Kemlu Buka-bukaan: Waspada Lowongan Kerja Online Scam Mengincar Gen Z!

- Online scam mengincar Gen Z dengan iming-iming gaji besar dan kerja instan.
- Gen Z harus kritis terhadap tawaran kerja luar negeri yang menjanjikan gaji fantastis.
- Pencari kerja harus tanda tangan kontrak di Indonesia sebelum bekerja di luar negeri.
Jakarta, IDN Times - Penipuan lowongan kerja online (online scam) masih sangat marak terjadi. Korbannya kebanyakan adalah generasi Z (Gen Z). Karena itu, anak muda diminta untuk terus waspada akan penipuan lowongan kerja online ini.
"Ketika kita bicara online scam, kita bicara soal Gen Z," ucap Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, dalam program Ngobrol Seru by IDN Times.
Judha menjelaskan, Gen Z menjadi sasaran empuk dari para penipu ini. Karena kerap tergiur dengan kerja instan dan gaji besar. Sehingga korban online scam yang beberapa kali diselamatkan pemerintah berusia 18-30 tahun.
1. Berbeda dari kasus TPPO tradisional

Judha menjelaskan, kasus online scam ada yang termasuk dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ada dua yang ditangani dalam TPPO yakni TPPO tradisional dan online scam.
Ia membeberkan bedanya TPPO tradisional dan online scam ini. "Kalau TPPO tradisional, kita bicara perempuan yang bekerja di sektor domestik sebagai asisten rumah tangga, uneducated, dari kelompok miskin," ucap Judha.
Sedangkan TPPO online scam, korbannya adalah Gen Z berusia 18-30 tahun, berpendidikan, dan sebagian sudah memiliki pekerjaan sebelumnya. "Tidak hanya sarjana, bahkan ada yang master degree, bahkan ada anggota DPRD," ujar Judha.
Mereka terjerat kasus ini karena dapat iming-iming gaji besar, sehingga tidak berpikir dua kali.
2. Gen Z harus kritis jika dapat tawaran kerja

Karena banyaknya kasus TPPO online scam, Judha mengimbau agar Gen Z semakin bijak dan kritis jika mendapat tawaran pekerjaan di luar negeri. Terlebih jika diiming-imingi gaji fantastis.
"Jangan mudah percaya terhadap lowongan kerja luar negeri yang menjanjikan gaji yang fantastis, namun tidak meminta kualifikasi khusus, not even Bahasa Inggris. Teman-teman Gen Z harus kritis," ujar Judha menegaskan.
Ia menambahkan, untuk bekerja di luar negeri wajib memiliki visa kerja walaupun di negara ASEAN. Bebas visa ke negara-negara ASEAN hanya berlaku untuk visa wisata. "Jadi kalau bekerja, ya harus mengurus visa kerja," terang Judha.
3. Untuk kerja di luar negeri harus tanda tangan kontrak di Indonesia

Judha menjelaskan, untuk bekerja di luar negeri, para pencari kerja harus menandatangani kontrak kerja dari Indonesia. "Kontrak kerja ini kan memuat masalah hak dan kewajiban dan apa jenis pekerjaannya, itu harus dipahami dan ditandatangani sebelum berangkat," kata Judha.
Dari kasus yang sudah ada, banyak dari para pencari kerja menandatangani kontrak saat tiba di negara tujuan. Judha menegaskan, jika hal tersebut terjadi, jangan percaya.
"Itu penipuan, karena bagaimana mungkin kita tanda tangan sesuatu yang kita tidak tahu isinya ketika sudah di luar negeri. Posisi kita rentan jika begitu. Tanda tangan (kontrak) di Indonesia, pastikan paham dengan kontrak kerjanya dan ditandatangani sebelum berangkat," ujar Judha menerangkan.
4. Tantangan yang dihadapi pemerintah

Judha menambahkan, jumlah kasus penipuan online scam ini semakin tinggi karena sebaran wilayahnya semakin luas.
“Yang awalnya hanya ada di Kamboja, menyebar ke Laos, Vietnam, Myanmar dan beberapa negara lain, total ada 10 negara. Bahkan kami sudah mencatatkan di luar wilayah Asia Tenggara. Kami mencatatkan kasus di Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, dan terakhir di Belarus,” tutur Judha.
Ia menambahkan, modusnya pun banyak. Judha mencontohkan yang di Myawaddy. Para korban ditawari bekerja sebagai customer service di Thailand.
Namun, begitu mereka mendarat di Don Mueang, ternyata tidak bekerja di Thailand. “Mereka dibawa jalan darat dari Don Mueang menuju ke kota Mae Sot,” terang Judha.
Kota Mae Sot merupakan kota perbatasan antara Thailand dan Myawaddy. Kemudian, mereka dibawa menyeberang secara ilegal ke Myawaddy, karena Mae Sot dan Myawaddy hanya dibatasi oleh sebuah sungai kecil.
“Dibawa menyeberang, nah begitu sampai di Myawaddy, sampai di compound perusahaan online scam, di sanalah kemudian mereka dipaksa untuk melakukan penipuan daring atau scamming. Di sana para korban tereksploitasi,” jelasnya.
Dari 6.800 kasus yang tercatat di Kemlu, mayoritas kasus terjadi di Kamboja. Tapi, kata Judha, kompleksitas kasus yang paling tinggi di Myanmar. Dan wilayah Myawaddy menjadi yang paling susah karena merupakan wilayah konflik bersenjata yang dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata.
Namun, ujar Judha, jumlah sebenarnya warga Indonesia yang bekerja di Myawaddy tidak pernah diketahui. “Karena mereka semuanya berangkat memang tidak sesuai prosedur dan ketika sampai di Myanmar pun mereka tidak laporan juga ke KBRI Yangon. Jadi memang tantangan saat ini adalah itu,” serunya.
5. Online scam pernah ada di Indonesia

Fakta mengejutkan, Judha mengungkapkan bahwa kegiatan online scam itu juga ada di Indonesia. Pada saat itu perusahaan-perusahaan dari China mempekerjakan warga China.
“Kemudian menyasar warga Tiongkok yang ada di Mainland. Namun kemudian Polri melakukan proses penegakan hukum. Ketika penegakan hukumnya itu kuat dan tegas, mereka melakukan relokasi. Nah relokasinya ada di beberapa negara,” ujar Judha.
Menurutnya, contoh di Myawaddy adalah salah satu hasil relokasi perusahaan tersebut. Ia mengungkapkan, di Myawaddy otoritas penegak hukum tidak bisa menjangkau perusahaan itu.
“Disitulah kemudian menjadi berkembang dan ini yang menjadi tantangan kita,” serunya.