Indonesia-Jepang Bahas Investasi IKN dan MRT

Jakarta, IDN Times - Sejumlah topik yang berkaitan dengan kerja sama potensial antara Indonesia dan Jepang diangkat oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang, Yoshimaya Hayashi, dalam kerangka Strategic Dialogue ke-8.
Pertemuan yang digelar untuk pertama kalinya sejak 2020 lalu, benar-benar dimanfaatkan kedua negara demi membahas isu kerja sama yang potensial. Maklum, momennya juga sangat tepat karena bersamaan dengan perayaan 65 tahun hubungan Indonesia-Jepang, 50 tahun hubungan ASEAN-Jepang, Keketuaan Indonesia di ASEAN, dan Keketuaan Jepang di G7.
"Beberapa kerja sama potensial yang kita bahas, antara lain pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara, di mana Jepang dapat memberikan dukungan finansial, tenaga ahli, dan juga transfer teknologi," kata Retno, dalam keterangannya, Selasa (7/3/2023).
1. Bicara soal progres pembangunan MRT

Selain itu, Retno juga mengangkat soal progres pembangunan MRT, yang sebelumnya sudah dibahas oleh Menteri Perhubungan kedua negara.
"Saya juga sampaikan mengenai hasil pembahasan Menhub minggu lalu, yaitu kerjasama pembangunan MRT di mana saat ini sedang dilakukan proses bidding untuk MRT Paket Pekerjaan CP 205 yang akan berakhir waktu biddingnya 13 April 2023," ucap Retno.
Terkait dengan proyek MRT Jakarta East-West, saat ini sedang dilakukan finalisasi kajian untuk basic engineering design terhadap fase 1 – 1 dengan target penyelesaian pada akhir 2023.
"Saat ini ADB dan JICA sedang melakukan kajian untuk menentukan kerangka institusi dan juga skema implementasi proyek," ujarnya.
2. Percepatan IJEPA

Retno juga membeberkan tiga hal yang ditekankan kepada Jepang, salah satunya adalah pentingnya penguatan kerja sama perdagangan dan investasi.Apalagi, Jepang juga merupakan mitra dagang terbesar ketiga untuk Indonesia.
“Saya menekankan pentingnya kedua negara untuk segera menyelesaikan Protokol Amandemen dari Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), guna mengatasi hambatan perdagangan dan memperluas akses produk unggulan kedua negara,” ujar Retno.
3. Pentingnya fleksibilitas dari Jepang

Untuk mencapai itu, fleksibilitas sangat diperlukan dalam perundingan. Retno kembali menekankan pentingya fleksibiitas Jepang dalam beberapa isu.
"Misalnya soal penghapusan tarif produk tuna kaleng Indonesia, pengembangan sektor pekerja terampil di bidang pariwisata dan industri dan relaksasi ketentuan khusus produk untuk kopi dan sorbitol , yaitu produk substitusi gula," tutur Retno.
Selain itu, dia juga mendorong adanya perluasan komoditas ekspor buah tropis Indonesia.