Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Korban Jiwa Gempa Myanmar 3.000 Jiwa, Cuaca Ekstrem Jadi Tantangan

Tim SAR dari Indonesia mulai bertugas pada 2 April 2025 dan mencari korban gempa Myanmar. (Dokumentasi Basarnas)
Intinya sih...
  • Gempa 7,7 magnitudo di Myanmar menewaskan 3.000 jiwa dan melukai 4.715 orang, dengan 341 orang hilang.
  • WHO memperingatkan risiko wabah kolera dan penyakit lain di daerah terdampak gempa seperti Mandalay, Sagaing, dan Naypyitaw.

Jakarta, IDN Times - Korban tewas gempa 7,7 magnitudo di Myanmar pekan lalu bertambah menjadi 3.000 jiwa. Cuaca ekstrem kini menjadi tantangan bagi para penyintas gempa.

Cuaca di Myanmar tidak menentu saat ini, bisa panas ekstrem, namun kemudian berubah menjadi hujan lebat. Badan bantuan global memperingatkan, hal tersebut dapat menyebabkan wabah penyakit bagi penyintas gempa yang berkemah di tempat terbuka.

Gempa terkuat dalam seabad di Myanmar itu merobohkan bangunan-bangunan vital, seperti rumah sakit dan sekolah. Gempa meratakan bangunan rumah dan membuat banyak orang membutuhkan makanan, air, dan tempat tinggal.

1. Risiko penyakit kolera

Kondisi Myanmar usai digoyang gempa magnitudo 7,7 (Dokumentasi Basarnas)

Jumlah korban tewas meningkat menjadi 3.085 pada Kamis (3/4). Selain itu, 4.715 orang terluka, dan 341 orang hilang.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menandai peningkatan risiko kolera dan penyakit lainnya di daerah-daerah yang paling parah terkena dampak, seperti Mandalay, Sagaing, dan ibu kota Naypyitaw, sementara menyiapkan pasokan bantuan senilai 1 juta dolar AS, termasuk kantong-kantong mayat.

"Kolera tetap menjadi perhatian khusus bagi kita semua," kata Wakil Kepala Kantor Myanmar, Elena Vuolo, merujuk pada wabah tahun lalu di Mandalay, dilansir dari Channel News Asia.

Risiko tersebut diperburuk oleh kerusakan pada sekitar setengah dari fasilitas perawatan kesehatan di daerah yang dilanda gempa, termasuk rumah sakit yang hancur akibat gempa di Mandalay dan Naypyitaw.

2. Cuaca terlalu ekstrem

Pemimpin junta (tengah) Min Aung Hlaing melihat penyelamatan korban gempa di Myanmar. (X/@IrrawaddyNews)

Orang-orang berkemah di luar ruangan dalam suhu 38 derajat Celsius karena mereka terlalu takut untuk pulang, dan banyak rumah sakit juga mendirikan fasilitas sementara di sana. Penyakit kulit, malaria, dan demam berdarah termasuk di antara penyakit yang dapat diakibatkan oleh krisis yang berkepanjangan, seperti di Myanmar.

Namun, kondisi dapat menjadi lebih sulit untuk upaya bantuan besar-besaran setelah pejabat cuaca memperingatkan hujan yang tidak sesuai musim dari Minggu hingga 11 April dapat mengancam daerah-daerah yang paling parah dilanda gempa, seperti Mandalay, Sagaing, dan ibu kota Naypyidaw.

"Saya dengar dalam satu atau dua hari ke depan akan turun hujan (diperkirakan)," kata Titon Mitra, perwakilan Myanmar dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menurutnya, jika itu terjadi maka banyak orang yang mengungsi akan menjadi masalah baru. Ia juga menyoroti kekhawatiran PBB mengenai wabah penyakit yang ditularkan melalui air.

3. Bantuan dari negara asing mulai berdatangan

Bantuan logistik dari Pemerintah Indonesia untuk korban gempa Myanmar. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Bantuan kemanusiaan dari berbagai negara sudah mulai berdatangan, termasuk dari Indonesia. Indonesia memberikan bantuan sendiri dan juga melalui ASEAN Humanitarian Assistance Centre (AHA Centre).

Indonesia kembali melepas bantuan kemanusiaan ke Myanmar seberat 124 ton pada pagi tadi. Menteri Luar Negeri Sugiono mengatakan, bantuan itu berupa alat-alat kesehatan dan obat-obatan.

"Oleh karena itu, kita mengirimkan bantuan sebagian besar yang mereka butuhkan," ucap Sugiono.

Dia menegaskan, bantuan yang diberikan juga berdasarkan hasil rapat dengan menlu negara ASEAN.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us