Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Korban Transfusi Darah Terkontaminasi HIV di Inggris Tagih Kerugian

Ilustrasi kantong darah. (Pixabay.com/sabinurce)
Ilustrasi kantong darah. (Pixabay.com/sabinurce)

Jakarta, IDN Times - Sir Brian Langstaff, ketua penyelidikan publik atas kasus darah yang terinfeksi di Inggris selama perawatan National Health Service (NHS) pada 1970-an hingga 1980-an, menemukan bahwa ada lebih dari 4 ribu korban yang selamat dari skandal darah yang terkontaminasi.

Dalam penyelidikan itu, Sir Brian menyarankan agar para korban harus diberikan kompensasi masing-masing sebesar 100 ribu pound sterling (Rp1,8 miliar). Pemerintah mengatakan akan segera mempertimbangkan rekomendasi tersebut.

1. Skandal tersebut menyebabkan 2.400 orang meninggal setelah tertular HIV atau hepatitis C

Ilustrasi transfusi darah. (Pixabay.com/AhmadArdity)
Ilustrasi transfusi darah. (Pixabay.com/AhmadArdity)

Melansir BBC, hasil penyelidikan menemukan bahwa perawatan darah yang dilakukan NHS pada 1970-an hingga 1980-an menyebabkan setidaknya 2.400 orang meninggal, setelah tertular HIV atau hepatitis C dari darah yang terkontaminasi.

Darah yang terkontaminasi itu juga membuat ribuan pasien NHS dengan hemofilia dan kelainan darah lainnya menjadi sakit parah setelah diberi pengobatan baru yang disebut faktor VIII atau IX.

Pasokan darah yang bermasalah diketahui merupakan impor dari Amerika Serikat. Darah tersebut diperoleh dari ribuan pendonor yang dibayar, tapi ada yang berasal dari kelompok rentan seperti tahanan, pekerja seks, pecandu narkoba, dan kelompok berisiko tinggi lainnya.

Sejumlah pasien Inggris lainnya, yang tidak diketahui, juga terpapar hepatitis B atau C melalui transfusi darah setelah melahirkan atau melakukan operasi.

2. Hasil penyelidikan lainnya juga menyarankan pemberian kompensasi

Sir Brian menjelaskan, rekomendasinya tidak harus diterima oleh pemerintah, tetapi menteri kesehatan sebelumnya Matt Hancock pada tahun lalu mengatakan pemerintah akan memberikan kompensasi kepada para korban dan keluarga, jika penyelidikan publik secara resmi memintanya.

Saat ini, kompensasi untuk mereka yang terdampak baru berupa pembayaran dukungan keuangan tahunan, tetapi belum diberi kompensasi atas hilangnya pendapatan, biaya perawatan, dan kerugian seumur hidup lainnya.

Pemerintah telah memerintahkan sebuah penyelidikan independen lainnya untuk dilakukan Sir Robert Francis. Hasil laporan itu dirilis bulan lalu yang menyarankan para korban harus diberi kompensasi untuk cedera fisik dan sosial, stigma penyakit, dampak pada keluarga dan kehidupan kerja, dan biaya perawatan.

Juru bicara pemerintah Inggris telah memberikan respons atas dua rekomendasi kompensasi tersebut, menyampaikan akan mempertimbangkan laporan dengan sangat mendesak dan menanggapi secepatnya.

"Kami menyadari betapa pentingnya ini bagi orang-orang yang terinfeksi dan terkena dampak di seluruh Inggris, dan dapat mengonfirmasi bahwa pemerintah akan mempertimbangkan laporan Sir Brian dan rekomendasi Sir Robert Francis QC dengan sangat mendesak, dan akan secepatnya merespons," kata juru bicara itu.

3. Meski terlambat, kompensasi tetap disambut baik

Melansir Sky News, Des Collins, pengacara senior di Collins Solicitors yang mewakili lebih dari 400 korban dan keluarga mereka, mengatakan bahwa pembayaran itu akan memberikan beberapa kompensasi finansial untuk mereka yang telah lama terdampak.

"Meskipun datang terlambat bagi ribuan orang yang telah meninggal secara tragis selama bertahun-tahun sejak mereka terinfeksi, ini adalah perkembangan yang disambut baik bagi beberapa dari mereka yang masih hidup dengan akibat mengerikan dari kegagalan pengobatan yang dapat dihindari ini," katanya.

"Kami menantikan hari ketika semua korban skandal ini mendapat kompensasi yang layak atas penderitaan mereka, dan bagi mereka yang keputusannya menyebabkan hancurnya banyak nyawa tak berdosa yang harus dimintai pertanggungjawaban," tambahnya.

Kate Burt, kepala eksekutif The Haemophilia Society, meminta pemeritah tidak perlu meragukan rekomendasi.

"Banyak dari mereka yang terinfeksi atau berduka sakit dan sekarat dan membutuhkan kompensasi sekarang. Pemerintah telah terlalu lama mengabaikan kasus mendesak dan memaksa untuk pembayaran kompensasi sementara," katanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us