Islamofobia Meningkat, Sekjen PBB: Lindungi Kebebasan Beragama!

- Antonio Guterres menyatakan keprihatinannya atas peningkatan Islamofobia dan kefanatikan anti-Muslim.
- Kelompok hak asasi manusia mencatat peningkatan Islamofobia, bias anti-Arab, dan anti-Semitisme sejak perang Israel di Gaza.
- Guterres menyerukan kepada pemerintah untuk melindungi kebebasan beragama dan membatasi ujaran kebencian. Intoleransi semakin meluas dan umat Muslim menghadapi diskriminasi institusional.
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyatakan keprihatinannya atas peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kefanatikan anti-Muslim. Guterres menyerukan kepada pemerintah untuk melindungi kebebasan beragama dan bagi platform daring untuk mengekang ujaran kebencian.
Guterres menyampaikan pernyataan tersebut pada Sabtu (15/3/2025) untuk memperingati Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia yang diperingati setiap tahun pada 15 Maret.
1. Peningkatan Islamofobia sejak perang di Gaza

Kelompok-kelompok hak asasi manusia di seluruh dunia dan PBB telah mencatat peningkatan dalam Islamofobia, bias anti-Arab, dan anti-Semitisme sejak dimulainya perang Israel selama 17 bulan di Gaza.
"Kita menyaksikan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kefanatikan anti-Muslim. Dari profil rasial dan kebijakan diskriminatif yang melanggar hak asasi manusia dan martabat, hingga kekerasan langsung terhadap individu dan tempat ibadah," kata kepala PBB dalam sebuah unggahan video di X, dilansir dari Al Jazeera.
Menurut Guterres intoleransi semakin meluas. “Ini adalah bagian dari momok intoleransi yang lebih luas, ideologi ekstremis, dan serangan terhadap kelompok agama dan populasi yang rentan,” sambungnya.
2. Dunia harus melindungi kebebasan beragama

Guterres menyerukan kepada pemerintah, tanpa menyebutkan satu negara pun, untuk membina kohesi sosial dan melindungi kebebasan beragama.
“Platform daring harus membatasi ujaran kebencian dan pelecehan. Dan kita semua harus menentang kefanatikan, xenofobia, dan diskriminasi,” imbuhnya. Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Miguel Angel Moratinos mengatakan bahwa umat Muslim menghadapi diskriminasi institusional dan pembatasan sosial ekonomi.
"Bias semacam itu terwujud dalam stigmatisasi dan profil rasial yang tidak beralasan terhadap umat Muslim dan diperkuat oleh representasi media yang bias, dan oleh retorika serta kebijakan anti-Muslim dari beberapa pemimpin politik," katanya dalam pidatonya di Majelis Umum PBB.
3. Komunitas Muslim dianggap sama dengan kelompok bersenjata

Selama bertahun-tahun, para pembela hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan tentang stigma yang dihadapi oleh umat Muslim dan orang Arab. Beberapa orang menyamakan komunitas tersebut dengan kelompok bersenjata dan menyebabkan Islamofobia meluas.
Saat ini, banyak aktivis pro-Palestina, termasuk di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, telah mengeluh dan mengatakan bahwa advokasi mereka untuk hak-hak Palestina secara keliru dicap oleh para pengkritik mereka sebagai dukungan untuk Hamas di Gaza.
Dalam beberapa minggu terakhir, pengawas hak asasi manusia telah menerbitkan data yang mencatat rekor tingkat insiden kebencian anti-Muslim dan ujaran kebencian di negara-negara antara lain, seperti Inggris, AS, dan India.
Sebuah laporan yang dirilis oleh Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengatakan bahwa 8.658 pengaduan mengenai insiden anti-Muslim dan anti-Arab tahun lalu, yang mewakili peningkatan sebesar 7,4 persen dari tahun ke tahun, merupakan jumlah tertinggi sejak kelompok tersebut mulai mengumpulkan data pada 1996.