Ibu Negara Suriah Didiagnosis Idap Leukemia

- Asma al-Assad didiagnosis mengidap leukemia setelah pulih dari kanker payudara lima tahun lalu.
- 48 tahun, Asma akan menjalani perawatan khusus dan menarik diri dari aktivitas publik sementara waktu.
- Pendukung rezim al-Assad menyatakan solidaritas, sementara oposisi tidak bersimpati dan menudingnya terlibat dalam tindakan keras suaminya.
Jakarta, IDN Times - Kantor kepresidenan Suriah mengumumkan bahwa Ibu Negara Suriah, Asma al-Assad, didiagnosis mengidap leukemia. Diagnosis ini muncul hampir lima tahun setelah dia mengumumkan bahwa dirinya telah pulih sepenuhnya dari kanker payudara.
"Al-Assad didiagnosis menderita kanker sumsum tulang dan darah yang agresif setelah mengalami beberapa gejala dan mengikuti serangkaian tes dan pemeriksaan medis yang komprehensif," kata kantor kepresidenan pada Selasa (21/5/2024), dikutip New Arab.
Asma, 48 tahun, akan menjalani protokol perawatan khusus yang mengharuskannya untuk mengisolasi diri. Oleh sebab itu, dia akan menarik dari aktivitas publik untuk sementara waktu.
1. Reaksi dari pendukung rezim dan oposisi Suriah
Menanggapi kabar tersebut, pendukung rezim al-Assad menyatakan solidaritas mereka terhadap ibu negara Suriah dan mendoakan agar dia cepat sembuh.
Sementara itu, reaksi di kalangan oposisi Suriah berkisar dari hanya diam hingga tidak bersimpati terhadapnya. Banyak warga Suriah menuding Asma ikut terlibat dalam tindakan keras yang dilakukan suaminya, Presiden Bashar al-Assad, terhadap protes damai yang dimulai pada revolusi Suriah tahun 2011.
"Bu Asmaa, Anda dan keluarga Anda seperti (leukemia). Karena Anda, kami dimakan hidup-hidup, dan kami menderita, dan kami kesakitan. Kami terbakar dengan kebencian terhadap Anda, dan kami akan tetap tinggal selama Anda seperti penyakit yang menyerang tubuh Suriah,” tulis Qadir, seorang aktivis muda oposisi Suriah, di media sosial X.
Warga Suriah lainnya melihat berita mengenai diagnosis tersebut sebagai bagian dari konspirasi yang lebih besar. Mereka menilai hal itu kemungkinan merupakan bagian dari strategi politik rezim Suriah untuk menutupi negosiasi yang terhenti dengan Barat.
“Mengapa penyakit Asma al-Assad diumumkan setelah pembunuhan presiden Iran? Apakah itu alasan Bashar tidak ikut pemakaman di Teheran?” kata Faisal al-Kasem, penyiar berita terkemuka Suriah di Al-Jazeera, pada Selasa.
2. Asma mengepalai beberapa badan amal
Asma lahir dan dibesarkan di London, Inggris, dari orang tua Suriah sebelum kembali ke negara asalnya usai bertemu dengan Presiden Bashar. Keduanya menikah pada 2000, dan kini telah memiliki tiga anak.
Sejak Suriah terjerumus ke dalam perang pada 2011, mantan bankir investasi itu mengambil peran publik dalam memimpin upaya amal dan bertemu dengan keluarga tentara yang tewas.
Dia menjalankan Syria Trust for Development (STD), sebuah LSM yang bertindak sebagai organisasi payung bagi banyak operasi bantuan dan pembangunan di negara tersebut.
Tahun lalu, dia menemani Presiden Bashar dalam kunjungan ke Uni Emirat Arab (UEA), yang merupakan perjalanan resmi pertamanya ke luar negeri bersama sang suami sejak 2011. Perjalanannya itu dipandang sebagai sinyal atas perannya yang semakin besar dalam urusan publik.
3. Keluarga al-Assad dan pendukungnya dituding mengambil keuntungan dari konflik di Suriah
Pada 2020, Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap Asma, dengan mengklaim bahwa dia telah membantu melanggengkan konflik Suriah dan secara pribadi mengambil keuntungan dari konflik tersebut.
“Asma al-Assad telah mempelopori upaya rezim untuk mengkonsolidasikan kekuatan ekonomi dan politik, termasuk dengan menggunakan apa yang disebutnya sebagai organisasi amal dan masyarakat sipil,” kata Joel Rayburn, Utusan AS untuk Suriah.
Lembaga STD yang dibangunnya juga disebut sebagai sumber utama korupsi dan keuntungan finansial bagi keluarga al-Assad dan para pendukungnya.
“STD, seperti Bulan Sabit Merah Arab Suriah (SARC), telah menjadi instrumen penting yang memungkinkan rezim Suriah mengendalikan sektor bantuan kemanusiaan,” kata Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah dalam laporannya pada 2023.
Rezim Suriah mewajibkan PBB dan lembaga donor lainnya untuk menyalurkan dana melalui SARC atau STD. Laporan menunjukkan bahwa rezim tersebut telah memperoleh jutaan dolar dari uang bantuan yang dikirim melalui organisasi-organisasi ini.