Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kecewa dengan Rusia-Ukraina, AS Gak Mau Lagi Bantu Akhiri Perang

ilustrasi bendera Amerika Serikat (unsplash.com/benjaminlehman)

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Amerika Serikat (AS), Tammy Bruce, pada Jumat (2/5/2025), mengatakan bahwa AS tidak lagi menjadi mediator antara Rusia dan Ukraina.

Sebelumnya, AS sudah memperingatkan Rusia dan Ukraina untuk benar-benar serius dalam mengakhiri perang. Washington bahkan mengancam akan menarik dari dari mediasi jika tidak ada progres untuk menyudahi perang. 

Pekan ini, AS dan Ukraina sudah menyetujui perjanjian ekspolitasi mineral. Washington mengklaim bahwa perjanjian itu penting sebagai langkah mengakhiri peperangan dan menjamin keamanan serta rekonstruksi Ukraina. 

1. Bruce sebut semuanya diserahkan kepada Rusia dan Ukraina

Bruce mengungkapkan bahwa masih ada belahan dunia lainnya yang membutuhkan perhatian lebih, selain konflik antara Rusia dan Ukraina. 

"Seperti yang sudah dikatakan oleh Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, sudah jelas bahwa kami akan mengubah sikap dan metodologi tentang bagaimana kami berkontribusi akan berubah dan tidak lagi menjadi mediator," tuturnya, dilansir TVP World.

AS tidak akan terbang ke seluruh dunia untuk mengadakan pertemuan demi mengakhiri perang Ukraina. Semua diserahkan kepada kedua belah pihak dan bagaimana mereka dapat mengakhiri perang. 

Perubahan kebijakan ini menunjukkan kekecewaan dari Washington terkait sulitnya mewujudkan perdamaian di Ukraina. Sejauh ini, Ukraina sudah menyetujui proposal gencatan senjata, tapi Rusia masih belum menyetujuinya. 

2. AS berniat terapkan sanksi tambahan ke Rusia

Ilustrasi bendera Rusia. (Dmitry Djouce, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Parlemen AS mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) sanksi kepada Rusia menyusul penolakan menyetujui proposal negosiasi damai dengan Ukraina. Langkah ini berfungsi memukul industri minyak dan gas (migas) serta uranium Rusia. 

"Saya berpikir bahwa pesan ini akan membuat Presiden Rusia Vladimir Putin kedinginan. Kebijakan ini akan membuat Rusia sebagai pulau ekonomi yang terisolasi dari seluruh dunia. Ekonomi Rusia akan terpukul keras dan ini diharapkan membuat Putin mau menyetujui proposal perdamaian," tuturnya. 

Kebijakan ini termasuk pemberlakuan tarif impor sebesar 500 persen kepada negara yang membeli migas dari Rusia. Langkah ini akan berdampak pada negara-negara yang membeli migas Rusia, termasuk China, India, dan Iran. 

Selama ini, penjualan migas menjadi pendapatan terbesar ketiga Rusia yang dialokasikan pada serangan ke Ukraina. 

3. Ukraina sebut AS tidak mengubah perannya

Menanggapi pernyataan AS, Juru Bicara Kemlu Ukraina, Heorhii Tykhyi menyebut bahwa AS sebenarnya tidak mengubah perannya dalam mengakhiri perang Rusia-Ukraina. 

"Kami mengonfirmasi bahwa komentara dari Bruce terkait peran AS sebagai mediator Rusia dan Ukraina sudah dikatakan oleh AS sebelumnya. Ini bukanlah posisi baru dari AS, tapi hanya sebuah pengulangan dari pernyataan Rubio," ungkapnya, dikutip Ukrainska Pravda

Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, mengklaim bahwa Ukraina sudah siap membuka dialog perdamaian dalam berbagai format. Ia menyebut, Rusia seharusnya dapat menunjukkan niatnya mengakhiri perang dengan menyetujui gencatan senjata selama 30 hari. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us