9/9/2024), mereka menemukan beberapa senjata yang digunakan dalam konflik, didapat usai perang saudara pecah pada bulan April tahun lalu. Senjata-senjata itu digunakan untuk melakukan kekejaman dan kejahatan terharap warga sipil.
Perang di Sudan mempertemukan militer (SAF) melawan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF). PBB menyebut, perang telah membunuh lebih dari 20 ribu orang.
1. Senjata baru yang diperoleh digunakan untuk melakukan kejahatan

Perang di Sudan telah memicu salah satu krisis pengungsi internal terbesar di dunia. Wilayah Darfur di bagian Sudan barat, saat ini menjadi episentrum pertempuran.
Dilansir VOA News, DK PBB akan melakukan pemungutan suara terkait apakah akan memperbarui sanksi untuk mencegah pengiriman peralatan militer ke wilayah tersebut. Ini karena laporan badan-badan PBB yang menyebutkan bahwa pihak yang terlibat pertempuran telah melakukan kejahatan perang dan pelanggaran HAM selama konflik terjadi.
Menjelang pemungutan suara terebut, HRW mendesak dewan agar melakukan pelarangan pengiriman senjata di seluruh Sudan. Tujuannya untuk menghentikan pelanggaran HAM yang terus berlanjut.
"Konflik Sudan merupakan salah satu krisis kemanusiaan dan HAM terburuk di dunia, dengan pihak-pihak yang bertikai melakukan kekejaman tanpa hukuman, dan senjata serta peralatan yang baru diperoleh kemungkinan akan digunakan untuk melakukan kejahatan lebih lanjut," kata Jean-Baptiste Gallopin, peneliti senior HRW.
2. Temuan peralatan militer yang diproduksi China, Rusia dan UAE
Gallopin menjelaskan, beberapa jenis senjata di perang Sudan didapat setelah perang tersebut pecah. Di antara jenis senjata tersebut adalah pengacau pesawat nirawak, amunisi mortir, serta sistem peluncur roket ganda yang dipasang di truk.
"Sejak pertengahan 2023, para pejuang dari SAF dan RSF telah mengunggah foto dan video perlengkapan baru buatan luar negeri, seperti pesawat nirawak bersenjata dan rudal anti-tank," ujarnya, dikutip HRW.
Peralatan militer itu diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di China, Iran, Rusia, Serbia dan Uni Emirat Arab (UAE).
Dalam penjelasannya, HRW mengatakan mengidentifikasi peralatan tersebut dari foto atau video yang diunggah di media sosial oleh para pejuang yang berkonflik di Sudan. HRW tidak dapat memastikan bagaimana mereka memperoleh peralatan itu.
3. Pemerintah Sudan tolak embargo senjata
HRW menilai, berdasarkan temuan mereka, embargo Darfur saat ini tidak cukup dan memiliki risiko serius yang ditimbulkan oleh pihak yang bertikai. Embargo di seluruh Sudan akan berkontribusi mengatasi berbagai masalah.
Dilansir ABC, pemerintah Sudan menentang perluasan embargo dan dalam beberapa bulan terakhir telah melobi anggota DK PBB untuk mengakhiri sanksi dan menghapus embargo Darfur sepenuhnya.
Alasan penentangan itu karena Sudan menuduh RSF telah secara sistematis menargetkan warga sipil dan lembaga sipil.
"Perlindungan warga sipil tetap menjadi prioritas utama pemerintah Sudan," kata Kementerian Luar Negeri Sudan.
Panel ahli PBB menyerukan pengerahan pasukan independen yang tidak memihak untuk melindungi jutaan warga sipil. Namun pemerintah Sudan juga menolak rekomendasi tersebut.
"(Dewan HAM PBB seharusnya) mendukung proses nasional, dari pada berupaya memaksakan mekanisme eksternal yang berbeda," tambahnya.