Mantan Sandera Israel Desak Trump Bantu Akhiri Perang di Gaza

Jakarta, IDN Times - Keith Siegel, pria Amerika-Israel yang pernah disandera oleh Hamas di Gaza, mendesak Presiden AS Donald untuk menjamin pembebasan sandera yang tersisa dan mengakhiri perang di Gaza. Ia menilai Trump memiliki kekuatan untuk merealisasikan kedua hal tersebut.
“Saya percaya dia memiliki banyak kekuatan, pengaruh, dan kemampuan untuk menekan pihak-pihak yang perlu ditekan, di kedua belah pihak, demi mencapai kesepakatan, menandatangani perjanjian, membebaskan seluruh sandera, dan mengakhiri perang,” kata Keith dalam wawancara dengan BBC di Tel Aviv.
1. Setiap orang berhak mendapat perdamaian dan keamanan
Keith dan istrinya, Aviva, diculik dari Kibbutz Kfar Aza dalam serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Keith dibebaskan pada Februari 2025 melalui kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Trump. Sementara itu, Aviva telah lebih dulu dibebaskan dalam kesepakatan sebelumnya setelah 51 hari disandera.
Dalam wawancara tersebut, Keith menyatakan bahwa prioritas utama saat ini adalah membebaskan seluruh 50 sandera yang tersisa sesegera mungkin, terlepas dari apakah Hamas akan tetap berkuasa di Gaza atau tidak.
"Kita tidak bisa membiarkan Hamas terus mengancam masyarakat dan membunuh orang-orang, dan saya pikir Hamas bertanggung jawab atas kematian di kedua sisi," ujar pria berusia 66 tahun itu.
Ketika ditanya apakah nasib warga Gaza juga menjadi perhatiannya, Siegel menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perdamaian dan keamanan.
"Saya pikir ini adalah tanggung jawab seluruh pemimpin untuk memastikan hal itu terjadi. Setiap orang tak bersalah yang terluka atau terbunuh adalah sesuatu yang saya harap atau saya impikan tidak akan terjadi," tambahnya.
2. Demonstrasi digelar di luar Gedung Putih
Sementara itu, di Washington, sekelompok orang menggelar unjuk rasa di luar Gedung Putih pada Senin. Mereka menuntut diakhirinya perang di Gaza, pembebasan para sandera, dan dibukanya akses bantuan kemanusiaan ke wilayah Palestina tersebut.
“Hanya Donald Trump yang bisa menyelamatkan putra saya,” kata Yehuda Cohen, salah seorang peserta unjuk rasa, kepada Anadolu.
Putranya, Nimrod Cohen, merupakan salah satu sandera Israel yang masih ditahan di Gaza.
Yehuda memohon kepada Trump untuk memaksa PM Isreal Benjamin Netanyahu mengakhiri perang dan menyetujui kesepakatan pembebasan sandera segera. Menurutnya, Netanyahu lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelangsungan politiknya dibandingkan keselamatan para sandera.
"Dia punya ekstremis sayap kanan dalam koalisinya yang menginginkan pendudukan total di Jalur Gaza. Mereka ingin membangun kembali permukiman di sana dan itulah sebabnya mereka mengancam akan mundur dari koalisi jika kita melakukan gencatan senjata," ujar Yehuda.
3. Trump harap kesepakatan gencatan senjata dapat tercapai pekan ini
Trump sebelumnya menyatakan bahwa ia berharap kesepakatan baru terkait gencatan senjata dan pembebasan sandera dapat tercapai dalam pekan ini. Meski demikian, tampaknya masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara Israel dan Hamas.
Seorang pejabat Palestina mengungkapkan bahwa pembicaraan tidak langsung antara kedua belah pihak yang berlangsung di Qatar pada Minggu (6/7/2025) tidak berhasil mencapai terobosan apa pun.
Sebelum bertolak ke Washington DC, Netanyahu mengatakan bahwa ia yakin pertemuannya dengan Trump dapat membantu mewujudkan hasil yang diharapkan oleh semua pihak. Rencana tersebut diyakini mencakup pembebasan 10 sandera yang masih hidup dan 18 jenazah sandera yang tewas dengan imbalan pembebasan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 57 ribu warga Palestina telah tewas akibat serangan brutal Israel di Gaza. Kampanye militer ini diluncurkan sebagai balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyebabkan 251 lainnya disandera.