Komentar PM Takaichi soal Taiwan Bikin Turis China ke Jepang Merosot

- Saham sektor wisata anjlok usai China keluarkan peringatan
- Pernyataan Takaichi soal Taiwan pemicu utama ketegangan
- Jepang kirim utusan khusus untuk meredakan dampak diplomatik
Jakarta, IDN Times - Ketegangan diplomatik antara Jepang dan China kembali memicu dampak ekonomi yang signifikan, terutama bagi sektor pariwisata Jepang yang sangat bergantung pada wisatawan China. Setelah Beijing mengeluarkan peringatan perjalanan dan studi bagi warganya, saham-saham perusahaan Jepang yang mengandalkan pasar China langsung merosot pada perdagangan Senin (17/11/2025).
Peringatan tersebut muncul setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menyatakan, penggunaan kekuatan militer dalam konflik Taiwan bisa dianggap sebagai ‘situasi yang mengancam kelangsungan hidup’ Jepang.
Beijing mengecam pernyataan itu sebagai provokasi dan menuntut pencabutan. Namun, Takaichi menolak menarik ucapannya.
Di tengah memanasnya hubungan kedua negara, Jepang mengirim pejabat senior Kementerian Luar Negeri, Masaaki Kanai, ke Beijing untuk melakukan pembicaraan langsung. Langkah tersebut bertujuan meredakan situasi yang mulai memberi dampak ekonomi konkret.
Dikutip dari CNBC, Selasa (18/11/2025), data perjalanan menunjukkan, Jepang merupakan salah satu destinasi favorit warga China. Namun dengan eskalasi terbaru, kekhawatiran muncul bahwa arus wisatawan dapat turun signifikan, sejalan dengan memburuknya sentimen publik China terhadap Jepang.
1. Saham sektor wisata anjlok usai China keluarkan peringatan

Peringatan perjalanan dari Beijing langsung mengguncang pasar Jepang. Perusahaan-perusahaan yang sangat bergantung pada wisatawan China mengalami penurunan tajam. Shiseido jatuh 9,08 persen, sementara Isetan Mitsukoshi Holdings anjlok lebih dari 11 persen karena kekhawatiran belanja wisatawan akan menurun. Oriental Land, operator Tokyo Disney Resort, juga turun 5,68 persen.
Maskapai China merespons cepat dengan menawarkan pengembalian dana penuh atau perubahan jadwal gratis untuk penerbangan menuju Jepang. Langkah itu menunjukkan tingkat kewaspadaan yang meningkat di tengah ketegangan kedua negara.
Juru Bicara Pemerintah Jepang Minoru Kihara meminta Beijing untuk menjaga respons tetap terukur dan mengambil langkah yang tepat, meskipun tidak merinci lebih jauh. Seruan itu menggambarkan kekhawatiran Tokyo bahwa ketegangan politik akan kembali berdampak pada hubungan ekonomi yang saling bergantung.
Situasi seperti ini bukan hal baru. Pada 2023, sejumlah merek Jepang sebelumnya diboikot konsumen China akibat isu pembuangan air olahan PLTN Fukushima, menunjukkan betapa sensitifnya hubungan ekonomi terhadap dinamika politik.
2. Pernyataan Takaichi soal Taiwan pemicu utama ketegangan

Ketegangan terbaru dipicu oleh pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi yang menegaskan bahwa potensi penggunaan kekuatan militer dalam konflik Taiwan, dapat dianggap sebagai situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang. Pernyataan ini berpotensi memicu penerapan hak bela diri kolektif Jepang.
China mengecam keras pernyataan itu. “Tindakan Jepang ini secara tak terhindarkan menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran kuat di antara negara-negara Asia dan komunitas internasional,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian.
Takaichi menolak mencabut ucapannya, meskipun ia mengatakan akan berbicara dengan “nada yang lebih berhati-hati” saat membahas isu serupa di parlemen. Sikap tersebut menegaskan garis keras Tokyo terhadap keamanan regional, terutama terkait Taiwan.
Respons keras China kemudian berlanjut dengan dikeluarkannya peringatan perjalanan. Beijing menyebut, pernyataan Takaichi meningkatkan risiko bagi warganya yang bepergian ke Jepang, sehingga perlu memperingatkan masyarakat.
3. Jepang kirim utusan khusus untuk meredakan dampak diplomatik

Untuk mencegah eskalasi lebih jauh, Jepang mengutus Direktur Jenderal di Kementerian Luar Negeri, Masaaki Kana, ke Beijing. Ia dijadwalkan bertemu Liu Jinsong, pejabat setingkat direktur jenderal di Kementerian Luar Negeri China. Pertemuan ini diharapkan menjadi momentum untuk membahas langkah meredakan ketegangan.
Jepang berharap saluran komunikasi langsung dapat membantu meredakan kecemasan bisnis dan mencegah kerusakan lebih jauh pada sektor pariwisata. Pasalnya, hampir 7 juta wisatawan China berkunjung ke Jepang pada 2024, menjadikan China salah satu pasar paling signifikan.
Dalam 11 bulan pertama 2024, Jepang adalah destinasi luar negeri keempat paling populer bagi wisatawan China, menyumbang lebih dari 5 persen perjalanan internasional mereka. Artinya, penurunan kecil saja dalam arus wisatawan bisa berdampak ekonomi besar.
Namun, keberhasilan diplomasi ini masih harus dilihat ke depan. Sejarah hubungan Jepang–China menunjukkan bahwa isu politik kawasan, terutama Taiwan, sering kali lebih menentukan arah ketegangan dibandingkan kalkulasi ekonomi semata.


















